Ramadhan & Lailatul Qadar : Awas, malam genap juga Lailatul Qadar!
Dalam makalah sebelum ini, kita telah mengkaji hadits-hadits Nabi SAW yang memerintahkan untuk mencari lailatu qadar pada malam-malam ganjil dalam sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan. Hadits-hadits tersebut menjelaskan bahwa lailatul qadar pada zaman Nabi SAW pernah atau sangat mungkin terjadi pada malam 21, 23, 25, 27, atau 29 Ramadhan. Dalam makalah kali ini, kita akan mengjaji hadits-hadits Nabi SAW yang memerintahkan untuk mencari lailalatul qadar pada malam-malam genap dalam sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan.Jangan kaget! Sangat mungkin lailatul qadar terjadi pada malam-malam yang genap dalam sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan. Lailatul qadar sangat mungkin terjadi pada malam ke-22, 24, 26, 28, atau 30 Ramadhan. Dengan begitu, kita tidak boleh memburunya pada malam-malam ganjil belaka. Kesungguhan dalam melaksanakan shalat tarawih, witir, tadarus Al-Qur'an, doa, dzikir, istighfar, dan amal-amal shalih lainnya di malam yang genap tetap harus dijaga. Berikut ini dalil-dalil yang menegaskan hal ini. Hadits Pertama
Dalam kitab shahihnya, imam Ibnu Khuzaimah menempatkan hadits ini di bawah judul ‘Bab perintah mencari lailatul qadar pada malam terakhir Ramadhan, karena boleh jadi pada sebagian tahun lailatul qadar terjadi pada malam tersebut'.
Sebagaimana kita ketahui bersama, Ramadhan terkadang terdiri dari 29 hari dan terkadang 30 hari. Dengan demikian, hari terakhir terkadang adalah hari ke-30. Nabi SAW memerintahkan umatnya untuk mencari lailatul qadar pada malam terakhir Ramadhan. Sehingga, terkadang lailatul qadar terjadi pada malamke-30 Ramadhan.
Hadits Kedua
Hadits ketiga
Al-Qur'an pertama kali diturunkan dari Lauh Mahfuzh ke langit dunia pada malam lailatul qadar. Nabi SAW menjelaskan bahwa peristiwa itu terjadi pada malam genap, yaitu malam ke-24 Ramadhan.
Hadits keempat
Beliau lantas menemui para sahabat dan bersabda, "Wahai orang-orang, sungguh telah dijelaskan kepadaku lailatul qadar dan aku keluar dari tenda untuk memberitahukannya kepada kalian. Namun ada dua orang yang bertengkar disertai oleh setan, sehingga aku terlupakan dari lailatul qadar. Maka carilah lailatl qadar pada sepuluh malam yang terakhir! Carilah ia pada malam ke-9 atau ke-7 atau ke-5!"
Abu Nadhrah (tabi'in perawi hadits) bertanya kepada Abu Sa'id Al-Khudri RA: "Wahai Abu Sa'id, kalian (generasi sahabat) lebih mengetahui bilangan daripada kami (generasi tabi'in)."
Abu Sa'id menjawab, "Tentu saja, kami lebih mengetahuinya daripada kalian."
Abu Nadhrah bertanya, "Apakah maksud malam ke-9, ke-7, dank e-5 itu?"
Abu Sa'id menjawab, "Jika malam ke-21 telah terjadi, maka malam berikutnya adalah malam ke-22. Itulah maksud dari malam ke-9. Jika malam ke-23 telah terjadi (maka malam berikutnya adalah malam ke-24—edt), itulah maksud dari malam ke-7. Jika malam ke-25 telah terjadi (maka malam berikutnya adalah malam ke-25—edt), ituah maksud dari malam ke-5." (HR. Muslim no. 1996 dan Ahmad no. 10654)
Inilah penafsiran dari Abu Sa'id Al-Khudri RA bahwa lailatul qadar terjadi pada malam-malam genap. Abu Sa'id Al-Khudri juga merupakan perawi hadits yang menjelaskan lailatul qadar terjadi pada malam ke-21 sebagaimana telah dijelaskan dalam makalah sebelumnya. Hal ini menguatkan kemungkinan bahwa lailatul qadar bisa saja terjadi pada malam genap.
Hadits kelima
Hadits keenam
Hadits ketujuh
Aku (Abu Dzar RA) bertanya, "Wahai Rasulullah, apa tidak sebaiknya Anda menghabiskan sisa malam ini dengan shalat malam bersama kami?"
Beliau SAW menjawab, "Tidak perlu. Jika seseorang telah melakukan shalat malam bersama imam sampai imam selesai, maka dicatat baginya telah shalat semalam suntuk."
Pada malam berikutnya, beliau tidak melakukan shalat malam bersama kami. PAda malam kedua puluh delapan, beliau SAW mengumpulkan seluruh keluarganya dan orang-orang juga berkumpul. Maka pada malam itu beliau kembali melakukan shalat malam (semalam suntuk—edt) sampai kami hampir kehilangan waktu kemenangan."
Jubair bin Nufair bertanya, "Apakah waktu kemenangan itu?"
Abu Dzar menjawab, "Yaitu makan sahur. Wahai anak saudaraku, setelah itu sampai akhir bulan Ramadhan, beliau tidak melakukan shalat malam bersama kami lagi."
(HR. Ahmad no. 20450. Sanadnya shahih)
Hadits ini diriwayatkan dengan lafal yang lebih ringkas oleh An-Nasai dan lainnya sebagai berikut,
Lalu datanglah malam keempat dari malam yang terakhir, beliau tidak mengimami kami shalat malam. Ketika tiba tiga malam terakhir, beliau menyuruh anak-anak perempuan dan istri-istri beliau (untuk berkumpul shalat malam). Beliau juga mengerahkan masyarakat (untuk shalat malam). Maka beliau mengimami kami shalat malam sampai kami khawatir luput dari kemenangan (makan sahur). Setelah itu sampai akhir bulan, beliau tidak mengimami shalat malam lagi." (HR. An-Nasai no. 1347, At-Tirmidzi no. 734, Abu Daud no. 1167, Ibnu Majah no. 1317, dan Ad-Darimi no. 1713. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan An-Nasai)
Kesungguhan Rasulullah SAW mengimami shalat tarawih dan witir sampai sepertiga malam (pada malam ke-24), setengah malam (pada malam ke-26), dan semalam suntuk (pada malam ke-28) dengan mengumpulkan anak, istri, dan masyarakat ini merupakan sebuah isyarat bahwa pada malam-malam tersebut sangat mungkin terjadi lailatul qadar.
Jadi, tidak ada alasan untuk bersantai dan libur dari melakukan amal shalih di malam-malam genap. Siapa tahu, lailatul qadar mala mini justru terjadi di malam genap yang kita remehkan?
Wallahu a'lam bish-shawab
Hadits ini menunjukkan bahwa lailatul qadar bisa terjadi pada malam genap maupun malam ganjil, karena bulan Ramadhan terkadang dua puluh Sembilan hari dan terkadang tiga puluh hari.
Al-Qadhi Iyadh bin Musa Al-Yahsubi berkata, "Hadits ini mengisyaratkan bahwa lailatul qadar terjadi di akhir bulan, karena bulan dalam bentuk seperti itu hanyalah terbit di akhir-akhir bulan."
Kesimpulan
Dari keseluruhan hadits tentang lailatul qadar, para ulama menyimpulkan sebagai berikut:
Dari keseluruhan hadits tentang lailatul qadar, para ulama menyimpulkan sebagai berikut:
Dari Ibnu Abbas RA bahwasanya Nabi SAW bersabda, "Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, yaitu pada Sembilan malam yang terakhir, atau tujuh malam yang terakhir, atau lima malam yang terakhir." (HR. Bukhari no. 2021, Abu Daud no. 1173, dan Ahmad no. 1948)
4. Hikmah disembunyikannya pengetahuan tentang kepastian waktu terjadinya lailatul qadar adalah agar kaum muslimin bersemangat dalam mencarinya dengan menghidupkan seluruh bulan Ramadhan, terlebih lagi sepuluh malam terakhir, dengan amal-amal kebajikan. (Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, 4/313)
Amalan dan Doa Andalan Lailatul Qadar
Pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, kita dianjurkan untuk giat berdoa, dzikir, istighfar, shalat tarawih dan witir, tadarus Al-Qur'an, sedekah, dan amal kebajikan lainnya. Semua doa yang berasal dari Al-Qur'an dan hadits shahih layak untuk dibaca. Meski demikian, Rasulullah SAW juga mengajarkan sebuah doa khusus untuk sering dibaca.
