Quote:
| |||||||
Hudzaifah ra berkata: Rasulullah SAW bersabda: ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ Selanjutnya akan datang kembali Khilafah berdasarkan metode kenabian. Kemudian beliau SAW diam.” (HR. Ahmad dan Ath-Thabarani)
Spirit Kebangkitan Ummat
Selasa, 29 November 2011
30 Kejahatan & Foto Kekejaman Yahudi Yang Jarang Diketahui
Biografi Syaikh Yusuf An-Nabhani (KAKEK SYAIKH TAQIYUDDIN AN-NABHANI PENDIRI HIZBUT TAHRIR)
Yusuf al-Nabhani merupakan sosok yang tidak dapat dipisahkan dari sosok Taqiyuddin An-Nabhani, pendiri Hizbut Tahrir. Yusuf an-Nabhani-lah yang telah turut mendidik Taqiyuddin An-Nabhani sejak kecil dan bahkan beliaulah yang mengirim Taqiyuddin An-Nabhani untuk belajar ke al-Azhar Kairo dan menitipkannya kepada para kolega dan guru beliau di sana. Berikut ini adalah sekilas biografi Syaikh Yusuf An-Nabhani dari berbagai sumber. Syaikh Yusuf an-Nabhani telah menulis sendiri otobiografinya dalam kitab beliau Asy-Syaraf Al-Mu`abbad li Ali Muhammad (terbit 1309 H/1891 M). Juga dalam kitab beliau lainnya yaitu kitab Asbab At`lif li Al-’Abdi Adh-Dhaif dan kitab Jami’ Karamat Al-Awliyaa` (keduanya terbit 1329 H/ 1911 M). Bagi yang berminat mendalami biografi Syaikh Yusuf An-Nabhani, silakan merujuk pada kitab-kitab tersebut. (Redaksi).
Yusuf al-Nabhani adalah ulama yang sangat alim, cerdas, wara’, pemberi hujjah, takwa, dan ahli ibadah. Ia selalu menyenandungkan cinta dan pujian untuk Rasulullah Saw dalam bentuk tulisan, kutipan,riwayat, karangan, dan kumpulan syair. Nama lengkapnya adalah Nasiruddin Yusuf bin Isma`il al-Nabhani, keturunan Bani Nabhan, salah satu suku Arab Badui yang tinggal di Desa Ijzim, sebuah desa di bagian utara Palestina, daerah hukum kota Haifa yang termasuk wilayah Akka, Beirut.
Yusuf Al-Nabhani lahir pada 1265 H (1849 M) dan dibesarkan di Ijzim. Ia menghafal Al-Qur’an dengan berguru kepada ayahandanya sendiri, Isma’il bin Yusuf, seorang syaikh berusia 80 tahun. Pada usia lanjut, Isma`il bin Yusuf masih dikaruniai akal, pancaindra, kekuatan, dan hafalan yang sempuma, rajin beribadah, dan bacaan Al-Qur’an-nya sangat bagus. Setiap tiga hari sekali, Isma`il mengkhatamkan Al-Qur’an, hingga khatam tiga kali dalam seminggu. Keistimewaan dan kelebihan ini sangat mempengaruhi pembentukan dan pertumbuhan pribadi Yusuf al-Nabhani, yang selalu dibekali hidayah dan ketakwaan dari ayahnya yang saleh di lingkungan yang bersih dan suci.
Selesai mengkhatamkan hafalan Al-Qur’an, Yusuf al-Nabhani disekolahkan orang tuanya ke Al-Azhar, dan mulai bergabung pada Sabtu awal Muharram 1283 H (1866 M). Ia tekun belajar dan menggali ilmu dengan baik dari imam-imam besar dan ulama-ulama umat yang kritis dan ahli ilmu syariat dan bahasa Arab dari empat imam madzhab.
Ia sangat tekun berikhtiar dan meminta bimbingan kepada orang-orang berilmu tinggi yang menguasai dalil aqli dan naqli, sehingga ia dapat mereguk samudra ilmu mereka dan mengikuti metode keilmuan mereka. Hal ini berlangsung sampai bulan Rajab 1289 H (1872 M). Kemudian ia mulai berkelana meninggalkan Mesir untuk ikut serta menyebarkan ilmu dan mengabdi kepada Islam, agar bermanfaat bagi kaum muslimin dan meninggikan mercusuar agama.
Ketika namanya semakin terkenal, bintangnya semakin bersinar, dan banyak orang mendapatkan bimbingan dan petunjuk darinya, ia diangkat sebagai pejabat pengadilan di wilayah Syam, dan akhirnya menjadi ketua Pengadian Tinggi di Beirut. Pekerjaannya itu dijalaninya dengan penuh kesungguhan dan niat menolong serta dianggapnya sebagai ibadah disertai niat yang tulus ikhlas. Hatinya senantiasa berzikir dan membaca Al-Qur’an, banyak bershalawat untuk Rasulullah Saw., keluarga, dan sahabat-sahabat beliau. Yusuf al-Nabhani selalu mengisi waktu malam dan siangnya dengan melaksanakan ibadah-ibadah wajib dan sunnah tanpa henti, bosan, atau lupa. Tak terhitung banyaknya peristiwa luar biasa yang terjadi padanya, peristiwa-peristiwa yang hanya dikhususkan untuk para wali dan hamba Allah yang selalu dekat dengan-Nya.
la juga tidak meninggalkan aktivitas-aktivitas yang biasa dilakukan orang-orang yang luhur dan dicintai, yakni menyusun dan mengarang berbagai kitab yang sangat mengagumkan. Imam besar ini diyakini mendapatkan ilham kebenaran dari Allah. Kitab-kitabnya yang bernilai tinggi dan agung membahas berbagai disiplin ilmu; ilmu hadis, sejarah Nabi, pujian untuk Nabi, tafsir, pembelaan terhadap Islam, pujian kepada Allah Swt., kisah-kisah tentang wali-wali Allah dan orang-orang khusus-Nya, dan lain sebagainya. Kitab-kitab tersebut tidak mungkin lahir dari kemampuan individualnya belaka, tetapi dibantu dengan karamah, kekuatan, dan pertolongan dari Allah Swt. Jika Allah mencintai hamba-Nya yang benar, maka Dia menjadikan pendengaran-Nya scbagai pendengaran hamba- Nya, dan penglihatan-Nya sebagai penglihatan-hamba-Nya
Yusuf al-Nabhani mereguk samudra ilmu dan imam-imam ternama di Al-Azhar. Di antaranya adalah:
1.Syaikh Yusuf al-Barqawi al-Hanbali, syaikh pilihan dari mazhab Hanbali
2. Syaikh Abdul Qadir al-Rafi’i al-Hanafi al Tharabulusi, syaikh pilihan dari masyarakat Syawam
3. Syaikh Abdurrahman al-Syarbini al-Syafi`i
4. Syaikh Syamsuddin al-Ambabi al-Syafi’i, satu-satunya syaikh pada masanya yang mendapat julukan Hujjatul Ilmi dan guru besar Universitas Al-Azhar pada masa itu. Dan gurunya ini, Yusuf al-Nabhani belajar Syarah Kitab al-Ghayah wa al-Tagrib fi Fighi al-Syafi`iyyah karya Ibnu Qasim dan Al-Khathib al-Syarbini, dan kitab-kitab lainnya dalam waktu 2 tahun.
5. Syaikh Abdul Hadi Naja al-Ibyari (wafat tahun 1305 H.)
6. Syaikh Hasan al-’Adwi al-Maliki (wafat tahun 1298 H.)
7. Syaikh Ahmad al-Ajhuri al-Dharir al-Syafi`i (wafat tahun 1293 H.)
8. Syaikh Ibrahim al-Zuru al-Khalili al-Syafi’i (wafat tahun 1287 H.)
9. Syaikh al-Mu’ammar Sayyid Muhammad Damanhuri al-Syafi`i (wafat tahun 1286 H.)
10. Syaikh Ibrahim al-Saga al-Syafi’i (wafat tahun 1298 H) Darinya, Yusuf al-Nabhani mempelajari kitab Syarah al-Tahrir dan Manhaj karya Syaikh Zakaria al-Anshari al-Syafi`i, berikut catatan pinggir kedua kitab tersebut, selama tiga tahun, hingga Al-Nabhani dianugerahi ijazah sebagai pertanda atas kapasitas dan posisi keilmuannya.
2. Syaikh Abdul Qadir al-Rafi’i al-Hanafi al Tharabulusi, syaikh pilihan dari masyarakat Syawam
3. Syaikh Abdurrahman al-Syarbini al-Syafi`i
4. Syaikh Syamsuddin al-Ambabi al-Syafi’i, satu-satunya syaikh pada masanya yang mendapat julukan Hujjatul Ilmi dan guru besar Universitas Al-Azhar pada masa itu. Dan gurunya ini, Yusuf al-Nabhani belajar Syarah Kitab al-Ghayah wa al-Tagrib fi Fighi al-Syafi`iyyah karya Ibnu Qasim dan Al-Khathib al-Syarbini, dan kitab-kitab lainnya dalam waktu 2 tahun.
5. Syaikh Abdul Hadi Naja al-Ibyari (wafat tahun 1305 H.)
6. Syaikh Hasan al-’Adwi al-Maliki (wafat tahun 1298 H.)
7. Syaikh Ahmad al-Ajhuri al-Dharir al-Syafi`i (wafat tahun 1293 H.)
8. Syaikh Ibrahim al-Zuru al-Khalili al-Syafi’i (wafat tahun 1287 H.)
9. Syaikh al-Mu’ammar Sayyid Muhammad Damanhuri al-Syafi`i (wafat tahun 1286 H.)
10. Syaikh Ibrahim al-Saga al-Syafi’i (wafat tahun 1298 H) Darinya, Yusuf al-Nabhani mempelajari kitab Syarah al-Tahrir dan Manhaj karya Syaikh Zakaria al-Anshari al-Syafi`i, berikut catatan pinggir kedua kitab tersebut, selama tiga tahun, hingga Al-Nabhani dianugerahi ijazah sebagai pertanda atas kapasitas dan posisi keilmuannya.
Karya-karya Yusuf al-Nabhani ada sekitar 75 kitab, antara lain :
1. Hadi al-Murid ila Thuruq Al-Asanid
2. Jâmi` Karamaat al-Awliya`
3. Khulasat al-Kalaam fi Tarjih Din Al-Islam
4. Syawahid al-Haqq fi Al-Istighatsah bi Sayyid al-Khalq
5. Hujjat-Allahi ala al-Alamin
6. Jawahir al-bihar
7. Sa’adat al-Darayn fi Shalati ‘Ala Sayyid Al-Kaunain
8. Afdhalu Ash-Shalawat ‘Ala Sayyid As-Sadat
9. Ahsan al-Wasāil fī Nazmi Asmāi al-Nabiyyi al-Kāmil
2. Jâmi` Karamaat al-Awliya`
3. Khulasat al-Kalaam fi Tarjih Din Al-Islam
4. Syawahid al-Haqq fi Al-Istighatsah bi Sayyid al-Khalq
5. Hujjat-Allahi ala al-Alamin
6. Jawahir al-bihar
7. Sa’adat al-Darayn fi Shalati ‘Ala Sayyid Al-Kaunain
8. Afdhalu Ash-Shalawat ‘Ala Sayyid As-Sadat
9. Ahsan al-Wasāil fī Nazmi Asmāi al-Nabiyyi al-Kāmil
Anak laki-laki dari puteri Yusuf an-Nabhani, yakni Taqiyuddin An-Nabhani, dikirim oleh Yusuf An-Nabhani kepada para kolega dan gurunya di al-Azhar Kairo untuk belajar di sana. Kelak kemudian hari, cucu Yusuf An-Nabhani ini menjadi pendiri gerakan Islam terkenal di Dunia Islam, yaitu Hizbut Tahrir yang berdiri tahun 1953.
Setelah Yusuf an-Nabhani pensiun dari tugasnya sebagai Qadhi (Hakim), beliau menghabiskan waktunya untuk menulis dan beribadah. Beliau kemudian pergi ke Madinah Munawwarah dan berdiam di sana untuk beberapa waktu. Kemudian beliau pulang kembali ke Beirut. Beliau meninggal dunia menghadap Allah SWT pada awal bulan Ramadhan tahun 1350 H (1932 M), rahimahullah. Beliau dimakamkan di Pemakaman Basyura, di dekat distrik Bastha di Beirut, Libanon. [ ]
= = =
Sumber :
(1) http://kawansejati.ee.itb.ac.id/bigrafi-penulis;
(2) http://kawansejati.ee.itb.ac.id/guru-guru-yusuf-al-nabhani;
(3) http://en.wikipedia.org/wiki/Yusuf_an-Nabhani
(4) http://mac.abc.se/home/onesr/d/nbh_e.pdf
Sumber :
(1) http://kawansejati.ee.itb.ac.id/bigrafi-penulis;
(2) http://kawansejati.ee.itb.ac.id/guru-guru-yusuf-al-nabhani;
(3) http://en.wikipedia.org/wiki/Yusuf_an-Nabhani
(4) http://mac.abc.se/home/onesr/d/nbh_e.pdf
Sumber :
http://syariahpublications.com/2010/07/05/biografi-syaikh-yusuf-an-nabhani-1849-1932-kakek-syaikh-taqiyuddin-an-nabhani-pendiri-hizbut-tahrir/
Biografi Syaikh TAQIYUDDIN AN-NABHANI PENDIRI HIZBUT TAHRIR
Biografi Syaikh TAQIYUDDIN AN-NABHANI PENDIRI HIZBUT TAHRIR
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani adalah seorang âlim allâmah (berilmu dan sangat luas keilmuannya). Beliau adalah pendiri Hizbut Tahrir. Nama lengkapnya adalah Syaikh Taqiyuddin bin Ibrahim bin Mushthafa bin Ismail bin Yusuf an-Nabhani. Nasab beliau bernisbat kepada kabilah Bani Nabhan, salah satu kabilah Arab Baduwi di Palestina yang mendiami kampung Ijzim, distrik Shafad, termasuk wilayah kota Hayfa di Utara Palestina.
Syaikh lahir di kampung Ijzim. Menurut pendapat yang paling kuat, beliau lahir pada tahun 1332 H – 1914 M. Beliau dilahirkan di gudang ilmu dan keagamaan yang terkenal dengan kewaraan dan ketakwaannya. Ayah beliau adalah Syaikh Ibrahim, seorang syaikh yang faqih dan bekerja sebagai guru ilmu-ilmu syariah di kementerian Pendidikan Palestina. Ibunda beliau juga memiliki pengetahuan yang luas tentang masalah-masalah syariah yang diperoleh dari ayahandanya, yaitu Syaikh Yusuf.
Syaikh Yusuf, seperti yang dimuat di dalam buku At-Tarâjum adalah: Yusuf bin Ismail bin Yusuf bin Hasan bin Muhammad an-Nabhani asy-Syafi‘i, Abu al-Mahasin, seorang sastrawan, penyair dan sufi. Beliau termasuk qadhi senior. Beliau memangku jabatan sebagai qâdhî di Qishbah Jenin, termasuk provinsi Nablus. Beliau berpindah ke Konstantinopel. Lalu beliau diangkat menjadi qâdhî di Kiwi Sanjaq, termasuk provinsi Moushul. Berikutnya beliau menjabat sebagai kepala Mahkamah al-Jaza’ di Ladzaqiyah, kemudian di al-Quds. Lalu beliau menjabat kepala Mahkamah al-Huquq di Beirut. Beliau memiliki banyak karya yang jumlahnya mencapai 48 buah karya (buku).