Wallahu a'lam bish shawab
Ramadhan & Lailatul Qadar : Kupas tuntas tanda-tanda Lailatul Qadar
Di tengah masyarakat berkembang banyak dongeng antah berantah dan khurafat mengenai tanda-tanda lailatul qadar. Ada yang menyatakan, pada malam tersebut semua benda bersujud. Ada yang mengatakan, tanda adalah semua benda bersinar terang, walau benda mati dan tempat gelap sekalipun. Sebagian lagi bercerita, pada malam itu semua anjing khusyu' dan tidak menggonggong. Syahdan, konon katanya, dan hikayat-hikayat lain yang ngelantur seputar lailatul qadar cukup banyak. Sayangnya, dongeng-dongeng tersebut membekas di hati banyak orang, sehingga mereka jadikan sebagai tolok ukur dapat-tidaknya lailatul qadar. Menurut anggapan mereka, jika tidak menemukan gejala-gejala luar biasa seperti itu, berarti tidak mendapatkan lailatul qadar. Tak heran apabila banyak di antara mereka beranggapan, siapa mendapatkan lailatul qadar akan menjadi orang sakti mandraguna, lancar rejekinya, mudah jodohnya, moncer karirnya, dan seterusnya.
Lailatul qadar adalah malam agung yang waktu Wnya sengaja dirahasiakan oleh Allah SWT. Hikmahnya, manusia berlomba-lomba mengisi seluruh malam Ramadhan dengan amal-amal kebajikan. Bagaimana pun juga, lailatul qadar adalah karunia agung untuk hamba-hamba Allah yang terpilih. Pilihan Allah SWT tentu menyapa orang-orang yang bertakwa dan senantiasa berbuat ihsan. Meski waktu Wnya dirahasiakan, Allah SWT dan Rasul-Nya SAW telah menjelaskan pertanda-pertanda yang bisa mengarahkan umat Islam untuk menggapai lailatul qadar. Tanda-tanda lailatul qadar sebagaimana dijelaskan oleh Allah dan Rasul-Nya adalah sebagai berikut.
Pertama
Banyaknya para malaikat yang turun ke dunia pada malam tersebut sampai datangnya waktu shubuh. Mereka dipimpin oleh malaikat Jibril. Pertanda ini merupakan peristiwa ghaib yang tidak bisa ditangkap oleh panca indra manusia.
Kedua
Keselamatan turun menyelimuti hamba-hamba Allah yang taat beribadah kepada-Nya, sampai datangnya waktu subuh. Para malaikat turun dengan membawa kebaikan, keberkahan, dan ketenangan. Oleh karenanya, pada malam tersebut orang-orang mukmin merasakan ketenangan hati, kekhusyu'an, dan kelezatan ibadah; melebihi ketenangan, kekhusyu'an, dan kelezatan ibadah di malam-malam yang lain.
Kedua pertanda ini dijelaskan Allah SWT dalam firman-Nya,
Juga dijelaskan oleh Nabi SAW dalam sebuah hadits,
Ketiga
Malam itu langit cerah dan tidak berawan. Suasana tampak terang benderang seakan-akan muncul bulan yang menyinari bintang-bintang. Angin bertiup tenang. Suhu uhara sedang, tidak terlalu panas dan terlalu dingin. Hal ini bersifat relativ, suhu udara setiap daerah tentu berbeda. Maksud dari suhu udara sedang, tidak panas dan tidak dingin adalah bila dibandingkan dengan malam-malam sebelum dan sesudahnya.
Keempat
Udara Matahari terbit pada keesokan harinya seperti mangkuk yang putih cemerlang, tiada noda bintik sedikit pun padanya, dan sinarnya tidak terik membakar. Para ulama menjelaskan rahasianya adalah begitu banyaknya malaikat yang turun ke bumi pada malam tersebut. Ketika fajar waktu Subuh terbit, maka para malaikat naik kembali ke langit. Maka bentangan sayap-sayap mereka atau cahaya terang mereka menutupi sinar matahari. (Shahih Muslim bi-Syarh An-Nawawi, 8/65, Ikmalul Mu'alim Syarh Shahih Muslim, 4/148, Al-Mufhim ‘ala Maa Asykala min Shahih Muslim, 2/391, dan Faidhul Qadir Syarh Jami' Shaghir, 5/396)
Kelima
Keesokan paginya, matahari terbit tanpa disertai oleh kemunculan setan. Setiap hari sepanjang tahun, matahari terbit di antara dua tanduk setan. Namun khusus pagi lailatul qadar, setan tidak kuasa untuk menyertai terbitnya matahari. Sebagaimana diriwayatkan oleh Amru bin Abasah As-Sulami RA berkata, "Wahai Nabiyullah! Beritahukanlah kepadaku apa yang Allah ajarkan kepadamu dan aku tidak mengetahuinya. Ajarkan pula shalat kepadaku!" Maka beliau SAW bersabda, "Lakukanlah shalat Subuh! Lalu janganlah melakukan shalat sampai matahari terbit hingga naik meninggi. Karena pada waktu terbit, matahari terbit di antara dua tanduk setan, dan pada saat itulah orang-orang kafir bersujud kepada matahari…" (HR. Muslim no. 832)
Pertanda ketiga, keempat, dan kelima ini disebutkan dalam hadits-hadits berikut,
Dalam riwayat lain dengan lafal,
Keenam
Malam harinya turun hujan deras, sehingga tanah becek dan berlumpur. Pertanda ini dijelaskan dalam hadits-hadits berikut.
Dari Abu Sa'id Al-Khudri RA berkata: "Rasulullah SAW melakukan I'tikaf pada sepuluh hari pertama bulan Ramadhan. Beliau SAW kemudian melakukan I'tikaf pada sepuluh hari pertengahan (kedua) bulan Ramadhan, dalam sebuah tenda Turki dengan beralaskan selembar tikar. Beliau lalu menarik tikar tersebut dan menyingkirkannya ke pinggir tenda. Beliau mengeluarkan kepalanya dari dalam tenda dan berbicara kepada orang-orang, maka mereka mendekat kepada beliau.
Beliau lalu bersabda, "Sesungguhnya aku pernah beri'tikaf pada sepuluh hari pertama dalam bulan Ramadhan untuk mencari lailatul qadar ini. Aku kemudian melakukan I'tikaf pada sepuluh hari pertengahan (kedua) dalam bulan Ramadhan. Aku lalu didatangi (malaikat dalam mimpiku) dan dikatakan kepadaku sesungguhnya lailatul qadar itu terjadi pada sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadhan.Barangsiapa di antara kalian hendak melakukan I'tikaf, maka hendaklah ia beri'tikaf." Maka para shahabat beri'tikaf bersama beliau.
Beliau SAW bersabda, "Sesungguhnya ditunjukkan kepadaku (dalam mimpiku) bahwa lailatul qadar terjadi pada malam yang ganjil dan keesokan paginya aku sujud di atas lumpur dan air." Pagi itu beliau berada pada malam kedua puluh satu Ramadhan. Beliau berdiri melakukan shalat Subuh, tiba-tiba langit menurunkan hujan, sehingga masjid terkena curahan hujan. Aku bias melihat lumpur dan air. Selesai shalat Subuh, aku melihat lumpur dan air menempel pada dahi dan batang hidung beliau SAW. Rupanya lailatul qadar (tahun tersebut—edt) terjadi pada malam kedua puluh satu dari sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan." (HR. Bukhari no. 2018, Muslim no. 1194, An-Nasai no. 1339, Abu Daud no. 1174, dan Ahmad no. 10757, dengan lafal Muslim)
Dari Abdullah bin Unais Al-Juhani RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Diperlihatkan kepadaku (dalam mimpi) lailatul qadar namun aku kemudian terlupa. Aku juga masih ingat dalam mimpiku aku sujud di waktu shalat Subuh di atas lumpur dan air." Abdullah bin Unais berkata: "Pada malam kedua puluh tiga, hujan turun kepada kami. Rasulullah SAW mengimami kami shalat Subuh. Usai shalat, bekas lumpur dan air membekas pada dahi dan batang hidung beliau SAW." Abdullah bin Unais berkata: "Malam itu adalah malam kedua puluh tiga." (HR. Muslim no. 1997 dan Ahmad no. 15467)
Inilah tanda-tanda lailatul qadar yang dijelaskan dalam Al-Qur'an dan hadits-hadits yang shahih.