Lingkungan tumbuh itu memberikan pengaruh besar kepada pembentukan kepribadian islami Syaikh Taqiyuddin. Beliau telah menghapalkan al-Qur’an seluruhnya pada usia belia sebelum genap berusia 13 tahun. Syaikh Taqiyuddin dipengaruhi oleh ketakwaan dan kesadaran kakek beliau dari pihak ibu dan mengambil banyak manfaat dari keilmuan sang kakek yang luas. Syaikh Taqiyuddin juga mendapatkan kesadaran politik pada usia yang sangat muda, khususnya dalam masalah-masalah politik penting. Sebab, kakek beliau memiliki penguasaan atas masalah-masalah politik karena hubungan dekatnya dengan para pejabat pemerintahan di Daulah Ustmaniyah. Syaikh Taqiyuddin juga mendapat faedah dari menghadiri majelis-majelis dan diskusi-diskusi fiqhiyyah yang diselenggarakan oleh kakek beliau, Syaikh Yusuf. Kecerdasan dan kejeniusan Taqiyuddin selama keikutsertaan beliau di majelis-majelis ilmu itu telah menarik perhatian sang kakek. Kakek beliau sangat manaruh perhatian terhadap hal itu. Sang kakek akhirnya meyakinkan ayahanda beliau akan pentingnya mengirim beliau untuk belajar di al-Azhar guna melanjutkan pendidikan syar‘i.
Keilmuan dan Pendidikan Beliau
Syaikh Taqiyuddin bergabung dengan Tsanawiyah al-Azhariyah pada tahun 1928. Beliau lulus pada tahun itu juga dengan peringkat excelent dan mendapat ijazah al-Ghuraba. Sesudah itu beliau melanjutkan ke Kuliyah Dar al-Ulum yang merupakan cabang al-Azhar. Pada saat yang sama beliau juga mengikuti halqah-halqah ilmiah di al-Azhar asy-Syarif, yaitu mengikuti halqah para syaikh yang ditunjukkan oleh kakek beliau, seperti Syaikh Muhammad al-Hadhari Husain rahimahullâh. Hal itu bisa beliau lakukan karena sistem pendidikan al-Azhar dulu membolehkan yang demikian. Meski Syaikh Taqiyuddin secara bersamaan menempuh pendidikan di al-Azhar dan di Darul Ulum, beliau tampak menonjol dan istimewa dalam keseriusan dan kesungguhan beliau. Hal itu menarik perhatian para sejawat dan pengajar beliau ketika mereka mengetahui kedalaman pemikiran, keunggulan pendapat dan kekuatan argumentasi beliau dalam berbagai diskusi dan dalam forum pemikiran yang memenuhi ma‘had-ma‘had keilmuan pada waktu itu di Kairo dan di negeri-negeri kaum Muslim lainnya.
Ijazah yang beliau peroleh adalah ijazah Tsanawiyah al-Azhariyah, ijazah al-Ghuraba’ dari al-Azhar, Diploma dalam bidang Bahasa dan Sastra Arab dari Universitas Darul Ulum di Kairo. Beliau juga mendapatkan ijazah dari Sekolah Tinggi Peradilan Syariah yang menjadi cabang dari al-Azhar, yaitu ijazah dalam masalah Peradilan. Kemudian beliau keluar dari al-Azhar pada tahun 1932 dan meraih ijazah al-Alamiyah—sekarang setingkat doktor—dalam masalah syariah.
Bidang-Bidang Aktivitas Beliau
Syaikh Taqiyuddin bekerja dalam bidang pengajaran syariah di kementerian pendidikan hingga tahun 1938. Pada tahun itu beliau beralih untuk beraktivitas di bidang peradilan syariah. Secara gradual beliau meniti karir di bidang peradilan syariah itu. Beliau memulainya dengan menjabat kepala sekretaris Mahkamah Haifa Pusat. Kemudian beliau naik jabatan menjabat asisten qadhi, kemudian menjabat qadhi Mahkamah Ramalah hingga tahun 1948. Pada tahun itu beliau keluar ke Syam akibat jatuhnya Palestina ke tangan Yahudi. Pada tahun itu juga beliau kembali untuk menjabat qadhi Mahkamah Syariah al-Quds. Setelah itu, beliau diangkat menjadi qadhi di Mahkamah Banding Syariah (Mahkamah al-Isti’nâf asy-Syar’iyah) hingga tahun 1950. Kemudian beliau mengundurkan diri dan beralih untuk memberikan ceramah kepada para mahasiswa tingkat dua di Fakultas Ilmu Islam (Al-Kuliyah al-’Ilmiyah al-Islâmiyah) di Amman hingga tahun 1952. Beliau—rahimahullâh—bagaikan samudera ilmu. Beliau adalah seorang yang sangat luas pengetahuan-nya dalam berbagai bidang keilmuan. Beliau adalah mujtahid mutlaq sekaligus seorang pembicara yang memiliki argumentasi yang kuat.
Karya-Karya Beliau
1. Nizhâm al-Islâm (Peraturan Hidup Islam).
2. At-Takattul al-Hizbiy (Pembentukan Partai Politik).
3. Mafâhîm Hizb at-Tahrîr (Konsepsi-Konsepsi Hizbut Tahrir).
4. Nizhâm al-Iqtishâd fî al-Islâm (Sistem Ekonomi Islam).
5. Nizhâm al-Ijtimâ‘i fî al-Islâm (Sistem Pergaulan Islam).
6. Nizhâm al-Hukmi fî al-Islâm (Sistem Pemerintahan Islam).
7. Ad-Dustûr (Konstitusi).
8. Muqaddimah ad-Dustûr (Pengantar Konstitusi).
9. Ad-Dawlah al-Islâmiyah (Negara Islam).
10. Asy-Syakhshiyah al-Islâmiyah (Kepribadian/Jati Diri Islam) tiga juz.
11. Mafâhîm Siyâsiyah li Hizb at-Tahrîr (Konsepsi-Konsepsi Politik Hizbut Tahrir).
12. Nazharât Siyâsiyah (Pandangan-Pandangan Politik).
13. Nidâ’ Hâr (Seruan Hangat).
14. Al-Khilâfah (Khilafah).
15. At-Tafkîr (Hakikat Berpikir).
16. Sur‘ah al-Badîhah (Kecepatan Berpikir).
17. Nuqthah al-Inthilâq (Titik Tolak).
18. Dukhûl al-Mujtama’ (Terjun ke Masyarakat).
19. Tasalluh Mishra (Peningkatan Kekuatan Senjata Mesir).
20. Al-Ittifâqiyât ats-Tsinâ’iyah al-Mishriyah as-Sûriyah wa al-Yamaniyah (Kesepakatan-kesepakatan Bilateral Mesir-Suriah dan Mesir-Yaman).
21. Hall Qadhiyah Filisthîn ’alâ ath-Tharîqah al-Amirikiyah wa al-Inkilîziyah (Solusi Masalah Palestina ‘ala Amerika dan Inggris).
22. Nazhariyah al-Firâgh as-Siyâsî Hawla Masyrû‘ Ayzinhâwir (Pandangan Kevakuman Politis Seputar Proyek Izenhouwer).
Di samping itu, beliau menulis ribuan leaflet pemikiran, politik dan ekonomi. Beliau juga mengeluarkan sejumlah buku menggunakan nama anggota Hizbut Tahrir untuk memudahkan distribusinya. Hal itu setelah adanya undang-undang yang melarang pendistribusian buku-buku beliau. Di antara buku itu adalah:
1. As-Siyâsah al-Iqtishâdiyah al-Mutslâ (Politik Ekonomi Yang Agung).
2. Naqdh al-Isytirâkiyah al-Maraksiyah (Kritik atas Sosialisme-Marxis).
3. Kayfa Hudimat al-Khilâfah (Bagaimana Khilafah Dihancurkan).
4. Ahkâm al-Bayyinât (Hukum-hukum Pembuktian).
5. Nizhâm al-‘Uqûbât (Sistem Sanksi dan Pidana).
6. Ahkâm ash-Shalâh (Hukum-hukum Shalat).
7. Al-Fikr al-Islâmiy (Pemikiran-Pemikiran Islam).
Sebelum mendirikan Hizbut Tahrir, beliau telah mengeluarkan buku Inqâdz Filizthîn (Membebaskan Palestina) dan Risâlah al-‘Arab (Misi Arab).
Sifat-Sifat dan Akhlak Beliau
Ustadz Zuhair Kahalah, yang bekerja sebagai direktur administratif Fakultas Ilmu-ilmu Islam (Al-Kuliyah al-‘Ilmiyah al-Islâmiyah) yang senantiasa menyertai Syaikh Taqiyuddin sejak beliau menginjakkan kaki di Fakultas, pernah berkata, “Syaikh Taqiyuddin adalah seorang yang adil dan lurus, mulia dan bersih. Beliau adalah seorang yang mukhlis, memiliki energi yang eksplosif. Beliau sangat marah dan sekaligus sedih terhadap apa yang menimpa umat akibat ditanamkannya institusi Yahudi di jantung umat.”
Beliau memiliki perawakan sedang, berbadan tegap, penuh semangat, tidak temperamental, ahli dalam berdebat, memiliki argumentasi yang kuat, dan berpegang teguh dengan apa yang beliau yakini adalah haq. Beliau mempunyai jenggot yang sedang dan sebagiannya sudah memutih. Beliau memiliki kepribadian yang kuat, sangat berpengaruh (berwibawa) saat berbicara, dan meyakinkan saat memaparkan argumentasi. Beliau tidak menyukai disia-siakannya tenaga, kembali atas dasar materi, dan isolasi dari kemaslahatan umat. Beliau juga tidak suka seseorang lebih tersibukkan oleh perkara-perkara kehidupan pribadinya. Beliau berjuang demi kebaikan umat sebagai implementasi terhadap sabda Rasul Saw:
«مَنْ لَمْ يَهْتَمْ بِأَمْرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَلَيْسَ مِنْهُمْ»
Siapa saja yang tidak memperhatikan urusan kaum Muslim maka ia bukan bagian dari kaum Muslim.
Beliau termasuk orang yang banyak mengulang-ulang dan menukil sabda Rasul saw itu. Beliau juga berbela sungkawa terhadap (menyayangkan sikap) Imam al-Ghazali penulis buku Al-Ihyâ’ ‘Ulûm ad-Dîn, yang membiarkan saja kaum salibis menyerang negeri-negeri Islam, sementara ia mencukupkan diri berdiam di masjid mengarang buku-bukunya.
Pendirian Hizbut Tahrir dan Perjalanan Beliau di Dalamnya
Syaikh Taqiyuddin mulai mengkaji secara mendalam dan menaruh perhatian besar pada partai-partai, gerakan-gerakan dan organisasi-organisasi yang tumbuh sejak abad keempat hijriah. Beliau mengkaji secara mendalam cara-cara, pemikiran-pemikiran dan sebab-sebab penyebarannya ataupun kegagalannya. Beliau mengkaji partai-partai itu karena kesadaran beliau akan wajib adanya kelompok islami yang beraktivitas mewujudkan kembali Khilafah. Setelah penghancuran Khilafah melalui tangan seorang penjahat Mustafa Kamal (Attaturk) kaum Muslim belum mampu mewujudkan kembali Khilafah meski ada banyak organisasi islami yang berjuang pada waktu itu.
Ketika muncul negara Israel pada Mei 1948 di tanah Palestina, dan tampak kelemahan Arab di hadapan kelompok-kelompok kecil orang Yahudi anak asuh mandatori Inggris di Yordania, Mesir dan Irak; semua itu mempengaruhi/merangsang penginderaan Syaikh Taqiyuddin. Lalu Syaikh mulai mengkaji sebab-sebab hakiki yang dapat membangkitkan kaum Muslim. Beliau menuliskan hal itu di dua risalah yaitu Risâlah al-’Arab (Misi Arab) dan Inqâdz Filishthîn (Membebaskan Palestina); keduanya beliau keluarkan pada tahun 1950 M.
Pada saat beliau beralih beraktivitas di bidang peradilan, beliau mulai menjalin kontak dengan para ulama yang beliau kenal dan beliau jumpai saat bersama-sama di Mesir. Beliau mengajukan kepada mereka ide pendirian partai politik yang berlandaskan Islam untuk membangkitkan kaum Muslim dan mengembalikan kemuliaan dan keagungan mereka. Dalam upaya mengajukan ide tersebut, beliau berpindah-pindah di antara kota-kota di Palestina. Beliau mengajukan satu perkara yang telah mencapai kematangan dalam pemikiran beliau kepada pribadi-pribadi yang menonjol di antara para ulama dan pioner pemikiran. Untuk itu, beliau menyelenggarakan berbagai forum. Beliau mengumpulkan para ulama dari berbagai kota di seluruh penjuru Palestina. Pada forum-forum itu beliau berdiskusi dengan para ulama tentang metode kebangkitan yang sahih. Beliau banyak berdiskusi dengan para aktivis berbagai kelompok dan partai-partai politik, partai-partai nasionalis dan patriotis. Beliau menjelaskan kepada mereka kesalahan jalan mereka dan kemandulan aktivitas mereka. Beliau juga memaparkan banyak masalah politik dalam ceramah-ceramah beliau dalam berbagai acara keagamaan di Masjid al-Aqsha, Masjid Ibrahim al-Khalil dan masjid-masjid lainnya. Dalam ceramah-ceramah itu, beliau menyerang sistem-sistem di Arab dengan mengatakan bahwa sistem-sistem itu adalah buatan para penjajah Barat dan sarana mereka untuk melanggengkan cengkeraman mereka terhadap negeri-negeri kaum Muslim. Di samping itu, beliau juga membongkar rencana-rencana politik negara-negara Barat. Beliau mengekspos niat busuk Barat untuk menentang Islam dan kaum Muslim. Beliau memahamkan kaum Muslim akan kewajiban mereka dan menyeru mereka untuk berpartai berlandaskan Islam.
Syaikh Taqiyuddin pernah maju dan mencalonkan diri untuk menjadi anggota parlemen. Karena sikap beliau yang lurus, kegiatan politis dan aktivitas beliau yang penuh kesungguhan untuk mendirikan partai politik yang berideologi Islam, karena sikap beliau yang berpegang secara kuat pada Islam, serta karena intervensi negara terhadap hasil Pemilu, maka hasil Pemilu tidak berpihak pada kemenangan beliau.
Kegiatan politik Syaikh Taqiyuddin tidak berhenti. Tekad beliau juga tidak padam. Beliau terus menjalin kontak dan berdiskusi sampai beliau mampu meyakinkan sejumlah orang —para ulama, qadhi terkemuka, serta mereka yang memiliki politik dan pemikiran yang menonjol— tentang pendirian partai politik berasaskan Islam. Lalu beliau mulai mengajukan kepada mereka kerangka kepartaian dan pemikiran-pemikiran yang mungkin dijadikan bekal tsaqâfiyah bagi partai itu. Pemikiran-pemikiran beliau itu mendapatkan ridha dan penerimaan dari para ulama tersebut. Puncak aktivitas politik beliau adalah dengan mendirikan Hizbut Tahrir.