Catatan Penting: Arrahmah.com
Saif Al Battar
Dalam makalah sebelum ini, kita telah mengkaji hadits-hadits Nabi SAW yang memerintahkan untuk mencari lailatu qadar pada malam-malam ganjil dalam sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan. Hadits-hadits tersebut menjelaskan bahwa lailatul qadar pada zaman Nabi SAW pernah atau sangat mungkin terjadi pada malam 21, 23, 25, 27, atau 29 Ramadhan. Dalam makalah kali ini, kita akan mengjaji hadits-hadits Nabi SAW yang memerintahkan untuk mencari lailalatul qadar pada malam-malam genap dalam sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan.Jangan kaget! Sangat mungkin lailatul qadar terjadi pada malam-malam yang genap dalam sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan. Lailatul qadar sangat mungkin terjadi pada malam ke-22, 24, 26, 28, atau 30 Ramadhan. Dengan begitu, kita tidak boleh memburunya pada malam-malam ganjil belaka. Kesungguhan dalam melaksanakan shalat tarawih, witir, tadarus Al-Qur'an, doa, dzikir, istighfar, dan amal-amal shalih lainnya di malam yang genap tetap harus dijaga. Berikut ini dalil-dalil yang menegaskan hal ini. Hadits Pertama
عَنْ مُعَاوِيَةَ بنِ أَبي سُفيانَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ
رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم : «التَمِسُوا لَيْلَةَ القَدْرِ في
آخِرِ لَيْلَةٍ»
Dari Mu'awiyah bin Abi Sufyan RA berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Carilah lailatul qadar pada malam terakhir Ramadhan!"
(HR. Muhammad bin Nashr Al-Marwazi dalam kitab Ash-Shalat dan Ibnu
Khuzaimah no. 2189. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits
Ash-Shahihah no. 1471 dan Shahih Jami' Shaghir no. 1238)Dalam kitab shahihnya, imam Ibnu Khuzaimah menempatkan hadits ini di bawah judul ‘Bab perintah mencari lailatul qadar pada malam terakhir Ramadhan, karena boleh jadi pada sebagian tahun lailatul qadar terjadi pada malam tersebut'.
Sebagaimana kita ketahui bersama, Ramadhan terkadang terdiri dari 29 hari dan terkadang 30 hari. Dengan demikian, hari terakhir terkadang adalah hari ke-30. Nabi SAW memerintahkan umatnya untuk mencari lailatul qadar pada malam terakhir Ramadhan. Sehingga, terkadang lailatul qadar terjadi pada malamke-30 Ramadhan.
Hadits Kedua
عَنْ عُيَيْنَةَ بنِ عَبدِالرَّحمنِ قَالَ: حَدَّثَني أَبي
قَالَ: «ذُكِرَتْ لَيْلَةُ القَدْرِ عِنْدَ أَبي بَكْرَةَ فَقالَ: مَا أَنا
مُلْتَمِسُهَا لِشَيءٍ سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم
إِلا في الْعَشْرِ الأَواخِرِ فَإِني سَمِعْتُهُ يَقولُ: التَمِسُوهَا في
تِسْعٍ يَبْقينَ، أَو في سَبْعٍ يَبْقينَ، أَو في خَمْسٍ يَبْقينَ أَو في
ثَلاثٍ، أَو آخِرِ لَيْلَةٍ، قَالَ: وكَانَ أَبُو بَكْرَةَ يُصَلِّي في
العِشْرينَ مِنْ رَمَضَانَ كَصَلاتِهِ في سَائِرِ السَّنَةِ فَإِذَا دَخَلَ
العَشْرُ اجْتَهَدَ»
Dari Uyainah bin Abdurrahman berkata: Ayahku (Abdurrahman bin Jausyan
Al-Ghathafani--edt) bercerita, "Disebutkan kepada Abu Bakrah RA tentang
lailatul qadar, maka ia berkata: "Aku tidak akan mencarinya kecuali
pada waktu yang aku dengar penjelasannya dari Rasulullah SAW, yaitu pada
sepuluh malam terakhir Ramadhan. Aku mendengar beliau SAW bersabda, "Carilah
lailatul qadar pada sembilan malam yang tersisa, atau tujuh malam yang
tersisa, atau lima malam yang tersisa, atau tiga malam yang tersisa, atau pada malam terakhir!"
Pada dua puluh malam pertama bulan Ramadhan, shalat malam Abu Bakrah
adalah seperti shalat malamnya pada waktu lain sepanjang tahun. Namun
pada sepuluh malam terakhir Ramadhan, ia lebih bersungguh-sungguh lagi
dalam beribadah. (HR. Ath-Thayalisi no. 881, Ahmad,5/39, At-Tirmidzi no.
794, An-Nasai dalam As-Sunan Al-Kubra no. 3403, Al-Bazzar no. 3681, dan
Ath-Thabarani dalam Musnad Asy-Syamiyyin no. 1119. At-Tirmidzi berkata:
Hadits ini hasan shahih)Hadits ketiga
Al-Qur'an pertama kali diturunkan dari Lauh Mahfuzh ke langit dunia pada malam lailatul qadar. Nabi SAW menjelaskan bahwa peristiwa itu terjadi pada malam genap, yaitu malam ke-24 Ramadhan.
عَنْ وَاثِلَةَ بْنِ الأَسْقَع رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : أُنْزِلَتْ صُحُفُ
إِبْرَاهِيم فِي أَوَّلِ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ ، وَأُنْزِلَتْ
التَّوْرَاةُ لِسِتٍّ مَضَيْنَ مِنْ رَمَضَانَ ، وَالإِنْجِيلُ لِثَلاثَ
عَشْرَةَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ ، وَأُنْزِلَ الْقُرْآنُ لأَرْبَعٍ
وَعِشْرِينَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ
Dari Watsilah bin Al-Asqa' RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Shuhuf
Ibrahim diturunkan pada malam pertama Ramadhan, Taurat diturunkan pada
malam keenam Ramadhan, Injil diturunkan pada malam ketiga belas Ramadhan, dan Al-Qur'an diturunkan pada malam kedua puluh empat Ramadhan."
(HR. Ahmad no. 16370, Ibnu Jarir Ath-Thabari, Muhammad bin Nashr
Al-Marwazi, Ibnu Abi Hatim, Ath-Thabarani, dan Al-Baihaqi dalam Syu'abul
Iman)Hadits keempat
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
: اعْتَكَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعَشْرَ
الأَوْسَطَ مِنْ رَمَضَانَ يَلْتَمِسُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ قَبْلَ أَنْ
تُبَانَ لَهُ ، فَلَمَّا انْقَضَيْنَ أَمَرَ بِالْبِنَاءِ فَقُوِّضَ ،
ثُمَّ أُبِينَتْ لَهُ أَنَّهَا فِي الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ فَأَمَرَ
بِالْبِنَاءِ فَأُعِيدَ ، ثُمَّ خَرَجَ عَلَى النَّاسِ فَقَالَ : يَا
أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّهَا كَانَتْ أُبِينَتْ لِي لَيْلَةُ الْقَدْرِ
وَإِنِّي خَرَجْتُ لأُخْبِرَكُمْ بِهَا فَجَاءَ رَجُلانِ يَحْتَقَّانِ
مَعَهُمَا الشَّيْطَانُ فَنُسِّيتُهَا ، فَالْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ
الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ الْتَمِسُوهَا فِي التَّاسِعَةِ وَالسَّابِعَةِ
وَالْخَامِسَةِ .
قَالَ قُلْتُ : يَا أَبَا سَعِيدٍ إِنَّكُمْ أَعْلَمُ
بِالْعَدَدِ مِنَّا ، قَالَ : أَجَلْ نَحْنُ أَحَقُّ بِذَلِكَ مِنْكُمْ ،
قَالَ قُلْتُ : مَا التَّاسِعَةُ وَالسَّابِعَةُ وَالْخَامِسَةُ ؟
قَالَ : إِذَا مَضَتْ وَاحِدَةٌ وَعِشْرُونَ فَالَّتِي
تَلِيهَا ثِنْتَيْنِ وَعِشْرِينَ وَهِيَ التَّاسِعَةُ فَإِذَا مَضَتْ
ثَلاثٌ وَعِشْرُونَ فَالَّتِي تَلِيهَا السَّابِعَةُ فَإِذَا مَضَى خَمْسٌ
وَعِشْرُونَ فَالَّتِي تَلِيهَا الْخَامِسَةُ )) .
Dari Abu Sa'id Al-Khudri RA berkata: "Rasulullah SAW melakukan
I'tikaf pada sepuluh hari pertengahan Ramadhan untuk mencari lailatul
qadar sebelum dijelaskan kepada beliau berdasar wahyu. Ketika sepuluh
hari pertengahan Ramadhan telah selesai, beliau SAW memerintahkan agar
tenda beliau dibongkar, maka tenda itu dibongkar. Lalu dijelaskan kepada
beliau (berdasar wahyu) bahwa lailatul qadar terjadi pada sepuluh malam
yang terakhir, maka beliau memerintahkan untuk ditegakkan tenda
kembali.Beliau lantas menemui para sahabat dan bersabda, "Wahai orang-orang, sungguh telah dijelaskan kepadaku lailatul qadar dan aku keluar dari tenda untuk memberitahukannya kepada kalian. Namun ada dua orang yang bertengkar disertai oleh setan, sehingga aku terlupakan dari lailatul qadar. Maka carilah lailatl qadar pada sepuluh malam yang terakhir! Carilah ia pada malam ke-9 atau ke-7 atau ke-5!"
Abu Nadhrah (tabi'in perawi hadits) bertanya kepada Abu Sa'id Al-Khudri RA: "Wahai Abu Sa'id, kalian (generasi sahabat) lebih mengetahui bilangan daripada kami (generasi tabi'in)."
Abu Sa'id menjawab, "Tentu saja, kami lebih mengetahuinya daripada kalian."
Abu Nadhrah bertanya, "Apakah maksud malam ke-9, ke-7, dank e-5 itu?"
Abu Sa'id menjawab, "Jika malam ke-21 telah terjadi, maka malam berikutnya adalah malam ke-22. Itulah maksud dari malam ke-9. Jika malam ke-23 telah terjadi (maka malam berikutnya adalah malam ke-24—edt), itulah maksud dari malam ke-7. Jika malam ke-25 telah terjadi (maka malam berikutnya adalah malam ke-25—edt), ituah maksud dari malam ke-5." (HR. Muslim no. 1996 dan Ahmad no. 10654)
Inilah penafsiran dari Abu Sa'id Al-Khudri RA bahwa lailatul qadar terjadi pada malam-malam genap. Abu Sa'id Al-Khudri juga merupakan perawi hadits yang menjelaskan lailatul qadar terjadi pada malam ke-21 sebagaimana telah dijelaskan dalam makalah sebelumnya. Hal ini menguatkan kemungkinan bahwa lailatul qadar bisa saja terjadi pada malam genap.
Hadits kelima
(( عن ابْن عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هِيَ فِي الْعَشْرِ
الأَوَاخِرِ هِيَ فِي تِسْعٍ يَمْضِينَ أَوْ فِي سَبْعٍ يَبْقَيْنَ يَعْنِي
لَيْلَةَ الْقَدْرِ ؛ وَعَنْ خَالِدٍ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ
: الْتَمِسُوا فِي أَرْبَعٍ وَعِشْرِينَ ))
Dari Ibnu Abbas RA berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Lailatul qadar terjadi pada sepuluh malam yang terakhir, yaitu setelah sembilan malam berlalu atau pada tujuh malam yang tersisa." Dari Khalid dari Ikrimah dari Ibnu Abbas berkata: "Carilah lailatul qadar pada malam kedua puluh empat!" (HR. Bukhari no. 2024, Abu Daud no. 1173, dan Ahmad no. 1948)Hadits keenam
عَنْ بِلالٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ أَرْبَعٍ وَعِشْرِينَ
Dari Bilal RA bahwasanya Nabi SAW bersabda, "Lailatul qadar adalah
malam kedua puluh empat." (HR. Ahmad no. 2765 dan Ath-Thabarani dalam
Al-Mu'jam Al-Kabir, 1/360. Imam Al-Haitsami dalam Majmauz Zawaid, 3/176,
menyatakan hadits ini hasan)Hadits ketujuh
(( عَنْ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ :
صُمْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَمَضَانَ
فَلَمْ يَقُمْ بِنَا شَيْئًا مِنْ الشَّهْرِ حَتَّى إِذَا كَانَ لَيْلَةُ
أَرْبَعٍ وَعِشْرِينَ قَامَ بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ حَتَّى كَادَ أَنْ يَذْهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ ، فَلَمَّا
كَانَتْ اللَّيْلَةُ الَّتِي تَلِيهَا لَمْ يَقُمْ بِنَا فَلَمَّا كَانَتْ
لَيْلَةُ سِتٍّ وَعِشْرِينَ قَامَ بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى كَادَ أَنْ يَذْهَبَ شَطْرُ اللَّيْلِ ، قَالَ
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ نَفَّلْتَنَا بَقِيَّةَ لَيْلَتِنَا
هَذِهِ قَالَ لا إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى
يَنْصَرِفَ حُسِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ فَلَمَّا كَانَتْ اللَّيْلَةُ
الَّتِي تَلِيهَا لَمْ يَقُمْ بِنَا ، فَلَمَّا أَنْ كَانَتْ لَيْلَةُ
ثَمَانٍ وَعِشْرِينَ جَمَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَهْلَهُ وَاجْتَمَعَ لَهُ النَّاسُ فَصَلَّى بِنَا رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى كَادَ يَفُوتُنَا
الْفَلاحُ ، قَالَ قُلْتُ : وَمَا الْفَلاحُ ؟ قَالَ : السُّحُورُ ، ثُمَّ
لَمْ يَقُمْ بِنَا يَا ابْنَ أَخِي شَيْئًا مِنْ الشَّهْرِ ))
Dari Jubair bin Nufair dari Abu Dzar Al-Ghifari RA berkata: "Kami
melakukan shaum Ramadhan bersama Rasulullah SAW. Sejak awal Ramadhan
beliau belum pernah melakukan shalat malam (tarawih dan witir)
berjama'ah dengan kami. Pada malam kedua puluh empat, Rasulullah SAW
mengimami kami shalat malam sampai hampir sepertiga malam pertama
berlalu. Pada malam berikutnya, beliau SAW tidak melakukan shalat malam
bersama kami. Pada malam kedua puluh enam, beliau SAW melakukan shalat
malam berjama'ah dengan kami sehingga hampir setengah malam berlalu.Aku (Abu Dzar RA) bertanya, "Wahai Rasulullah, apa tidak sebaiknya Anda menghabiskan sisa malam ini dengan shalat malam bersama kami?"
Beliau SAW menjawab, "Tidak perlu. Jika seseorang telah melakukan shalat malam bersama imam sampai imam selesai, maka dicatat baginya telah shalat semalam suntuk."
Pada malam berikutnya, beliau tidak melakukan shalat malam bersama kami. PAda malam kedua puluh delapan, beliau SAW mengumpulkan seluruh keluarganya dan orang-orang juga berkumpul. Maka pada malam itu beliau kembali melakukan shalat malam (semalam suntuk—edt) sampai kami hampir kehilangan waktu kemenangan."
Jubair bin Nufair bertanya, "Apakah waktu kemenangan itu?"
Abu Dzar menjawab, "Yaitu makan sahur. Wahai anak saudaraku, setelah itu sampai akhir bulan Ramadhan, beliau tidak melakukan shalat malam bersama kami lagi."