Syaikh mulai beraktivitas untuk membentuk partai di kota al-Quds. Pada saat itu beliau bekerja di Mahkamah al-Istinaf asy-Syar‘iyah (Mahkamah Banding Syariah) di kota tersebut. Beliau menjalin kontak dengan beberapa tokoh di sana, di antaranya Syaikh Ahmad ad-Daur dari Qalqiliyah, Nimr al-Mishri dari al-Lad, Dawud Hamdan dari Ramalah, Syaikh Abdul Qadim Zallum dari kota al-Khalil, Dr. ‘Adil an-Nablusi, Ghanim Abduh, Munir Syaqir, Syaikh As’ad Bayoudh at-Tamimi, dan lain-lain.
Pada awalnya, pertemuan di antara para pendiri Hizbut Tahrir itu berlangsung secara acak dan tidak teratur. Mayoritasnya dilakukan di al-Quds atau di al-Khalil. Pertemuan itu dilakukan untuk saling bertukar pendapat dan untuk menarik orang-orang baru. Diskusi yang berlangsung terfokus pada masalah-masalah keislaman yang mempengaruhi kebangkitan umat. Kondisi ini terus berlangsung seperti itu hingga akhir tahun 1952 M.
Pada tanggal 17 November 1952 M, lima orang anggota pendiri Hizb menyampaikan permintaan resmi kepada Kementerian Dalam Negeri Yordania dengan maksud untuk mendapatkan izin pendirian partai politik. Kelima orang itu adalah:
1. Taqiyuddin an-Nabhani, Pemimpin Partai.
2. Dawud Hamdan, Wakil Ketua merangkap Sekretaris Partai.
3. Ghanim Abduh, Bendahara Partai.
4. Dr. Adil an-Nablusi, anggota.
5. Munir Syaqir, anggota.
Kemudian Hizb melengkapi syarat-syarat perundang-undangan yang dituntut oleh Undang-Undang Jam’iyah Utsmani. Hizb berpusat di al-Quds. Hizb mulai menyampaikan informasi dan pemberitahuan sesuai dengan undang-undang. Hizb menyampaikan penjelasan pendirian partainya kepada pemerintah dan melampirkan Anggaran Dasar Partai. Hizb juga menyiarkan status pendiriannya di Koran Ash-Sharîh no. 176, tanggal 14 Maret 1952 M. Dengan semua itu, Hizbut Tahrir telah menjadi partai resmi menurut undang-undang terhitung sejak hari Sabtu 28 Jumada ats-Tsaniyah 1372 H, bertepatan tanggal 14 Maret 1953 M. Sejak saat itu Hizb memiliki wewenang untuk langsung melaksanakan kegiatan kepartaiannya dan berhak melaksanakan semua aktivitas kepartaian yang dinyatakan di dalam angaran dasarnya. Hal itu sesuai dengan Undang-undang Jam‘iyah Utsmani yang masih berlaku saat itu.
Namun, pemerintah memanggil lima orang pendiri Hizb dan menangkap empat orang dari mereka. Kemudian pemerintah mengeluarkan penjelasan bertanggal 7 Rajab 1372 H – 22 Maret 1953 M yang menganggap Hizbut Tahrir adalah tidak legal dan melarang para aktivis Hizb untuk melakukan kegiatan kepartaian apapun. Pada tanggal 1 April 1953 M, penguasa memerintahkan pencopotan papan nama Hizbut Tahrir yang digantungkan di kantor Hizb di al-Quds, kemudian pemerintah benar-benar menanggalkannya.
Hanya saja, Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani tidak memperhitungkan larangan itu sama sekali. Beliau terus melangkahkan kaki dalam mengemban misi yang untuk itu Hizbut Tahrir didirikan. Ketika Dawud Hamdan dan Nimr al-Mishri keluar dari kepemimpinan (Qiyadah) Hizb pada tahun 1956 M, posisinya digantikan oleh Syaikh Abdul Qadim Zalum dan Syaikh Ahmad ad-Daur. Akhirnya, kepemimpinan Hizb terdiri dari para ulama besar itu di bawah kepemimpinan Al-’Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani. Qiyadah Hizb itu telah melaksanakan tugas-tugas dakwah dengan sebaik-baiknya. Semua itu berkat karunia dan keridhaan dari Allah SWT.
Dari wilayah al-Aqsha, Hizbut Tahrir mulai melakukan pembinaan umum (tatsqîf jamâ‘i) untuk melanjutkan kembali kehidupan Islam. Hizb memperlihatkan kegiatan yang luas sehingga memaksa penguasa mengambil langkah-langkah yang kuat untuk melarang (menghalangi) Hizb membentuk dirinya dan memperkuat organisasinya. Syaikh an-Nabhani terpaksa harus meninggalkan al-Quds pada akhir tahun 1953 secara suka rela. Namun, Beliau dilarang kembali lagi (ke al-Quds).
Pada bulan November 1953 M, Syaikh an-Nabhani terpaksa melakukan perjalanan ke Damaskus. Beliau tinggal di sana hanya sebentar. Pemerintah Suriah menangkap beliau dan mendeportasi beliau di perbatasan Suriah-Lebanon. Namun, pemerintah Lebanon juga melarang beliau untuk memasuki tanah Lebanon. Beliau lalu meminta kepada pejabat kantor kepolisian Lebanon di Wadi al-Harir agar mengizinkan beliau melakukan kontak dengan seseorang di Lebanon yang beliau kenal. Lalu pejabat keamanan Lebanon itu mengizinkan Syaikh an-Nabhani melakukan kontak dengan sejawat beliau. Syaikh an-Nabhani meminta sejawat beliau itu agar menghubungi Mufti Syaikh Hasan al-’Alaya, mufti Lebanon. Ketika berita itu sampai kepada Syaikh al-’Alaya, maka beliau segera pergi kepada pejabat Lebanon dan memerintahkannya untuk langsung memasukkan Syaikh an-Nabhani ke tanah Lebanon. Jika tidak, Syaikh al-’Alaya akan menyebarkan berita itu di seluruh penjuru negeri yang mengklaim demokratis tetapi melarang seorang ulama agama Islam untuk menginjakkan kedua kakinya di tanah Lebanon. Tidak ada pilihan bagi penguasa Lebanon kecuali tunduk dan menerima perintah mufti Lebanon tersebut.
Sejak Syaikh Taqiyuddin berada di Lebanon, beliau mulai menyebarkan pemikiran-pemikiran beliau di sana. Beliau terus melakukan hal itu tanpa gangguan hingga kira-kira tahun 1958 ketika penguasa Lebanon mulai menekan beliau setelah mereka menyadari bahaya pemikiran-pemikiran beliau terhadap mereka. Akibatnya, Syaikh terpaksa berpindah dari Beirut ke Tripoli/Tarablus (Lebanon) secara sembunyi-sembunyi. Salah seorang yang dekat dengan beliau dan dapat dipercaya mengatakan, “Syaikh menghabiskan sebagian besar waktu beliau untuk membaca dan menulis. Radio sering berada di hadapan beliau dan beliau mendengarkan berita-berita dunia agar beliau bisa menuliskan leaflet-leaflet politik yang kuat. Syaikh adalah seorang yang takwa dalam seluruh maknanya, lembut dalam pandangan dan lisannya. Saya belum pernah mendengar satu hari pun beliau mencaci, mencela atau melecehkan seorang pun dari kaum Muslim; khususnya pengemban dakwah Islam meski mereka berbeda ijtihad (pendapat) dengan beliau.”