(HR. Ahmad no. 20450. Sanadnya shahih)
Hadits ini diriwayatkan dengan lafal yang lebih ringkas oleh An-Nasai dan lainnya sebagai berikut,
(( صُمْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ رَمَضَانَ فَلَمْ يَقُمْ بِنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى بَقِيَ سَبْعٌ مِنْ الشَّهْرِ فَقَامَ بِنَا
حَتَّى ذَهَبَ نَحْوٌ مِنْ ثُلُثِ اللَّيْلِ ، ثُمَّ كَانَتْ سَادِسَةٌ
فَلَمْ يَقُمْ بِنَا ، فَلَمَّا كَانَتْ الْخَامِسَةُ قَامَ بِنَا حَتَّى
ذَهَبَ نَحْوٌ مِنْ شَطْرِ اللَّيْلِ ، قُلْنَا : يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ
نَفَلْتَنَا قِيَامَ هَذِهِ اللَّيْلَةِ ، قَالَ : إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا
صَلَّى مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ حُسِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ ،
قَالَ ثُمَّ كَانَتْ الرَّابِعَةُ فَلَمْ يَقُمْ بِنَا ، فَلَمَّا بَقِيَ
ثُلاثٌ مِنْ الشَّهْرِ أَرْسَلَ إِلَى بَنَاتِهِ وَنِسَائِهِ وَحَشَدَ
النَّاسَ فَقَامَ بِنَا حَتَّى خَشِينَا أَنْ يَفُوتَنَا الْفَلاحُ ثُمَّ
لَمْ يَقُمْ بِنَا شَيْئًا مِنْ الشَّهْرِ ))
"Kami melakukan shaum Ramadhan bersama Rasulullah SAW. Selama itu,
beliau SAW tidak mengimami kami shalat malam. Sampai akhirnya tersisa
tujuh hari, maka beliau mengimami kami shalat malam sehingga berlalu
waktu sepertiga malam. Lalu tersisa enam hari, namun beliau tidak
mengimami kami shalat malam. Ketika malam kelima dari malam yang
terakhir, beliau mengimami kami shalat sehingga berlalu setengah waktu
malam. Kami berkata: "Wahai Rasulullah, apakah tidak sebaiknya Anda
mengimami kami semalam suntuk pada malam ini?" Beliau menjawab, "Jika
seseorang melakukan shalat malam bersama imam sampai imam selesai, maka
telah dicatat baginya shalat satu malam suntuk."Lalu datanglah malam keempat dari malam yang terakhir, beliau tidak mengimami kami shalat malam. Ketika tiba tiga malam terakhir, beliau menyuruh anak-anak perempuan dan istri-istri beliau (untuk berkumpul shalat malam). Beliau juga mengerahkan masyarakat (untuk shalat malam). Maka beliau mengimami kami shalat malam sampai kami khawatir luput dari kemenangan (makan sahur). Setelah itu sampai akhir bulan, beliau tidak mengimami shalat malam lagi." (HR. An-Nasai no. 1347, At-Tirmidzi no. 734, Abu Daud no. 1167, Ibnu Majah no. 1317, dan Ad-Darimi no. 1713. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan An-Nasai)
Kesungguhan Rasulullah SAW mengimami shalat tarawih dan witir sampai sepertiga malam (pada malam ke-24), setengah malam (pada malam ke-26), dan semalam suntuk (pada malam ke-28) dengan mengumpulkan anak, istri, dan masyarakat ini merupakan sebuah isyarat bahwa pada malam-malam tersebut sangat mungkin terjadi lailatul qadar.
Jadi, tidak ada alasan untuk bersantai dan libur dari melakukan amal shalih di malam-malam genap. Siapa tahu, lailatul qadar mala mini justru terjadi di malam genap yang kita remehkan?
Wallahu a'lam bish-shawab
Ramadhan & Lailatul Qadar : Jurus andalan untuk Lailatul Qadar
Banyak hadits menunjukkan lailatul qadar terjadi pada malam ganjil dalam sepuluh malam terakhir Ramadhan. Hadits yang tak kalah banyaknya justru menegaskan lailatul qadar terjadi pada malam genap dalam sepuluh malam terakhir Ramadhan. Kini kita akan mengkaji hadits-hadits Nabi SAW yang memerintahkan untuk mencari lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan secara keseluruhan, baik malam yang ganjil maupun malam yang genap. Hadits-hadits tersebut antara lain adalah sebagai berikut.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : أُرِيتُ لَيْلَةَ
الْقَدْرِ ثُمَّ أَيْقَظَنِي بَعْضُ أَهْلِي فَنُسِّيتُهَا فَالْتَمِسُوهَا
فِي الْعَشْرِ الْغَوَابِرِ
Dari Abu Hurairah RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda,
"Diperlihatkan kepadaku lailatul qadar dalam mimpi, namun sebagian
istriku terlanjur membangunkanku dari tidurku sehingga aku terlupakan
dari mengingat waktunya. Maka hendaklah kalian mencari lailatul qadar
pada sepuluh malam yang terakhir." (HR. Muslim no. 1992, Ahmad no. 7546,
dan Ad-Darimi no. 1716 )
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْتَمِسُوهَا فِي
الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي تَاسِعَةٍ
تَبْقَى فِي سَابِعَةٍ تَبْقَى فِي خَامِسَةٍ تَبْقَى
Dari Ibnu Abbas RA bahwasanya Nabi SAW bersabda, "Carilah lailatul
qadar pada sepuluh malam terakhir bulan RAmadhan, yaitu pada Sembilan
malam yang terakhir, atau tujuh malam yang terakhir, atau lima malam
yang terakhir." (HR. Bukhari no. 2021, Abu Daud no. 1173, dan Ahmad no.
1948)Hadits ini menunjukkan bahwa lailatul qadar bisa terjadi pada malam genap maupun malam ganjil, karena bulan Ramadhan terkadang dua puluh Sembilan hari dan terkadang tiga puluh hari.
عَنْ أَبِي الْخَيْرِ عَنْ الصُّنَابِحِيِّ أَنَّهُ قَالَ
لَهُ مَتَى هَاجَرْتَ قَالَ خَرَجْنَا مِنْ الْيَمَنِ مُهَاجِرِينَ
فَقَدِمْنَا الْجُحْفَةَ فَأَقْبَلَ رَاكِبٌ فَقُلْتُ لَهُ الْخَبَرَ
فَقَالَ : دَفَنَّا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُنْذُ
خَمْسٍ قُلْتُ هَلْ سَمِعْتَ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ شَيْئًا قَالَ نَعَمْ
أَخْبَرَنِي بِلالٌ مُؤَذِّنُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَنَّهُ فِي السَّبْعِ فِي الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ
Dari Abul Khair bahwasanya ia bertanya kepada Ash-Shunabihi, "Kapan
engkau berhijrah?" Ash-Shunabihi menjawab, "Kami keluar dari Yaman dan
berangkat hijrah menuju Madinah. Saat kami tiba di Juhfah, tiba-tiba
seorang pengendara datang, maka aku katakana kepadanya ‘Tolong berilah
kabar!' Ia menjawab, "Kami telah memakamkan Nabi SAW lima hari yang
lalu." Aku bertanya kepadanya, "Apakah engkau mendengar suatu hadits
tentang lailatul qadar?" Ia menjawab, "Ya. Bilal muadzin Nabi SAW
memberitahukan kepadaku bahwa ia terjadi pada tujuh malam dari sepuluh
malam terakhir Ramadhan." (HR. Bukhari no. 4470)
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رِجَالاً
مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرُوا
لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْمَنَامِ فِي السَّبْعِ الأَوَاخِرِ فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَرَى رُؤْيَاكُمْ
قَدْ تَوَاطَأَتْ فِي السَّبْعِ الأَوَاخِرِ فَمَنْ كَانَ مُتَحَرِّيهَا
فَلْيَتَحَرَّهَا فِي السَّبْعِ الأَوَاخِرِ.
Dari Ibnu Umar RA bahwasanya beberapa orang sahabat Nabi SAW bermimpi
bahwa lailatul qadar terjadi pada tujuh malam terakhir. Maka Rasulullah
SAW bersabda, "Aku melihat mimpi kalian saling bersesuaian bahwa
lailatul qadar terjadi pada tujuh malam terakhir. Maka barangsiapa
mencarinya, hendaklah ia mencarinya pada tujuh malam terakhir!" (HR.
Bukhari no. 2015, Muslim no. 1985, dan Ahmad no. 4270)
عن ابْن عُمَر رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الْتَمِسُوهَا فِي
الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ يَعْنِي لَيْلَةَ الْقَدْرِ ، فَإِنْ ضَعُفَ
أَحَدُكُمْ أَوْ عَجَزَ فَلا يُغْلَبَنَّ عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِي
Dari Ibnu Umar RA berkata: "Rasulullah SAW bersabda, "Carilah
lailatul qadar pada sepuluh malam yang terakhir! Jika salah seorang di
antara kalian lemah atau tidak mampu, maka janganlah ia terkalahkan dari
mencarinya pada tujuh malam terakhir!" (HR. Muslim no. 1989)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ :
تَذَاكَرْنَا لَيْلَةَ الْقَدْرِ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَيُّكُمْ يَذْكُرُ حِينَ طَلَعَ الْقَمَرُ
وَهُوَ مِثْلُ شِقِّ جَفْنَةٍ
Dari Abu Hurairah RA berkata: "Kami sedang mengingat-ingat lailatul
qadar di sisi Rasulullah SAW, maka beliau bersabda, "Siapakah di antara
kalian yang ingat bahwa waktunya adalah saat bulan terbit laksana
setengah piring?" (HR. Muslim no. 2001)Al-Qadhi Iyadh bin Musa Al-Yahsubi berkata, "Hadits ini mengisyaratkan bahwa lailatul qadar terjadi di akhir bulan, karena bulan dalam bentuk seperti itu hanyalah terbit di akhir-akhir bulan."
Kesimpulan
Dari keseluruhan hadits tentang lailatul qadar, para ulama menyimpulkan sebagai berikut:
Dari keseluruhan hadits tentang lailatul qadar, para ulama menyimpulkan sebagai berikut:
- Lailatul qadar kemungkinan besar terjadi pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan
- Lailatul qadar adalah malam yang berpindah-pindah waktunya setiap tahun. Boleh jadi pada tahun kemarin terjadi pada malam ke-21 Ramadhan, lalu tahun ini terjadi pada malam ke-22, dan tahun mendatang pada malam ke-23, dan sebagainya. Hadits Abu Sa'id Al-Khudri riwayat Muslim mengisahkan lailatul qadar terjadi pada malam ke-21. Hadits Abdullah bin Unais Al-Juhani riwayat Muslim mengisahkan lailatul qadar terjadi pada malam ke-23. Hadits Ibnu Abbas riwayat Ahmad, Al-Baihaqi, dan lain-lain mengisahkan lailatul qadar terjadi pada malam ke-24. Dan seterusnya. Pendapat berpindah-pindahnya lailatul qadar pada setiap tahun dipegangi oleh imam Malik bin Anas, Sufyan Ats-Tsauri, Ahmad bin Hambal, Ishaq bin Rahawaih, Abu Tsaur. Pendapat ini juga diikuti oleh para ulama madzhab Hanafi dan sebagian ulama madzhab Syafi'i. (Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, 4/313 dan Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzab, 6/459)
- Dari sepuluh malam yang terakhir, malam yang paling kuat kemungkinannya adalah malam-malam ganjil; 21, 23, 25, 27 atau 29. Berdasar hadits-hadits berikut:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ
فِي الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
Dari Aisyah RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Carilah dengan
sungguh-sungguh lailatul qadar pada malam yang ganjil dari sepuluh malam
terakhir Ramadhan." (HR. Bukhari no. 2017, Muslim no. 1998, Tirmidzi
no. 722, dan Ahmad no. 23100)Dari Ibnu Abbas RA bahwasanya Nabi SAW bersabda, "Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, yaitu pada Sembilan malam yang terakhir, atau tujuh malam yang terakhir, atau lima malam yang terakhir." (HR. Bukhari no. 2021, Abu Daud no. 1173, dan Ahmad no. 1948)
4. Hikmah disembunyikannya pengetahuan tentang kepastian waktu terjadinya lailatul qadar adalah agar kaum muslimin bersemangat dalam mencarinya dengan menghidupkan seluruh bulan Ramadhan, terlebih lagi sepuluh malam terakhir, dengan amal-amal kebajikan. (Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, 4/313)
Amalan dan Doa Andalan Lailatul Qadar
Pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, kita dianjurkan untuk giat berdoa, dzikir, istighfar, shalat tarawih dan witir, tadarus Al-Qur'an, sedekah, dan amal kebajikan lainnya. Semua doa yang berasal dari Al-Qur'an dan hadits shahih layak untuk dibaca. Meski demikian, Rasulullah SAW juga mengajarkan sebuah doa khusus untuk sering dibaca.
عَنْ عَائشةَ رَضيَ الله عَنْهَا قَالَتْ: قُلتُ: «يا رَسولَ
الله، أَرأَيتَ إنْ عَلِمْتُ أيَّ ليلَةٍ ليلَةَ القدْرِ مَا أَقُولُ
فِيهَا؟ قَالَ: قولي: اللَّهُمَّ إنَّك عَفُوٌّ كَريمٌ تُحبُّ العَفوَ
فَاعْفُ عنِّي»
Dari Aisyah RA bahwa ia berkata, "Wahai Rasulullah, jika aku
mengetahui pada malam apa lailatul qadar itu terjadi, apa yang harus aku
baca pada malam tersebut?" (Dalam riwayat Ibnu Majah dengan lafal:
"Wahai Rasulullah, jika aku mendapatkan lailatul qadar, doa apa ang
mesti aku baca?") Beliau SAW menjawab, "Bacalah doa berikut ini:
اللَّهُمَّ إنَّك عَفُوٌّ كَريمٌ تُحبُّ العَفوَ فَاعْفُ عنِّي
"Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf lagi Maha Pemurah, Engkau suka memaafkan, maka maafkanlah aku!"
(HR. Tirmidzi no. 3513, An-Nasai dalam As-Sunan Al-Kubra no. 10708,
Ibnu Majah no. 3850, Ahmad,6/171 dan Al-Hakim,1/712. At-Tirmidzi
berkata: Hadits ini hasan shahih. Al-Hakim dan Al-Albani menshahihkan
hadits ini)Wallahu a'lam bish shawab
Ramadhan & Lailatul Qadar : Kupas tuntas tanda-tanda Lailatul Qadar
Di tengah masyarakat berkembang banyak dongeng antah berantah dan khurafat mengenai tanda-tanda lailatul qadar. Ada yang menyatakan, pada malam tersebut semua benda bersujud. Ada yang mengatakan, tanda adalah semua benda bersinar terang, walau benda mati dan tempat gelap sekalipun. Sebagian lagi bercerita, pada malam itu semua anjing khusyu' dan tidak menggonggong. Syahdan, konon katanya, dan hikayat-hikayat lain yang ngelantur seputar lailatul qadar cukup banyak. Sayangnya, dongeng-dongeng tersebut membekas di hati banyak orang, sehingga mereka jadikan sebagai tolok ukur dapat-tidaknya lailatul qadar. Menurut anggapan mereka, jika tidak menemukan gejala-gejala luar biasa seperti itu, berarti tidak mendapatkan lailatul qadar. Tak heran apabila banyak di antara mereka beranggapan, siapa mendapatkan lailatul qadar akan menjadi orang sakti mandraguna, lancar rejekinya, mudah jodohnya, moncer karirnya, dan seterusnya.
Lailatul qadar adalah malam agung yang waktu Wnya sengaja dirahasiakan oleh Allah SWT. Hikmahnya, manusia berlomba-lomba mengisi seluruh malam Ramadhan dengan amal-amal kebajikan. Bagaimana pun juga, lailatul qadar adalah karunia agung untuk hamba-hamba Allah yang terpilih. Pilihan Allah SWT tentu menyapa orang-orang yang bertakwa dan senantiasa berbuat ihsan. Meski waktu Wnya dirahasiakan, Allah SWT dan Rasul-Nya SAW telah menjelaskan pertanda-pertanda yang bisa mengarahkan umat Islam untuk menggapai lailatul qadar. Tanda-tanda lailatul qadar sebagaimana dijelaskan oleh Allah dan Rasul-Nya adalah sebagai berikut.
Pertama
Banyaknya para malaikat yang turun ke dunia pada malam tersebut sampai datangnya waktu shubuh. Mereka dipimpin oleh malaikat Jibril. Pertanda ini merupakan peristiwa ghaib yang tidak bisa ditangkap oleh panca indra manusia.
Kedua
Keselamatan turun menyelimuti hamba-hamba Allah yang taat beribadah kepada-Nya, sampai datangnya waktu subuh. Para malaikat turun dengan membawa kebaikan, keberkahan, dan ketenangan. Oleh karenanya, pada malam tersebut orang-orang mukmin merasakan ketenangan hati, kekhusyu'an, dan kelezatan ibadah; melebihi ketenangan, kekhusyu'an, dan kelezatan ibadah di malam-malam yang lain.