Aktivitas thalab an-nushrah (penggalangan dukungan) Syaikh yang pertama adalah di Irak dan beliau sangat menaruh perhatian terhadapnya. Syaikh melakukan perjalanan ke Irak beberapa kali untuk tujuan tersebut. Bersama Syaikh Abdul Qadim Zallum (Abu Yusuf) yang saat itu ditugaskan di sana, Syaikh Taqiyuddin melakukan beberapa kontak penting, di antaranya kontak dengan almarhum Abdus Salam Arif dan yang lain. Perjalanan beliau yang lain adalah perjalanan beliau sebelum beliau wafat. Saat itu beliau ditangkap di Irak. Beliau banyak disiksa di sana, namun berbagai siksaan yang ditimpakan interogator itu tidak mendapatkan hasil. Semua yang Syaikh katakan adalah perkataan mengenalkan dirinya sendiri: “seorang syaikh yang sedang mencari solusi”. Lalu mereka merasa iba kepada Syaikh. Kemudian mereka mendeportasi beliau melalui perbatasan Suriah dalam keadaan tangan beliau lumpuh. Beliau sangat lemah akibat keras dan jahatnya siksaan yang dilakukan para thâghût itu kepada beliau. Pendeportasian beliau melalui perbatasan Suriah itu terjadi sebelum intelijen Yordania mendatangi pihak keamanan Irak dan mengatakan kepada mereka, “Orang yang kalian tangkap adalah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani yang sedang kalian cari-cari.” Akan tetapi, kesempatan itu telah hilang. Segenap pujian hanya milik Allah.
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani telah mendirikan Hizbut Tahrir di atas kaki-kaki yang kokoh. Jarak ke arah tercapainya tujuan tinggal sejauh dua anak panah atau lebih dekat. Akan tetapi, bagi setiap sesuatu telah ditentukan batas waktunya (ajalnya).
Pada awal Muharram 1398 H, pada saat fajar hari Ahad bertepatan dengan tanggal 11 Desember 1977 M, umat Islam seluruhnya telah kehilangan seorang ulama di antara ulama mereka yang paling menonjol. Ia bagaikan samudera ilmu; orang yang paling terkenal di antara para fukaha pada masanya, seorang mujadid (pembaharu) pemikiran Islam abad XX, seorang fakih, mujtahid. Ia adalah al-Alim al-Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, amir Hizbut Tahrir, sekaligus pendirinya. Jenazah beliau dimakamkan di pemakaman al-Awza’i di Beirut. Allah mewafatkan beliau, sementara beliau belum mencicipi buah aktivitas beliau —yang untuk itulah beliau mencurahkan seluruh umurnya— yaitu berdirinya Daulah Khilafah Rasyidah yang berjalan berdasarkan metode kenabian. Beliau meninggalkan amanah bagi pengganti sekaligus rekan seperjuangan beliau, yaitu Al-’Alim al-Kabîr Syaikh Abdul Qadim Yusuf Zallum. Beliau pun tidak menyaksikan tujuan yang telah beliau perjuangkan dengan segenap daya untuk merealisasikannya. Namun, seluruh kesungguhan upaya beliau telah membuahkan hasil: jutaan orang telah bergabung di dalam Hizbut Tahrir dan mengemban pemikiran-pemikirannya, di samping adanya jutaan lainnya yang mendukung Hizb. Para aktivis Hizb telah tersebar di seluruh penjuru dunia dan di banyak penjara para penguasa kufur, para thâghût, dan para penguasa zalim.[]
Komandan AQAP: Kekhalifahan Islam akan segera Berdiri, Insyallah
YAMAN (voa-islam.com) - Komandan Al-Qaeda di Semenanjung Arab yang mengambil kendali sebuah kota di pusat Yaman akhir pekan lalu telah merilis sebuah rekaman video singkat yang mendesak Muslim "untuk bersatu dan bersabar dan bersiaga di perbatasan" karena "kekhalifahan Islam akan segera datang."Tareq al Dhahab, pemimpin pasukan Al-Qaeda di Semenanjung Arab (AQAP) yang merebut kota Rada'a di provinsi al-Bayda akhir pekan lalu, membuat sebuah pernyataan dalam video 54 detik di yang dirilis di YouTube pada 18 Januari. Pernyataan tersebut diterjemahkan oleh SITE Intelligence Group.
"Maka, bersabarlah, lebih bersabar lagi, dan bersiagalah diperbatasan," kata Dhahab kepada umat Islam. "kekhalifahan Islam akan datang,.. Insyallah..,dan itu akan segera terbentuk, bahkan jika kita harus mengorbankan nyawa, uang, anak-anak dan rumah-rumah kita sendiri."
..kekhalifahan Islam akan datang,.. Insyallah..,dan itu akan terbentuk, bahkan jika kita harus mengorbankan nyawa, uang, anak-anak dan rumah kita sendiri.Pasukan Dhahab menguasai Rada'a akhir pekan lalu setelah 1000 pejuang yang menyerbu kota, mengambil alih gedung-gedung pemerintah dan benteng bersejarah, dan membebaskan lebih dari 250 tahanan, termasuk banyak pejuang Al-Qaeda, dari penjara. Para pejuang Dhahab mengangkat panji hitam jihad atas benteng tersebut dan bersumpah kesetiaan kepada pemimpin Al-Qaeda Sheikh Ayman al Zawahiri.
Dua polisi tewas dalam serangan singkat tersebut. Beberapa penduduk Rada'a mengatakan pemerintah melakukan sedikit perlawanan.
Pada 18 Januari, para pemimpin suku di Radda provinsi al-Bayda memberikan waktu 24 jam kepada AQAP untuk meninggalkan kota dan mengancam akan menggunakan kekuatan jika tuntutan mereka tidak dipenuhi. Tapi Tareq al-Dhahab mengabaikan tuntutan mereka dan sebaliknya mengatakan pasukan itu akan keluar kota jika pemerintah membebaskan lebih dari 400 tahanan Al-Qaeda saat ini ditahan di Sanaa dan menerapkan hukum syariah di Rada'a. (by/lwj)
Syekh Abdul Qadir Jaelani
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sayyidul Auliya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani Rahimahullah, (bernama lengkap Muhyi al Din Abu Muhammad Abdul Qadir ibn Abi Shalih Al-Jailani). Lahir di Jailan Iran, selatan Laut Kaspia pada 470 H/1077 M sehingga di akhir nama beliau ditambahkan kata al Jailani atau al Kailani. Biografi beliau dimuat dalam Kitab الذيل على طبق الحنابلة Adz Dzail Ala Thabaqil Hanabilah I/301-390, nomor 134, karya Imam Ibnu Rajab al Hambali. Daftar isi[sembunyikan] |
[sunting] Kelahiran, Silsilah dan Nasab
Ada dua riwayat sehubungan dengan tanggal kelahiran al-Ghauts al_A'zham Syekh Abdul Qodir al-Jilani Amoli. Riwayat pertama yaitu bahwa ia lahir pada 1 Ramadhan 470 H. Riwayat kedua menyatakan Ia lahir pada 2 Ramadhan 470 H. Tampaknya riwayat kedua lebih dipercaya oleh ulama[1]. Silsilah Syekh Abdul Qodir bersumber dari Khalifah Sayyid Ali al-Murtadha r.a ,melalui ayahnya sepanjang 14 generasi dan melaui ibunya sepanjang 12 generasi. Syekh Sayyid Abdurrahman Jami rah.a memberikan komentar mengenai asal usul al-Ghauts al-A'zham r.a sebagi berikut : "Ia adalah seorang Sultan yang agung, yang dikenal sebagial-Ghauts al-A'zham. Ia mendapat gelar sayyid dari silsilah kedua orang tuanya, Hasani dari sang ayah dan Husaini dari sang ibu"[1]. Silsilah Keluarganya adalah Sebagai berikut : Dari Ayahnya(Hasani)[1]:Syeh Abdul Qodir bin Abu Shalih bin Abu Abdillah bin Yahya az-Zahid bin Muhammad bin Dawud bin Musa bin Abdullah Tsani bin Musa al-Jaun bin Abdul Mahdhi bin Hasan al-Mutsanna bin Hasan as-Sibthi bin Ali bin Abi Thalib, Suami Fatimah binti Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wassalam
Dari ibunya(Husaini)[1] : Syeh Abdul Qodir bin Ummul Khair Fathimah binti Abdullah Sum'i bin Abu Jamal bin Muhammad bin Mahmud bin Abul 'Atha Abdullah bin Kamaluddin Isa bin Abu Ala'uddin bin Ali Ridha bin Musa al-Kazhim bin Ja'far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Zainal 'Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib, Suami Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wassalam
[sunting] Masa Muda
Dalam usia 8 tahun ia sudah meninggalkan Jilan menuju Baghdad pada tahun 488 H/1095 M. Karena tidak diterima belajar di Madrasah Nizhamiyah Baghdad, yang waktu itu dipimpin Ahmad al Ghazali, yang menggantikan saudaranya Abu Hamid al Ghazali. Di Baghdad beliau belajar kepada beberapa orang ulama seperti Ibnu Aqil, Abul Khatthat, Abul Husein al Farra' dan juga Abu Sa'ad al Muharrimi. Beliau menimba ilmu pada ulama-ulama tersebut hingga mampu menguasai ilmu-ilmu ushul dan juga perbedaan-perbedaan pendapat para ulama. Dengan kemampuan itu, Abu Sa'ad al Mukharrimi yang membangun sekolah kecil-kecilan di daerah Babul Azaj menyerahkan pengelolaan sekolah itu sepenuhnya kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani. Ia mengelola sekolah ini dengan sungguh-sungguh. Bermukim di sana sambil memberikan nasihat kepada orang-orang di sekitar sekolah tersebut. Banyak orang yang bertaubat setelah mendengar nasihat beliau. Banyak pula orang yang bersimpati kepada beliau, lalu datang menimba ilmu di sekolah beliau hingga sekolah itu tidak mampu menampung lagi.[sunting] Murid
Murid-muridnya banyak yang menjadi ulama terkenal, seperti al Hafidz Abdul Ghani yang menyusun kitab Umdatul Ahkam Fi Kalami Khairil Anam, Syeikh Qudamah, penyusun kitab fiqih terkenal al Mughni.[sunting] Perkataan Ulama tentang Beliau
Syeikh Ibnu Qudamah sempat tinggal bersama beliau selama satu bulan sembilan hari. Kesempatan ini digunakan untuk belajar kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani sampai beliau meninggal dunia. (Siyar A'lamin Nubala XX/442).Syeikh Ibnu Qudamah ketika ditanya tentang Syeikh Abdul Qadir menjawab, "Kami sempat berjumpa dengan beliau di akhir masa kehidupannya. Ia menempatkan kami di sekolahnya. Ia sangat perhatian terhadap kami. Kadang beliau mengutus putra beliau yang bernama Yahya untuk menyalakan lampu buat kami. Ia senantiasa menjadi imam dalam salat fardhu."
Beliau adalah seorang yang berilmu, beraqidah Ahlu Sunnah, dan mengikuti jalan Salaf al Shalih. Belaiau dikenal pula banyak memiliki karamah. Tetapi, banyak (pula) orang yang membuat-buat kedustaan atas nama beliau. Kedustaan itu baik berupa kisah-kisah, perkataan-perkataan, ajaran-ajaran, tariqah (tarekat/jalan) yang berbeda dengan jalan Rasulullah, para sahabatnya, dan lainnya. Di antaranya dapat diketahui dari pendapat Imam Ibnu Rajab.
[sunting] Tentang Karamahnya
Syeikh Abdul Qadir al Jailani adalah seorang yang diagungkan pada masanya. Diagungkan oleh para syeikh, ulama, dan ahli zuhud. Ia banyak memiliki keutamaan dan karamah. Tetapi, ada seorang yang bernama al Muqri' Abul Hasan asy Syathnufi al Mishri (nama lengkapnya adalah Ali Ibnu Yusuf bin Jarir al Lakhmi asy Syathnufi) yang mengumpulkan kisah-kisah dan keutamaan-keutamaan Syeikh Abdul Qadir al Jailani dalam tiga jilid kitab. Al Muqri' lahir di Kairo tahun 640 H, meninggal tahun 713 H. Dia dituduh berdusta dan tidak bertemu dengan Syeikh Abdul Qadir al Jailani. Dia telah menulis perkara-perkara yang aneh dan besar (kebohongannya)."Cukuplah seorang itu berdusta, jika dia menceritakan yang dia dengar", demikian kata Imam Ibnu Rajab. "Aku telah melihat sebagian kitab ini, tetapi hatiku tidak tentram untuk berpegang dengannya, sehingga aku tidak meriwayatkan apa yang ada di dalamnya. Kecuali kisah-kisah yang telah masyhur dan terkenal dari selain kitab ini. Karena kitab ini banyak berisi riwayat dari orang-orang yang tidak dikenal. Juga terdapat perkara-perkara yang jauh dari agama dan akal, kesesatan-kesesatan, dakwaan-dakwaan dan perkataan yang batil tidak berbatas, seperti kisah Syeikh Abdul Qadir menghidupkan ayam yang telah mati, dan sebagainya. Semua itu tidak pantas dinisbatkan kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani rahimahullah."
Kemudian didapatkan pula bahwa al Kamal Ja'far al Adfwi (nama lengkapnya Ja'far bin Tsa'lab bin Ja'far bin Ali bin Muthahhar bin Naufal al Adfawi), seorang ulama bermadzhab Syafi'i. Ia dilahirkan pada pertengahan bulan Sya'ban tahun 685 H dan wafat tahun 748 H di Kairo. Biografi beliau dimuat oleh al Hafidz di dalam kitab Ad Durarul Kaminah, biografi nomor 1452. al Kamal menyebutkan bahwa asy Syathnufi sendiri tertuduh berdusta atas kisah-kisah yang diriwayatkannya dalam kitab ini.(Dinukil dari kitab At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 509, karya Syeikh Abdul Qadir bin Habibullah as Sindi, Penerbit Darul Manar, Cet. II, 8 Dzulqa'dah 1415 H / 8 April 1995 M.).
[sunting] Karya
Imam Ibnu Rajab juga berkata, "Syeikh Abdul Qadir al Jailani Rahimahullah memiliki pemahaman yang bagus dalam masalah tauhid, sifat-sifat Allah, takdir, dan ilmu-ilmu ma'rifat yang sesuai dengan sunnah."Karya karyanya [1] :
- Tafsir Al Jilani
- al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq,
- Futuhul Ghaib.
- Al-Fath ar-Rabbani
- Jala' al-Khawathir
- Sirr al-Asrar
- Asror Al Asror
- Malfuzhat
- Khamsata "Asyara Maktuban
- Ar Rasael
- Ad Diwaan
- Sholawat wal Aurod
- Yawaqitul Hikam
- Jalaa al khotir
- Amrul muhkam
- Usul as Sabaa
- Mukhtasar ulumuddin
[sunting] Ajaran-ajaranya
Sam'ani berkata, " Syeikh Abdul Qadir Al Jailani adalah penduduk kota Jailan. Ia seorang Imam bermadzhab Hambali. Menjadi guru besar madzhab ini pada masa hidup beliau." Imam Adz Dzahabi menyebutkan biografi Syeikh Abdul Qadir Al Jailani dalam Siyar A'lamin Nubala, dan menukilkan perkataan Syeikh sebagai berikut,"Lebih dari lima ratus orang masuk Islam lewat tanganku, dan lebih dari seratus ribu orang telah bertaubat."Imam Adz Dzahabi menukilkan perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan Syeikh Abdul Qadir yang aneh-aneh sehingga memberikan kesan seakan-akan beliau mengetahui hal-hal yang ghaib. Kemudian mengakhiri perkataan, "Intinya Syeikh Abdul Qadir memiliki kedudukan yang agung. Tetapi terdapat kritikan-kritikan terhadap sebagian perkataannya dan Allah menjanjikan (ampunan atas kesalahan-kesalahan orang beriman ). Namun sebagian perkataannya merupakan kedustaan atas nama beliau."( Siyar XX/451 ). Imam Adz Dzahabi juga berkata, " Tidak ada seorangpun para kibar masyayikh yang riwayat hidup dan karamahnya lebih banyak kisah hikayat, selain Syeikh Abdul Qadir Al Jailani, dan banyak di antara riwayat-riwayat itu yang tidak benar bahkan ada yang mustahil terjadi".
Syeikh Rabi' bin Hadi Al Madkhali berkata dalam kitabnya, Al Haddul Fashil,hal.136, " Aku telah mendapatkan aqidahnya ( Syeikh Abdul Qadir Al Jaelani ) di dalam kitabnya yang bernama Al Ghunyah. (Lihat kitab Al-Ghunyah I/83-94) Maka aku mengetahui bahwa dia sebagai seorang Salafi. Ia menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah dan aqidah-aqidah lainnya di atas manhaj Salaf. Ia juga membantah kelompok-kelompok Syi'ah, Rafidhah, Jahmiyyah, Jabariyyah, Salimiyah, dan kelompok lainnya dengan manhaj Salaf." (At Tashawwuf Fii Mizanil Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 509, karya Syeikh Abdul Qadir bin Habibullah As Sindi, Penerbit Darul Manar, Cet. II, 8 Dzulqa'dah 1415 H / 8 April 1995 M.)
[sunting] Awal Kemasyhuran
Al-Jaba'i berkata bahwa Syeikh Abdul Qadir pernah berkata kepadanya, "Tidur dan bangunku sudah diatur. Pada suatu saat dalam dadaku timbul keinginan yang kuat untuk berbicara. Begitu kuatnya sampai aku merasa tercekik jika tidak berbicara. Dan ketika berbicara, aku tidak dapat menghentikannya. Pada saat itu ada dua atau tiga orang yang mendengarkan perkataanku. Kemudian mereka mengabarkan apa yang aku ucapkan kepada orang-orang, dan merekapun berduyun-duyun mendatangiku di masjid Bab Al-Halbah. Karena tidak memungkinkan lagi, aku dipindahkan ke tengah kota dan dikelilingi dengan lampu. Orang-orang tetap datang di malam hari dengan membawa lilin dan obor hingga memenuhi tempat tersebut. Kemudian, aku dibawa ke luar kota dan ditempatkan di sebuah mushalla. Namun, orang-orang tetap datang kepadaku, dengan mengendarai kuda, unta bahkan keledai dan menempati tempat di sekelilingku. Saat itu hadir sekitar 70 orang para wali radhiallahu 'anhum]].Dalam beberapa manuskrip didapatkan bahwa Syeikh Abdul Qadir berkata, "Sebuah suara berkata kepadaku saat aku berada di pengasingan diri, "kembali ke Baghdad dan ceramahilah orang-orang". Aku pun ke Baghdad dan menemukan para penduduknya dalam kondisi yang tidak aku sukai dan karena itulah aku tidak jadi mengikuti mereka". "Sesungguhnya" kata suara tersebut, "Mereka akan mendapatkan manfaat dari keberadaan dirimu". "Apa hubungan mereka dengan keselamatan agamaku/keyakinanku" tanyaku. "Kembali (ke Baghdad) dan engkau akan mendapatkan keselamatan agamamu" jawab suara itu.
Aku pun membuat 70 perjanjian dengan Allah. Di antaranya adalah tidak ada seorang pun yang menentangku dan tidak ada seorang muridku yang meninggal kecuali dalam keadaan bertaubat. Setelah itu, aku kembali ke Baghdad dan mulai berceramah.
[sunting] Hubungan Guru dan Murid
Syeikh Abdul Qadir berkata, "Seorang Syeikh tidak dapat dikatakan mencapai puncak spiritual kecuali apabila 12 karakter berikut ini telah mendarah daging dalam dirinya.- Dua karakter dari Allah yaitu dia menjadi seorang yang sattar (menutup aib) dan ghaffar (pemaaf).
- Dua karakter dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wassalam yaitu penyayang dan lembut.
- Dua karakter dari Abu Bakar yaitu jujur dan dapat dipercaya.
- Dua karakter dari Umar yaitu amar ma'ruf nahi munkar.
- Dua karakter dari Utsman yaitu dermawan dan bangun (tahajjud) pada waktu orang lain sedang tidur.
- Dua karakter dari Ali yaitu alim (cerdas/intelek) dan pemberani.
Bila lima perkara tidak terdapat dalam diri seorang syeikh maka ia adalah Dajjal yang mengajak kepada kesesatan.
Dia harus sangat mengetahui hukum-hukum syariat zhahir, mencari ilmu hakikah dari sumbernya, hormat dan ramah kepada tamu, lemah lembut kepada si miskin, mengawasi para muridnya sedang ia selalu merasa diawasi oleh Allah.
Syeikh Abdul Qadir juga menyatakan bahwa Syeikh al Junaid mengajarkan standar al Quran dan Sunnah kepada kita untuk menilai seorang syeikh. Apabila ia tidak hafal al Quran, tidak menulis dan menghafal Hadits, dia tidak pantas untuk diikuti.
Syeikh Abdul Qadir berkata, "Kalimat tauhid akan sulit hadir pada seorang individu yang belum di talqin dengan zikir bersilsilah kepada Rasullullah oleh mursyidnya saat menghadapi sakaratul maut".
Karena itulah Syeikh Abdul Qadir selalu mengulang-ulang syair yang berbunyi: Wahai yang enak diulang dan diucapkan (kalimat tauhid) jangan engkau lupakan aku saat perpisahan (maut).
Pada tahun 521 H/1127 M, dia mengajar dan berfatwa dalam semua madzhab pada masyarakat sampai dikenal masyarakat luas. Selama 25 tahun Syeikh Abdul Qadir menghabiskan waktunya sebagai pengembara sufi di Padang Pasir Iraq dan akhirnya dikenal oleh dunia sebagai tokoh sufi besar dunia Islam. Selain itu dia memimpin madrasah dan ribath di Baghdad yang didirikan sejak 521 H sampai wafatnya di tahun 561 H. Madrasah itu tetap bertahan dengan dipimpin anaknya Abdul Wahab (552-593 H/1151-1196 M), diteruskan anaknya Abdul Salam (611 H/1214 M). Juga dipimpin anak kedua Syeikh Abdul Qadir, Abdul Razaq (528-603 H/1134-1206 M), sampai hancurnya Baghdad pada tahun 656 H/1258 M.
Syeikh Abdul Qadir juga dikenal sebagai pendiri sekaligus penyebar salah satu tarekat terbesar didunia bernama Tarekat Qodiriyah.
Ia wafat pada hari Sabtu malam, setelah magrib, pada tanggal 9 Rabiul akhir di daerah Babul Azajwafat di Baghdad pada 561 H/1166 M. `
[sunting] Pranala luar
Toko Buku Terjemah Karya-Karya Syeh Abdul Qadir Al JaelaniDalam Wiki Berbahasa Arab
Situs Tarekat Qadiriyah
[sunting] Referensi
Langganan:
Postingan (Atom)