Kedua pertanda ini dijelaskan Allah SWT dalam firman-Nya,
تَنَزَّلُ المَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ(4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الفَجْرِ(5)
Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan
izin Rabbnya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh)
kesejahteraan sampai terbit fajar. (QS. Al-Qadr (97): 4-5)Juga dijelaskan oleh Nabi SAW dalam sebuah hadits,
عَنْ أَبي هُرَيرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ الله صلى
الله عليه وسلم قَالَ في لَيْلَةِ القَدْرِ: «إِنَّها لَيْلَةُ سَابِعَةٍ
أَوْ تَاسِعَةٍ وعِشْرينَ، إِنَّ المَلائِكَةَ تِلْكَ الَّليلَةَ في
الأَرْضِ أَكْثَرُ مِنْ عَدَدِ الحَصَى»
Dari Abu Hurairah RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda tentang lailatul qadar, "Ia
adalah malam kedua puluh tujuh atau kedua puluh Sembilan. Sesungguhnya
malaikat yang jumlahnya lebih banyak dari jumlah kerikil turun ke bumi
pada malam tersebut." (HR. Ath-Thayalisi no. 2545, Ahmad
no. 10316, dan Ibnu Khuzaiman no. 2194. Imam Al-Haitsami dalam Majmauz
Zawaid, 3/175-176, menulis: Diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Bazzar, dan
Ath-Thabarani dalam Al-Mu'jam Al-Ausath. Semua perawinya tsiqah."
Dinyatakan shahih oleh Ibnu Khuzaimah dan dinyatakan hasan oleh
Al-Albani dalam Silsilah Ahadits Shahihah no. 2205)Ketiga
Malam itu langit cerah dan tidak berawan. Suasana tampak terang benderang seakan-akan muncul bulan yang menyinari bintang-bintang. Angin bertiup tenang. Suhu uhara sedang, tidak terlalu panas dan terlalu dingin. Hal ini bersifat relativ, suhu udara setiap daerah tentu berbeda. Maksud dari suhu udara sedang, tidak panas dan tidak dingin adalah bila dibandingkan dengan malam-malam sebelum dan sesudahnya.
Keempat
Udara Matahari terbit pada keesokan harinya seperti mangkuk yang putih cemerlang, tiada noda bintik sedikit pun padanya, dan sinarnya tidak terik membakar. Para ulama menjelaskan rahasianya adalah begitu banyaknya malaikat yang turun ke bumi pada malam tersebut. Ketika fajar waktu Subuh terbit, maka para malaikat naik kembali ke langit. Maka bentangan sayap-sayap mereka atau cahaya terang mereka menutupi sinar matahari. (Shahih Muslim bi-Syarh An-Nawawi, 8/65, Ikmalul Mu'alim Syarh Shahih Muslim, 4/148, Al-Mufhim ‘ala Maa Asykala min Shahih Muslim, 2/391, dan Faidhul Qadir Syarh Jami' Shaghir, 5/396)
Kelima
Keesokan paginya, matahari terbit tanpa disertai oleh kemunculan setan. Setiap hari sepanjang tahun, matahari terbit di antara dua tanduk setan. Namun khusus pagi lailatul qadar, setan tidak kuasa untuk menyertai terbitnya matahari. Sebagaimana diriwayatkan oleh Amru bin Abasah As-Sulami RA berkata, "Wahai Nabiyullah! Beritahukanlah kepadaku apa yang Allah ajarkan kepadamu dan aku tidak mengetahuinya. Ajarkan pula shalat kepadaku!" Maka beliau SAW bersabda, "Lakukanlah shalat Subuh! Lalu janganlah melakukan shalat sampai matahari terbit hingga naik meninggi. Karena pada waktu terbit, matahari terbit di antara dua tanduk setan, dan pada saat itulah orang-orang kafir bersujud kepada matahari…" (HR. Muslim no. 832)
Pertanda ketiga, keempat, dan kelima ini disebutkan dalam hadits-hadits berikut,
عَنْ زِرِّ بنِ حُبَيْشٍ رَحِمَه اللُه تَعَالى قَالَ:
«سَأَلْتُ أُبيَّ بنَ كَعْبٍ رضى الله عنه فَقُلْتُ: إِنَّ أَخَاكَ ابْنَ
مَسْعُودٍ يقولُ: مَنْ يَقُم الحَوْلَ يُصِبْ لَيْلَةَ القَدْرِ، فقالَ:
رَحِمَهُ الله أَرَادَ أَنْ لا يَتَّكِلَ النَّاسُ، أَمَا إِنَّهُ قَدْ
عَلِمَ أَنَّها في رَمَضَانَ وأَنها في العَشْرِ الأَوَاخِرِ، وأَنها
لَيْلَةُ سَبْعٍ وعِشْرينَ، ثُم حَلَفَ لا يَسْتَثْنِي أنَها لَيْلَةُ
سَبْعٍ وعِشْرينَ، فقلتُ: بِأَيِّ شَيءٍ تَقُولُ ذَلكَ يَا أَبَا
المنْذِرِ، قَالَ: بالعَلامَةِ أو بالآيَةِ الَّتي أَخْبَرنَا رَسُولُ الله
صلى الله عليه وسلم أَنَّها تَطْلُعُ يَوْمَئذٍ لا شُعَاعَ لها»
Dari Zirr bin Hubaisy berkata: "Aku berkata kepada Ubay bin Ka'ab RA,
‘Sesungguhnya saudara Anda, Ibnu Mas'ud menyatakan bahwa barangsiapa
melakukan shalat malam sepanjang tahun niscaya ia akan mendapatkan
lailatul qadar'. Maka Ubay bin Ka'ab berkomentar: "Dia ingin agar
masyarakat tidak mengandalkan (pencarian lailatul qadar pada satu malam
tertentu saja). Dia sendiri sebenarnya mengetahui bahwa lailatul qadar
terjadi di bulan Ramadhan, yaitu pada sepuluh malam terakhir, lebih
tepatnya pada malam kedua puluh tujuh." Ubay bin Ka'ab lalu bersumpah
bahwa lailatul qadar pasti terjadi pada malam kedua puluh tujuh. Aku
(Zirr bin Hubaisy bertanya) kepadanya, "Wahai Abu Mundzir, atas dasar
apa Anda berkata begitu?" Ubay bin Ka'ab menjawab, "Dengan pertanda yang
telah Rasulullah SAW beritahukan kepada kami, yaitu pada keesokan
harinya matahari terbit namun sinarnya tidak panas membakar." (HR. Muslim no. 1999, Tirmidzi no. 3274, Abu Daud no. 1170 dan Ahmad no. 20247)Dalam riwayat lain dengan lafal,
«وَأَمَارَتُها أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ في صَبِيحَةِ يَوْمِهَا بَيْضَاءَ لا شُعَاعَ لها كَأَنهَا طَسْت»
"Tandanya adalah matahari terbit pada keesokan harinya putih
cemerlang, sinarnya tidak panas seperti mangkuk." (HR. Ahmad no. 20247
dan Ibnu Hibban no. 3790)
وعَنْ ابنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ الله صلى
الله عليه وسلم قَالَ: «إِنَّ لَيْلَةَ القَدْرِ في النِّصْفِ مِنَ
السَّبْع الأَوَاخِرِ من رَمَضَانَ تَطْلُعُ الشَّمْسُ غَدَاةَ إِذْ
صَافِيَةً لَيْسِ لها شُعَاعٌ، قَالَ ابنُ مَسْعُودٍ: فَنَظَرْتُ إِلَيها
فَوَجَدْتُها كَما قَالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم »
Dari Abdullah bin Mas'ud RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda,
"Sesungguhnya lailatul qadar itu terjadi pada pertengahan dari tujuh
malam terakhir Ramadhan. Pada keesokan harinya matahari terbit dengan
bening, namun sinarnya tidak panas membakar." (HR. Ahmad, 1/406 dan Ibnu
Abi Syaibah, 2/250. Dinyatakan shahih oleh syaikh Ahmad Syakir dalam
tahqiq Musnad Ahmad no. 3857)
عَنْ عُبَادَةَ بنِ الصَّامِتِ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ
الله صلى الله عليه وسلم قَالَ: «إِنَّ أَمَارَةَ لَيْلَةِ القَدْرِ
أَنَّها صَافِيَةٌ بَلْجَةٌ كَأَنَّ فِيهَا قَمَراً سَاطِعاً، سَاكِنَةٌ
سَاجِيَةٌ لا بَرْدَ فيهَا وَلا حَرَّ، وَلا يَحِلُّ لِكَوْكَبٍ أَنْ
يُرْمَى به فيهَا حَتى يُصْبِحَ، وإِنَّ أَمَارَتَها أَنَّ الشَّمْسَ
صَبيحَتَهَا تَخْرُجُ مُسْتَويَةً لَيسَ لها شُعَاعٌ مِثْلَ القَمَرِ
لَيْلَةَ الْبَدْرِ، لا يَحِلُّ لِلشَّيْطَانِ أَنْ يَخْرُجَ مَعَهَا
يَوْمَئِذٍ»
Dari Ubadah bin Shamit RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya
tanda lailatul qadar adalah ia sebuah malam yang cerah bening dan
bersinar terang, seakan-akan ada bulan yang terbit. Ia adalah malam yang
tenang, tidak dingin dan tidak panas. Pada malam itu sampai datangnya
waktu shubuh, panah bintang (komet) tidak halal untuk muncul. Tanda yang
lain adalah matahari pada keesokan paginya terbit sempurna namun
sinarnya tidak terik membakar, bagaikan bulan pada malam purnama, pada
hari itu tidak halal bagi setan untuk muncul bersama matahari."
(HR. Ahmad, 5/324, Ath-Thabarani dalam Musnad Asy-Syamiyyin no. 1119,
dan Adh-Dhiya' Al-Maqdisi dalam Al-Mukhtarah no. 342. Imam Al-Haitsami
dalam Majmauz Zawaid,3/175, menulis: Seluruh perawinya tsiqah)
عَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ الله صلى
الله عليه وسلم : «إِنِّي كُنْتُ أُريتُ لَيْلَةَ القَدْرِ ثُم نَسيتُهَا
وَهِيَ في العَشْرِ الأَوَاخِرِ، وَهِيَ طَلْقَةٌ بَلْجَةٌ لا حَارَّةٌ ولا
بَارِدَةٌ، كَأَنَّ فيهَا قَمَراً يَفْضَحُ كَوَاكِبَهَا لا يَخْرُجُ
شَيْطَانُها حَتى يَخْرُجَ فَجْرُهَا»
Dari Jabir RA berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya
telah diperlihatkan kepadaku lailatul qadar, kemudian aku terlupakan
darinya. Ia terjadi pada sepuluh malam yang terakhir. Pertandanya, ia
adalah malam yang cerah nan terang, tidak panas dan tidak dingin,
seakan-akan ada rembulan yang menyinari bintang-bintang, setan pada
malam itu tidak akan keluar sampai waktu fajar tiba." (HR. Ibnu Khuzaimah no. 2190 dan Ibnu Hibban no. 3688. Dinyatakan shahih li-ghairih oleh Al-Albani)
عنْ ابنِ عَباسٍ رَضيَ اللهُ عَنْهُما عَنْ النَّبيِّ صلى
الله عليه وسلم في لَيْلَةِ القَدْرِ: «لَيْلَةٌ طَلْقَةٌ لا حَارَّةٌ ولا
بَارِدَةٌ تُصْبِحَ الشَّمْسُ يَوْمَهَا حَمْرَاءُ ضَعِيفَة»
Dari Ibnu Abbas RA bahwasanya Nabi SAW bersabda tentang lailatul qadar, "Ia
adalah malam yang cerah, tidak panas dan tidak dingin, dan keesokan
paginya matahari terbit merah terang namun sinarnya lemah (tidak terik
membakar)." (HR. Ath-Thayalisi no. 349, Ibnu Khuzaimah no. 2192, dan Al-Bazzar no. 1034. Dinyatakan shahih li-ghairih oleh Al-Albani)Keenam
Malam harinya turun hujan deras, sehingga tanah becek dan berlumpur. Pertanda ini dijelaskan dalam hadits-hadits berikut.
Dari Abu Sa'id Al-Khudri RA berkata: "Rasulullah SAW melakukan I'tikaf pada sepuluh hari pertama bulan Ramadhan. Beliau SAW kemudian melakukan I'tikaf pada sepuluh hari pertengahan (kedua) bulan Ramadhan, dalam sebuah tenda Turki dengan beralaskan selembar tikar. Beliau lalu menarik tikar tersebut dan menyingkirkannya ke pinggir tenda. Beliau mengeluarkan kepalanya dari dalam tenda dan berbicara kepada orang-orang, maka mereka mendekat kepada beliau.
Beliau lalu bersabda, "Sesungguhnya aku pernah beri'tikaf pada sepuluh hari pertama dalam bulan Ramadhan untuk mencari lailatul qadar ini. Aku kemudian melakukan I'tikaf pada sepuluh hari pertengahan (kedua) dalam bulan Ramadhan. Aku lalu didatangi (malaikat dalam mimpiku) dan dikatakan kepadaku sesungguhnya lailatul qadar itu terjadi pada sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadhan.Barangsiapa di antara kalian hendak melakukan I'tikaf, maka hendaklah ia beri'tikaf." Maka para shahabat beri'tikaf bersama beliau.
Beliau SAW bersabda, "Sesungguhnya ditunjukkan kepadaku (dalam mimpiku) bahwa lailatul qadar terjadi pada malam yang ganjil dan keesokan paginya aku sujud di atas lumpur dan air." Pagi itu beliau berada pada malam kedua puluh satu Ramadhan. Beliau berdiri melakukan shalat Subuh, tiba-tiba langit menurunkan hujan, sehingga masjid terkena curahan hujan. Aku bias melihat lumpur dan air. Selesai shalat Subuh, aku melihat lumpur dan air menempel pada dahi dan batang hidung beliau SAW. Rupanya lailatul qadar (tahun tersebut—edt) terjadi pada malam kedua puluh satu dari sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan." (HR. Bukhari no. 2018, Muslim no. 1194, An-Nasai no. 1339, Abu Daud no. 1174, dan Ahmad no. 10757, dengan lafal Muslim)
Dari Abdullah bin Unais Al-Juhani RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Diperlihatkan kepadaku (dalam mimpi) lailatul qadar namun aku kemudian terlupa. Aku juga masih ingat dalam mimpiku aku sujud di waktu shalat Subuh di atas lumpur dan air." Abdullah bin Unais berkata: "Pada malam kedua puluh tiga, hujan turun kepada kami. Rasulullah SAW mengimami kami shalat Subuh. Usai shalat, bekas lumpur dan air membekas pada dahi dan batang hidung beliau SAW." Abdullah bin Unais berkata: "Malam itu adalah malam kedua puluh tiga." (HR. Muslim no. 1997 dan Ahmad no. 15467)
Inilah tanda-tanda lailatul qadar yang dijelaskan dalam Al-Qur'an dan hadits-hadits yang shahih.
Catatan Penting: Arrahmah.com
Saif Al Battar
-
Para ulama menjelaskan bahwa sebagian besar pertanda lailatul qadar
baru diketahui oleh kaum muslimin pada keesokan harinya, atau setelah
berlalunya lailatul qadar. Hal itu membawa hikmah yang besar. Orang yang
taat beribadah dan mendapatkan lailatul qadar akan bersyukur kepada
Allah SWT. Adapun orang yang malas beribadah sehingga tidak
mendapatkannya akan menyesali kelalaiannya dan bertekad untuk mencarinya
dengan sungguh-sungguh pada bulan Ramadhan tahun berikutnya.
-
Pertanda-pertanda tersebut terjadi di zaman Rasulullah SAW, dan
menurut pendapat yang kuat juga terjadi pada masa sepeninggal beliau.
-
Di antara tanda seorang muslim mendapatkan lailatul qadar adalah ia
menjadi orang yang bertakwa setelah selesainya bulan Ramadhan. Keilmuan,
keimanan, amal shalih, dan ketakwaannya meningkat setelah lulus dari madrasah Ramadhan. Ia menjadi Rabbani (hamba yang taat kepada Allah selama dua belas bulan dalam setahun), bukan Ramadhani (hamba yang hanya kenal Allah di bulan Ramadhan semata, sementara sebelas bulan lainnya ia malas beribadah).
-
Mari berlomba-lomba dalam ibadah di akhir bulan Ramadhan ini, semoga
Allah mengaruniakan lailatul qadar kepada kita semua. Amien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar