Spirit Kebangkitan Ummat

Selanjutnya akan datang kembali Khilafah berdasarkan metode kenabian. Kemudian belia SAW diam.” (HR. Ahmad dan Ath-Thabarani) “Siapa saja yang melepaskan ketaatan, maka ia akan bertemu Allah pada hari kiamat tanpa memiliki hujjah. Dan siapa saja yang meninggal sedang di pundaknya tidak ada baiat, maka ia mati seperti mati jahiliyah (dalam keadaan berdosa).” (HR. Muslim). “Sesungguhnya Allah telah mengumpulkan (memperlihatkan) bumi kepadaku. Sehingga, aku melihat bumi mulai dari ujung Timur hingga ujung Barat. Dan umatku, kekuasaannya akan meliputi bumi yang telah dikumpulkan (diperlihatkan) kepadaku….” (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi) Abdullah Berkata, ”Pada saat kami sedang menulis di sisi Rasulullah SAW, tiba-tiba Rasulullah SAW ditanya, manakah di antara dua kota yang akan ditaklukkan pertama, Konstantinopel atau Roma(Italia). Rasulullah SAW bersabda: ”Kota Heraklius yang akan ditaklukkan pertama—yakni Konstantinopel.” (HR. Ahmad)

Selasa, 21 Februari 2012

Khutbah Jumat & Khutbah Idul Fitri

Definisi Khutbah Jumat

1. Definisi “khotbah”
Definisi secara bahasa
“Khotbah”, secara bahasa, adalah ‘perkataan yang disampaikan di atas mimbar’. Adapun kata “khitbah” yang seakar dengan kata “khotbah” (dalam bahasa Arab) berarti ‘melamar wanita untuk dinikahi’. “Khotbah” berasal dari bahasa Arab yang merupakan kata bentukan dari kata “mukhathabah” yang berarti ‘pembicaraan’. Ada pula yang mengatakannya berasal dari kata “al-khatbu” yang berarti ‘perkara besar yang diperbincangkan’, karena orang-orang Arab tidak berkhotbah kecuali pada perkara besar.
Definisi secara istilah
Sebagian ulama mendefinisikan “khotbah” sebagai ‘perkataan tersusun yang mengandung nasihat dan informasi’. Akan tetapi, definisi ini terlalu umum. Adapun definisi yang lebih jelas ialah definisi yang diberikan oleh Dr. Ahmad Al-Hufi yaitu, ‘Cabang ilmu atau seni berbicara di hadapan banyak orang dengan tujuan meyakinkan dan memengaruhi mereka’. Dengan demikian, khotbah harus disampaikan secara lisan di hadapan banyak orang dan harus meyakinkan dengan argumen-argumen yang kuat serta memberikan pengaruh kepada pendengar, baik itu berupa motivasi atau peringatan.
Adapun terkait khotbah Jumat, tidak terdapat definisi khusus yang diberikan oleh para ulama karena maksudnya telah jelas.
Dalam kitab Bada’iush Shana’i, pada pemaparan tentang hukum khotbah Jumat, disebutkan, “Khotbah, secara umum, adalah perkataan yang mencakup pujian kepada Allah, salawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, doa untuk kaum muslimin serta pelajaran dan peringatan bagi mereka.”
Penjelasan ini adalah penjelasan umum dan bukan definisi yang teliti dan memenuhi syarat-syarat definisi ilmiah.
Adapun definisi yang hampir pas untuk “khotbah Jumat” ialah ‘perkataan yang disampaikan kepada sejumlah orang secara berkesinambungan, berupa nasihat dengan bahasa Arab, sesaat sebelum shalat Jumat setelah masuk waktunya, disertai niat serta diucapkan secara keras, dilakukan dengan berdiri jika mampu, sehingga tercapai tujuannya.
2. Definisi “Jumat”
Kata “Jumat” dalam bahasa Arab bisa dibaca dengan tiga cara: jumu’ah, jum’ah, atau juma’ah. Adapun bacaan yang terkenal adalah “jumu’ah”. Demikian pula cara baca pada qiraah sab’ah, dalam firman Allah ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ
Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian diseru untuk menunaikan shalat Jumat maka bersegeralah mengingat Allah.” (Q.s. Al-Jumu’ah:9)
Adapun bacaan “jum’ah” adalah bacaan ringan, yaitu dengan menghilangkan harakat pada huruf mim, menjadi lebih mudah diucapkan. Adapun cara baca “juma’ah” berasal dari sifat hari Jumat yang mengumpulkan banyak orang, seperti kata “humazah” yang berarti ‘orang yang banyak mengumpat’ dan kata “dhuhakah” yang berarti ‘orang yang banyak tertawa’. Bacaan “juma’ah” dalam bahasa Arab dikenal sebagi dialek Bani Uqail. Adapun bentuk jamak kata “jumu’ah” adalah “jumu’at” atau “juma’”.
Sebab penamaan hari Jumat
Pada masa jahiliah, hari Jumat disebut dengan hari Urubah, kemudian dinamakan “Jumat” beberapa saat sebelum Islam datang. Adapun yang memberi nama hari Jumat adalah Ka’ab bin Lu’ai. Tatkala itu, orang-orang Quraisy berkumpul mendatanginya pada hari itu, kemudian ia berkhotbah dan memberikan pelajaran kepada mereka. Ada pula yang berpendapat bahwa penamaan hari Jumat adalah setelah datangnya Islam.
Adapun tentang penyebab penamaannya, ada beberapa pendapat, yaitu:
Pendapat pertama: Allah ta’ala menghimpun penciptaan Adam ‘alaihis salam pada hari itu. Dasar pendapat ini adalah riwayat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam; beliau ditanya, “Kenapa dinamakan hari Jumat?” Beliau bersabda,
لِأَنَّ فِيهَا طُبِعَتْ طِيْنَةُ أَبِيكَ آدَمَ، وَفِيهَا الصُّعْقَةُ وَالْبِعْثَةُ، وَفِيهَا البَطْشَةُ، وَفِي آخِرِ ثَلَاثِ سَاعَاتٍ مِنْهَا سَاعَةٌ مَنْ دَعَا اللَّهَ فِيهَا اسْتُجِيْبَ لَهُ
Karena pada hari itu, tanah liat ayah kalian, Adam, dicetak. Pada hari itu, kiamat dan kebangkitan terjadi. Pada hari itu pula, kehancuran melanda. Di akhir tiga waktu pada hari itu, ada satu waktu, barang siapa yang berdoa kepada Allah pada waktu itu pasti doanya dikabulkan.” (H.r. Ahmad, 2:113)
Pendapat ini dinilai sahih dalam Fathul Bari dan Nailul Authar.
Pendapat kedua: Berkumpulnya orang-orang pada hari itu di Masjid Jami’ untuk shalat.
Pendapat ketiga: Allah mempertemukan Adam dan Hawa di bumi pada hari itu.
Pendapat keempat: Banyak kebaikan di dalamnya.
Sebagian pendapat di atas, ada yang diambil dari makna kata “Jumat” dan sebagian disimpulkan dari hadis dhaif. Namun, tidak ada masalah untuk menjadikan semua pendapat di atas sebagai sebab penamaan hari Jumat. Allahu a’lam.
3. Hukum khotbah Jumat
Para ahli fikih berbeda pendapat mengenai hukum khotbah pada shalat Jumat, apakah termasuk syarat shalat sehingga shalat Jumat tidak sah tanpanya, atau sekadar sunah sehingga shalat Jumat tetap sah tanpanya. Berkenaan dengan hal ini, para ahli fikih terbagi ke dalam dua pendapat.
Pendapat pertama menyatakan bahwa khotbah merupakan syarat shalat Jumat. Pendapat ini adalah pendapat Hanafiah dan mayoritas Malikiah. Pendapat ini adalah pendapat yang sahih bagi mereka, demikian juga Syafi’iah dan Hanabilah.
Disebutkan dalam kitab Al-Hawi, “Hal ini merupakan pendapat seluruh ahli fikih selain Hasan Al-Bashri, karena ia menyelisihi pendapat ijma’; ia berkata, ‘Khotbah tidaklah wajib.’”
Disebutkan pula dalam kitab Al-Mughni, “… Kesimpulannya adalah bahwa khotbah merupakan syarat shalat Jumat; shalat Jumat tidak sah tanpanya, dan kami tidak mengetahui pendapat yang bertentangan kecuali pendapat Hasan.”
Pendapat kedua menyebutkan bahwa khotbah merupakan sunah Jumat. Ini merupakan pendapat Hasan Al-Bashri.
Pendapat ini juga diriwayatkan dari Imam Malik, demikian pula pendapat sebagian pengikutnya (Malikiah). Ibnu Hazm juga berpendapat demikian.
Tarjih: Pendapat yang kuat dalam permasalahan ini ialah pendapat pertama, bahwa khotbah merupakan syarat sah shalat Jumat. Bahkan, sebagian ulama menganggap hal ini menyerupai ijma’.
Adapun dalil yang menguatkan pendapat ini adalah dalil yang diambil dari Alquran, hadis, dan atsar dari sahabat serta tabi’in. Berikut ini pemaparan dalil-dalil tersebut.
Dalil Alquran
Firman Allah subhanahu wa ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ
Wahai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jumat maka bersegeralah mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.” (Q.s. Al-Jumu’ah:9)
Ulama salaf berbeda pendapat mengenai maksud dari “mengingat Allah” dalam ayat di atas. Sebagian salaf mengatakan bahwa maknanya adalah ‘khotbah’, sedangkan sebagian yang lain mengatakan bahwa maknanya adalah ‘shalat’. Ibnul Arabi menilai bahwa yang sahih adalah kedua pemaknaan tersebut.
Adapun yang berpendapat maksud dari “mengingat Allah” dalam ayat di atas adalah ‘khotbah’ menyatakan kewajibannya dari dua sisi:
  1. Ayat tersebut merupakan perintah untuk bersegera menuju khotbah, sedangkan hukum asal perintah adalah wajib. Oleh karena itu, tidak ada perintah untuk bersegera menuju sesuatu yang wajib kecuali maknanya adalah “untuk memenuhi kewajiban”.
  2. Allah melarang jual beli ketika dikumandangkannya azan untuk khotbah Jumat. Dengan demikian, jual beli haram dilakukan pada waktu itu. Pengharaman jual beli menunjukkan wajibnya khotbah, karena sesuatu yang sunah tidak bisa mengharamkan yang mubah.
Adapun yang berpendapat bahwa maksud “mengingat Allah” dalam ayat di atas adalah ‘shalat’, menyatakan bahwa khotbah termasuk dalam shalat. Seorang hamba mengingat Allah dengan perbuatannya, sebagaimana ia bertasbih dengan perbuatannya pula.
Selain itu, Allah ta’ala juga berfirman,
وَإِذَا رَأَوْا تِجَارَةً أَوْ لَهْوًا انفَضُّوا إِلَيْهَا وَتَرَكُوكَ قَائِمًا
Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya (perniagaan dan permainan itu) dan mereka meninggalkan dirimu yang sedang berdiri (berkhotbah).” (Q.s. Al-Jumu’ah:11)
Allah ta’ala mencela mereka karena mereka berpaling dan meninggalkan khotbah, sedangkan makna “wajib” secara syariat ialah ‘sesuatu yang dicela karena ditinggalkan’.
Dalil hadis
Hadis riwayat Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma; ia berkata,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ قَائِمًا، ثُمَّ يَقْعُدُ، ثُمَّ يَقُومُ، كَمَا تَفْعَلُونَ الآنَ
Nabi berkhotbah dengan berdiri kemudian duduk kemudian berdiri, seperti yang biasa kalian lakukan sekarang.” (H.r. Bukhari, 1:221; Muslim, 2:589)
Hadis riwayat Jabir bin Samurah radhiallahu ‘anhu; ia berkata,
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ قَائِمًا، ثُمَّ يَجْلِسُ، ثُمَّ يَقُومُ فَيَخْطُبُ قَائِمًا. فَمَنْ نَبَأَكَ أَنَّهُ كَانَ يَخْطُبُ جَالِسًا فَقَدْ كَذَبَ، فَقَدْ صَلَّيتُ مَعَهُ أَكْثَرَ مِنْ أَلْفَي صَلَاة
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhotbah dengan berdiri kemudian duduk kemudian berdiri dan berkhotbah dengan berdiri. Siapa saja yang memberitakan kepadamu kalau beliau berkhotbah dengan duduk, sesungguhnya dia telah berdusta. Sungguh, aku telah shalat bersama beliau lebih dari dua ribu kali.” (H.r. Muslim, 2:589)
Walaupun kedua hadis di atas hanya sebatas perbuatan Nabi yang tidak menunjukkan hukum wajib, tetapi hadis tersebut merupakan penjelasan dari kewajiban yang disebutkan secara umum dalam ayat “maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah” (Q.s. Al-Jumu’ah:9).
Dengan demikian, perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadis di atas merupakan penjelasan dari perintah yang umum, maka perintah itu menjadi wajib. Wallahu a’lam.
Hadis lainnya yang menjadi dalil adalah hadis Malik bin Al-Huwairits, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat.” (H.r. Bukhari, 1:155)
Lebih dari satu ulama mengatakan bahwa seumur hidup Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau tidak pernah shalat Jumat tanpa khotbah, sedangkan beliau telah memerintahkan kita untuk shalat sebagaimana beliau shalat. Kalaulah boleh shalat Jumat tanpa khotbah, pasti beliau akan melakukannya walau sekali, sebagai pengajaran atas kebolehannya, karena khotbah sangat berkaitan dengan shalat Jumat dan merupakan bagian dari shalat Jumat.
Dalil atsar sahabat dan tabi’in
Atsar yang diriwayatkan dari Umar bin Al-Khathab radhiallahu ‘anhu, ia berkata,
الخُطْبَةُ مَوضُعُ الرَكْعَتَيْنِ، مَنْ فَاتَتْهُ الخُطْبَةُ صَلَّى أَرْبَعًا
Khotbah merupakan tempat dua rakaat. Siapa saja yang terlewat dari khotbah maka hendaklah dia shalat empat rakaat.”
وَفِي رِوَايَةٍ : إِنَّمَا جُعِلَت الخُطْبَةُ مَكَانَ الرَّكْعَتَيْنِ فَإِنْ لَمْ يُدْرِكْ الخُطْبَةَ فَلْيُصَلِّ أَرْبَعًا
Dalam riwayat yang lain, “Khotbah itu tidak lain dijadikan pengganti dua rakaat. Jika seseorang tidak mendapatkan khotbah maka hendaklah dia shalat empat rakaat.”
Atsar di atas menunjukkan bahwa dua khotbah merupakan pengganti dari dua rakaat shalat zuhur. Oleh karena itu, keduanya adalah perkara wajib karena merupakan bagian dari shalat, begitu pula hukum penggantinya.
Atsar di atas adalah atsar yang sanadnya terputus dan tidak bisa dijadikan dalil. Kalaupun atsar tersebut benar-benar perkataan sahabat, maka masih tetap ada perselisihan mengenai penggunaanya sebagai dasar hukum. Adapun penyebuatan atsar tersebut di sini hanyalah sebagai isyarat bahwa sebagian ahli fikih menggunakannya sebagai dalil dalam permasalahan ini.
4. Apakah yang menjadi syarat satu atau dua khotbah?
Mayoritas ulama yang mempersyaratkat khotbah untuk shalat Jumat berbeda pendapat: apakah cukup hanya dengan satu khotbah atau harus dua khotbah. Dengan demikian, mereka terbagi menjadi dua pendapat.
Pendapat pertama, mempersyaratkan dua khotbah.
Pendapat ini merupakan pendapat Imam Malik dalam satu riwayat darinya, demikian pula sebagian pengikutnya (Malikiah). Begitu pula Syafi’iah dan juga riwayat yang masyhur dari Imam Ahmad, juga merupakan mazhab bagi Hanabilah.
Pendapat kedua, tidak mempersyaratkan dua khotbah, bahkan satu khotbah saja sudah mencukupi.
Pendapat ini merupakan pendapat Hanafiah dan Imam Malik dalam satu riwayat darinya, begitu pula sebagian Malikiah. Pendapat ini juga merupakan satu riwayat dari Imam Ahmad.
Tarjih: Pendapat yang kuat adalah pendapat yang pertama yang mempersyaratkan dua khotbah untuk shalat Jumat. Berikut ini dalil-dalil yang menguatakan pendapat tersebut.
Hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَخْطُبُ خُطْبَتَيْنِ وَهُوَ قَائِمٌ، يَفْصِلُ بَيْنَهُمَا بِجُلُوسٍ
Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhotbah dengan dua khotbah dengan berdiri. Beliau memisahkan keduanya dengan duduk.” (H.r. Bukhari, 1:221; Muslim, 2:589)
Hadis yang diriwayatkan oleh Jabir bin Samurah radhiallahu ‘anhu; ia berkata,
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ قَائِمًا، ثُمَّ يَجْلِسُ، ثُمَّ يَقُومُ فَيَخْطُبُ قَائِمًا
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhotbah dengan berdiri kemudian duduk kemudian berdiri dan berkhotbah dengan berdiri.” (H.r. Muslim, 2:589)
Dari dua hadis di atas jelas bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhotbah dengan dua khotbah, sedangkan beliau bersabda,
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.” (H.r. Bukhari, 1:155)
Dalil berikutnya adalah atsar mengenai dua khotbah yang merupakan pengganti dari dua rakaat shalat zuhur, sehigga setiap satu khotbah merupakan pengganti satu rakaat. Oleh karena itu, kekurangan satu khotbah itu seperti kurang satu rakaat.
Sebagai catatan, atsar yang menyatakan bahwa dua khotbah merupakan pengganti dua rakaat shalat zuhur tidak bisa dijadikan dalil karena sanadnya terputus dan itu hanya perkataan sahabat. Adapun penyebutan atsar tersebut di sini hanyalah sebagai isyarat bahwa sebagian ahli fikih menggunakannya sebagai dalil dalam permasalahan ini

Keutamaan Hari Jumat


Ada beberapa hadis yang menyebutkan keutamaan hari Jumat. Di antaranya:
Hari Jumat merupakan hari raya tiap pekan
1. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِينَ، إِنَّ هَذَا يَوْمٌ جَعَلَهُ اللَّهُ لَكُمْ عِيدًا، فَاغْتَسِلُوا، وَعَلَيْكُمْ بِالسِّوَاكِ
Wahai kaum muslimin, sesungguhnya saat ini adalah hari yang dijadikan oleh Allah sebagai hari raya untuk kalian. Karena itu, mandilah dan kalian harus menggosok gigi.” (H.r. Tabrani dalam Mu’jam Ash-Shaghir, dan dinilai sahih oleh Al-Albani)
2. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ يَوْمَ الْجُمْعَة يَوْمُ عِيدٍ ، فَلَا تَجْعَلُوا يَوْم عِيدكُمْ يَوْم صِيَامكُمْ , إِلَّا أَنْ تَصُومُوا قَبْله أَوْ بَعْده
Sesungguhnya, hari Jumat adalah hari raya. Karena itu, janganlah kalian jadikan hari raya kalian ini sebagai hari untuk berpuasa, kecuali jika kalian berpuasa sebelum atau sesudah hari Jumat.” (H.r. Ahmad dan Hakim; dinilai sahih oleh Syu’aib Al-Arnauth)
Hari Jumat merupakan “yaumul mazid” (hari tambahan) bagi penduduk surga
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu; bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أتاني جبريل وفي يده كالمرآة البيضاء فيها كالنكتة السوداء فقلت يا جبريل ما هذه قال الجمعة قال قلت وما الجمعة قال لكم فيها خير قال قلت وما لنا فيها قال يكون عيدا لك ولقومك من بعدك ويكون اليهود والنصارى تبعا لك قال قلت وما لنا فيها قال لكم فيها ساعة لا يوافقها عبد مسلم يسأل الله فيها شيئا من الدنيا والآخرة هو له قسم إلا أعطاه إياه أو ليس بقسم إلا ادخر له عنده ما هو أفضل منه أو يتعوذ به من شر هو عليه مكتوب إلا صرف عنه من البلاء ما هو أعظم منه قال قلت له وما هذه النكتة فيها قال هي الساعة هي تقوم يوم الجمعة وهو عندنا سيد الأيام ونحن ندعوه يوم القيامة ويوم المزيد قال قلت مم ذاك قال لأن ربك تبارك وتعالى اتخذ في الجنة واديا من مسك أبيض فإذا كان يوم الجمعة هبط من عليين على كرسيه تبارك وتعالى ثم حف الكرسي بمنابر من ذهب مكللة بالجواهر ثم يجيء النبيون حتى يجلسوا عليها وينزل أهل الغرف حتى يجلسوا على ذلك الكثيب ثم يتجلى لهم ربك تبارك وتعالى ثم يقول سلوني أعطكم قال فيسألونه الرضى فيقول رضائي أحلكم داري وأنيلكم كراسي فسلوني أعطكم قال فيسألونه قال فيشهدهم أنه قد رضي عنهم قال فيفتح لهم ما لم تر عين ولم تسمع أذن ولا يخطر على قلب بشر قال وذلكم مقدار انصرافكم من يوم الجمعة …. قال فليسوا إلى شيء أحوج منهم إلى يوم الجمعة ليزدادوا إلي ربهم نظرا وليزدادوا منه كرامة
Jibril pernah mendatangiku, dan di tangannya ada sesuatu seperti kaca putih. Di dalam kaca itu, ada titik hitam. Aku pun bertanya, “Wahai Jibril, ini apa?” Beliau menjawab, “Ini hari Jumat.” Saya bertanya lagi, “Apa maksudnya hari Jumat?” Jibril mengatakan, “Kalian mendapatkan kebaikan di dalamnya.” Saya bertanya, “Apa yang kami peroleh di hari Jumat?” Beliau menjawab, “Hari jumat menjadi hari raya bagimu dan bagi kaummu setelahmu. Sementara, orang Yahudi dan Nasrani mengikutimu (hari raya Sabtu–Ahad).” Aku bertanya, “Apa lagi yang kami peroleh di hari Jumat?” Beliau menjawab, “Di dalamnya, ada satu kesempatan waktu; jika ada seorang hamba muslim berdoa bertepatan dengan waktu tersebut, untuk urusan dunia serta akhiratnya, dan itu menjadi jatahnya di dunia, maka pasti Allah kabulkan doanya. Jika itu bukan jatahnya maka Allah simpan untuknya dengan wujud yang lebih baik dari perkara yang dia minta, atau dia dilindungi dan dihindarkan dari keburukan yang ditakdirkan untuk menimpanya, yang nilainya lebih besar dibandingkan doanya.” Aku bertanya lagi, “Apa titik hitam ini?” Jibril menjawab, “Ini adalah kiamat, yang akan terjadi di hari Jumat. Hari ini merupakan pemimpin hari yang lain menurut kami. Kami menyebutnya sebagai “yaumul mazid”, hari tambahan pada hari kiamat.” Aku bertanya, “Apa sebabnya?” Jibril menjawab, “Karena Rabbmu, Allah, menjadikan satu lembah dari minyak wangi putih. Apabila hari Jumat datang, Dia Dzat yang Mahasuci turun dari illiyin di atas kursi-Nya. Kemudian, kursi itu dikelilingi emas yang dihiasi dengan berbagai perhiasan. Kemudian, datanglah para nabi, dan mereka duduk di atas mimbar tersebut. Kemudian, datanglah para penghuni surga dari kamar mereka, lalu duduk di atas bukit pasir. Kemudian, Rabbmu, Allah, Dzat yang Mahasuci lagi Mahatinggi, menampakkan diri-Nya kepada mereka, dan berfirman, “Mintalah, pasti Aku beri kalian!” Maka mereka meminta ridha-Nya. Allah pun berfirman, “Ridha-Ku adalah Aku halalkan untuk kalian rumah-Ku, dan Aku jadikan kalian berkumpul di kursi-kursi-Ku. Karena itu, mintalah, pasti Aku beri!” Mereka pun meminta kepada-Nya. Kemudian Allah bersaksi kepada mereka bahwa Allah telah meridhai mereka. Akhirnya, dibukakanlah sesuatu untuk mereka, yang belum pernah dilihat mata, belum pernah didengar telinga, dan tidak pernah terlintas dalam hati seseorang. Dan itu terjadi selama kegiatan kalian di hari jumat …. sehingga tidak ada yang lebih mereka nantikan, melebihi hari Jumat, agar mereka bisa semakin sering melihat Rabb mereka dan mendapatkan tambahan kenikmatan dari-Nya.” (H.r. Ibnu Abi Syaibah, Thabrani dalam Al-Ausath, Abu Ya’la dalam Al-Musnad, dan statusnya hasan atau sahih, sebagaimana keterangan Abdul Quddus Muhammad Nadzir)
Terlarangnya puasa jika dilakukan pada hari Jumat saja
Tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk melakukan puasa di hari Jumat saja, padahal saat hari Kamis, dia tidak berpuasa, dan di hari Sabtu, dia juga tidak puasa.
1. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, beliau mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَصُومَنَّ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ ، إِلاَّ يَوْمًا قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَهُ
Janganlah kalian berpuasa pada hari Jumat, kecuali jika telah berpuasa sehari sebelumnya atau akan puasa sehari setelahnya.” (H.r. Bukhari dan Muslim)
2. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu; beliau mengatakan,
نهى رسول الله صلى الله عليه و سلم أن يفرد يوم الجمعة بصوم
Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang menyendirikan hari Jumat untuk berpuasa.” (H.r. Ahmad; sanadnya dinilai sahih oleh Syu’aib Al-Arnauth)
3. Dari Junadah Al-Azdi; beliau mengatakan,
دخلت على رسول الله صلى الله عليه و سلم في سبعة نفر من الأزد أنا ثامنهم يوم الجمعة ونحن صيام فدعانا رسول الله صلى الله عليه و سلم إلى طعام بين يديه فقلنا انا صيام قال هل صمتم أمس قلنا لا قال فهل تصومون غدا قلنا لا قال فافطروا ثم خرج إلى الجمعة فلما جلس على المنبر دعا بإناء من ماء فشربه والناس ينظرون إليه ليعلمهم أنه لا يصوم يوم الجمعة
Saya menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari Jumat bersama tujuh orang dari suku Azd, dan saya adalah orang kedelapan. Saat itu, kami sedang berpuasa. Kemudian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengundang kami untuk makan di depannya. Kami pun mengatakan, ‘Saya sedang puasa.’ Beliau bertanya, ‘Apakah kemarin kalian puasa?’ Kami menjawab, ‘Tidak.’ Beliau bertanya lagi, ‘Apakah besok kalian akan berpuasa?’ Kami menjawab, ‘Tidak.’ Kemudian beliau bersabda, ‘Berbukalah!’ Lalu beliau berangkat shalat Jumat. Ketika beliau di atas mimbar, beliau minta dibawakan air, kemudian beliau minum dan orang-orang melihatnya, untuk mengajari mereka bahwa beliau tidak berpuasa di hari Jumat.” (H.r. Ibnu Abi Syaibah; dinilai sahih oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar)
4. Dari Ummul Mukminin, Juwairiyah binti Al-Harits radhiallahu ‘anha; Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menemuinya di hari Jumat, sementara dia sedang berpuasa. Beliau bertanya, “Apakah kemarin kamu puasa?” Dia menjawab, “Tidak.” Beliau bertanya lagi, “Apakah besok kamu mau puasa?” Beliau menjawab, “Tidak.” Beliau bersabda, “Berbukalah!” (H.r. Bukhari, Abu Daud, dan Ibnu Abi Syaibah)
5. Dari Laila, istri Basyir radhiallahu ‘anhuma; beliau mengatakan, “Sesungguhnya, Basyir bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Bolehkah saya berpuasa di hari Jumat dan tidak berbicara dengan seorang pun di hari itu?’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
لا تصم يوم الجمعة الا في أيام هو أحدها أو في شهر وأما أن لا تكلم أحدا فلعمرى لأن تكلم بمعروف وتنهى عن منكر خير من ان تسكت
Janganlah kamu berpuasa di hari Jumat, kecuali jika kamu berpuasa beberapa hari –salah satunya adalah hari Jumat– atau puasa sebulan. Adapun tentang dirimu yang tidak ingin berbicara dengan seorang pun maka sungguh engkau berbicara yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran itu lebih baik daripada engkau diam.” (H.r. Ahmad, Thabrani dalam Mu’jam Al-Kabir, dan Baihaqi; dinilai sahih oleh Al-Albani)
Tidak boleh mengkhususkan hari Jumat untuk shalat malam
Sebagian orang beranggapan bahwa kita dianjurkan untuk memperbanyak shalat tahajud di malam Jumat karena malam ini memiliki keutamaan yang banyak. Anggapan ini adalah anggapan yang salah karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita untuk mengkhususkan malam Jumat untuk ibadah.
1. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu; Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا تختصوا ليلة الجمعة بقيام من بين الليالي ولا تخصوا يوم الجمعة بصيام من بين الأيام إلا أن يكون في صوم يصومه أحدكم
Janganlah kalian mengkhususkan malam Jumat untuk tahajud dan meninggalkannya di malam yang lain. Jangan pula mengkhususkan siang harinya untuk berpuasa, kecuali dalam rangkaian puasa kalian.” (H.r. Muslim)
2. Dari Muhammad bin Sirrin; beliau mengatakan,
Dahulu, Abu Darda’ menghidupkan malam Jumat dengan ibadah, dan beliau berpuasa di siang harinya. Suatu ketika, datanglah Salman –dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mempersaudarakan keduanya– kemudian beliau tidur di rumahnya. Salman pun memperhatikan Abu Darda’ dan tidak membiarkannya, sampai Abu Darda’ tidur dan tidak berpuasa. Maka datanglah Abu Darda’ menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakan perjumpaannya dengan Salman. Kemudian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai Uwaimir (nama asli Abu Darda’), Salman lebih tahu daripada kamu. Janganlah mengkhususkan malam Jumat untuk shalat dan siang harinya untuk puasa.” (H.r. Abdurrazaq dalam Al-Mushannaf)
Anjuran untuk membaca surat khusus ketika shalat subuh di hari Jumat
Dianjurkan bagi orang yang melaksanakan shalat subuh di hari Jumat untuk membaca surat As-Sajdah di rekaat pertama dan surat Al-Insan di rekaat kedua.
  1. Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika shalat subuh di hari Jumat, membaca “alif-lam-mim, as-sajdah” (surat As-Sajdah) dan “hal ata ‘alal insani …” (surat Al-Insan). Sementara, pada shalat Jumat, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat Al-Jumu’ah dan surat Al-Munafiqun. (H.r. Muslim dan Abu Daud)
  2. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu; beliau mengatakan, “Dahulu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika shalat subuh di hari Jumat, membaca ‘alif-lam-mim … tanzil, as-sajdah‘ (surat As-Sajdah) dan ‘hal ata ‘alal insani‘ (surat Al-Insan).” (H.r. Bukhari dan Muslim)
Sebagian malaikat duduk di depan pintu masjid
Di hari Jumat, Allah mengutus beberapa malaikat untuk berjaga di pintu masjid, mencatat setiap orang yang datang jumatan sebelum khatib naik mimbar.
1. Dari Abu Said Al-Khudri radhiallahu ‘anhu; Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إذا كان يوم الجمعة قعدت الملائكة على أبواب المسجد فيكتبون الناس من جاء من الناس على منازلهم فرجل قدم جزورا ورجل قدم بقرة ورجل قدم شاة ورجل قدم دجاجة ورجل قدم عصفورا ورجل قدم بيضة قال فإذا أذن المؤذن وجلس الإمام على المنبر طويت الصحف ودخلوا المسجد يستمعون الذكر
“Apabila hari Jumat datang, para malaikat duduk di depan pintu masjid-masjid. Mereka mencatat setiap orang yang datang sesuai dengan waktu kedatangan mereka. Ada orang yang seperti berkurban unta, ada yang seperti berkurban sapi, ada yang seperti berkurban kambing, ada yang seperti berkurban ayam, ada yang seperti berkurban burung, dan ada yang seperti berkurban telur. Ketika muazin melakukan azan dan imam sudah duduk di mimbar maka buku catatan ditutup dan mereka masuk masjid, mendengarkan khotbah.” (H.r. Ahmad; sanadnya dinilai hasan oleh Syu’aib Al-Arnauth)
2. Dari Abu Umamah radhiallahu ‘anhu; beliau mengatakan,
إذا كان يوم الجمعة قامت الملائكة بأبواب المسجد فيكتبون الناس على منازلهم الاول فإن تأخر رجل منهم عن منزله دعت له الملائكة يقولون اللهم إن كان مريضا فاشفه اللهم إن كانت له حاجة فاقض له حاجته فلا يزالون كذلك حتى إذا خرج الامام طويت الصحف ثم ختمت فمن جاء بعد نزول الامام فقد أدرك الصلاة ولم يدرك الجمعة
Apabila hari Jumat datang, malaikat berjaga di pintu-pintu masjid. Mereka mencatat setiap orang yang datang sesuai tingkat kedatangannya. Apabila ada orang yang telat datang maka malaikat ini berdoa untuknya. Mereka memanjatkan doa, ‘Ya Allah, jika dia sakit maka sembuhkanlah dia, dan jika dia punya kepentingan maka selesaikanlah kebutuhannya.’ Mereka terus melakukan hal itu, sampai imam datang. Ketika imam datang, buku catatan ditutup kemudian distempel. Barang siapa yang datang setelah imam turun maka dia hanya mendapatkan shalat dan tidak mendapatkan jumatan.”
Keterangan:
Sanad hadis ini hasan. Hanya saja, statusnya mauquf sampai Abu Umamah. Artinya, ini adalah perkataan Abu Umamah radhiallahu ‘anhu.
Di hari jumat terdapat satu waktu yang mustajab
1. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu; Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyinggung hari Jumat, kemudian beliau bersabda,
فيه ساعة لا يوافقها عبد مسلم وهو قائم يصلي يسأل الله تعالى شيئا إلا أعطاه إياه
Di hari Jumat, ada satu waktu, apabila ada seorang muslim melakukan shalat dan dia memohon sesuatu kepada Allah, pasti Allah beri.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berisyarat dengan tangannya untuk menunjukkan bahwa waktu itu hanya sebentar. (H.r. Bukhari dan Muslim)
2. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خير يوم طلعت فيه الشمس يوم الجمعة فيه خلق آدم وفيه تقوم الساعة وفيه ساعة لا يسأل الله عز و جل فيها عبد يصلى خير الا أعطاه الله وقللها وقال بيده هكذا انها قليلة
Hari terbaik saat matahari terbit adalah hari Jumat. Di hari ini, Adam diciptakan; di hari ini pula, kiamat terjadi; di hari Jumat terdapat satu waktu, apabila ada seorang hamba yang shalat, memohon kepada Allah di waktu itu, maka Allah akan memberikan pintanya.” (H.r. Abu Daud Ath-Thayalisi; statusnya hasan lighairihi)
3. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إن في الجمعة ساعة لا يوافقها مسلم وهو في صلاة يسأل الله خيرا الا آتاه إياه قال وقللها
Sesungguhnya, di hari Jumat, ada satu waktu; tidaklah seorang muslim yang shalat, dia memohon kebaikan kepada Allah, dan bertepatan dengan waktu tersebut, kecuali Allah pasti akan mengabulkannya.” (H.r. Ahmad; statusnya sahih)
Anjuran memperbanyak salawat di hari Jumat
1. Dari Aus bin Aus radhiallahu ‘anhu; Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من أفضل أيامكم يوم الجمعة فيه خلق آدم وفيه قبض وفيه النفخة وفيه الصعقة فاكثروا على من الصلاة فيه فان صلاتكم معروضة على فقالوا يا رسول الله وكيف تعرض عليك صلاتنا وقد أرمت يعنى وقد بليت قال إن الله عز و جل حرم على الأرض أن تأكل أجساد الأنبياء صلوات الله عليهم
Di antara hari kalian yang paling utama adalah hari Jumat. Di hari itu, Adam diciptakan; di hari itu, Adam meninggal; di hari itu, tiupan sangkakala pertama dilaksanakan; di hari itu pula, tiupan kedua dilakukan. Oleh sebab itu, perbanyaklah membaca salawat untukku di hari Jumat karena salawat kalian ditunjukkan kepadaku.” Para sahabat bertanya, “Bagaimana salawat itu ditunjukkan kepada Anda padahal Anda telah menjadi tanah (mati)?” Beliau bersabda, “Sesungguhnya, Allah mengharamkan bumi untuk memakan jasad para nabi –shallallahu ‘alahim ajma’in–.” (H.r. Ahmad; sanadnya dinilai sahih oleh Syu’aib Al-Arnauth)
2. Dari Abu Umamah radhiallahu ‘anhu; Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنَ الصَّلاةِ فِي كُلِّ يَوْمِ جُمُعَةٍ , فَإِنَّ صَلاةَ أُمَّتِي تُعْرَضُ عَلَيَّ فِي كُلِّ يَوْمِ جُمُعَةٍ , فَمَنْ كَانَ أَكْثَرَهُمْ عَلَيَّ صَلاةً كَانَ أَقْرَبَهُمْ مِنِّي مَنْزِلَةً
Perbanyaklah membaca salawat untukku setiap hari Jumat, karena salawat umatku ditunjukkan kepadaku setiap hari Jumat. Siapa saja yang paling banyak salawatnya untukku maka dia adalah orang yang paling dekat kedudukannya denganku.”
Keterangan:
Status hadis ini diperselisihkan oleh para ulama ahli hadis. Ada yang menilainya kuat dan ada yang menilainya dhaif. Di antara ulama yang menilainya dhaif adalah Imam Adz-Dzahabi dan Syekh Nashiruddin Al-Albani. Adapun ulama yang menerima hadis ini di antaranya adalah As-Suyuti. Hadis ini juga disebutkan oleh Al-Mundziri dalam At-Targhib; beliau mengatakan, “Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dengan sanad hasan.”
Kiamat terjadi di hari Jumat
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خير يوم طلعت عليه الشمس يوم الجمعة فيه خلق آدم وفيه أدخل الجنة وفيه أخرج منها ولا تقوم الساعة إلا في يوم الجمعة
Hari terbaik saat matahari terbit adalah hari Jumat. Di hari itu, Adam diciptakan; di hari itu, Adam dimasukkan ke surga; di hari itu pula, Adam dikeluarkan dari surga; dan kiamat tidak akan terjadi kecuali di hari Jumat.” (H.r. Muslim, Ahmad, dan Turmudzi)
Orang yang meninggal di hari Jumat akan dilindungi dari fitnah (ujian) alam kubur
Dari Abdullah bin Amr radhiallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ما من مسلم يموت يوم الجمعة أو ليلة الجمعة الا وقاه الله فتنة القبر
Tidaklah seorang muslim yang meninggal di hari Jumat atau malam Jumat, kecuali Allah akan lindungi dirinya dari fitnah (ujian) alam kubur.” (H.r. Ahmad; dinilai sahih oleh Ahmad Syakir serta Al-Albani)
Anjuran membaca surat Al-Kahfi pada malam atau siang hari Jumat
1. Dari Abu Said Al-Khudri radhiallahu ‘anhu; Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيقِ
Barang siapa yang membaca surat Al-Kahfi pada malam Jumat, dia akan disinari cahaya antara dirinya dan Ka’bah.” (H.r. Ad-Darimi; Syekh Al-Albani mengatakan bahwa hadis ini sahih)
2. Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma; Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ فِى يَوْمِ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ
Barang siapa yang membaca surat Al-Kahfi pada hari Jumat, dia akan disinari cahaya di antara dua Jumat.” (H.r. An-Nasa’i dan Baihaqi; Al-Albani mengatakan bahwa hadis ini sahih)

Mukaddimah Khutbah Jum’at

  
إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَلاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا  أَمَّا بَعْدُ
Status Riwayat
Pengantar khotbah di atas diriwayatkan dari enam sahabat. Mereka adalah: Ibnu Mas’ud, Abu Musa Al-Asy’ari, Abdullah bin Abbas, Jabir bin Abdillah, Nubaith bin Syarith, dan Aisyah radhiallahu ‘anhum.
Dalam hal ini, kami hanya menyebutkan riwayat Ibnu Mas’ud.
عن أبي عبيدة بن عبد الله عن أبيه قال : عَلَّمَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ خُطْبَةَ الْحَاجَةِ [ فِيْ النِّكَاحِ وَغَيْرِهِ ] : إنَّ الْحَمْدُ لِلّهِ….الخ
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajari kami khutbatul hajah … –sebagaimana lafal di atas– ….” (H.r. Abu Daud, An-Nasa’i, Al-Hakim, Daud Ath-Thayalisi, Imam Ahmad, dan Abu Ya ‘la; dinilai sahih oleh Syekh Al-Albani)
Keterangan Umum
Pengantar khotbah di atas disebut sebagai “khutbatul hajah“. Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan “hajah” pada hadis ini adalah ‘akad nikah’, karena pada acara inilah, umumnya seseorang membaca khutbatul hajah, yang umumnya tidak dibaca pada kesempatan yang lain.
Hanya saja, yang zahir, hadis ini bersifat umum untuk semua hajat dan kepentingan, baik kepentingan akad nikah maupun lainnya. Karena itu, selayaknya seseorang menggunakan pengantar khotbah ini untuk menyampaikan kepentingannya dan semua rencana hidupnya. Demikian keterangan dari Imam Muhammad As-Sindi dalam Hasyiyah (catatan kaki) untuk Sunan Nasa’i, 3:105.
Setelah mengutip pendapat di atas, Syekh Al-Albani memberi komentar, “Pemaknaan ini (‘hajah’ dimaknai dengan ‘nikah’) adalah pemaknaan yang lemah, bahkan keliru, karena adanya riwayat yang sahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyampaikannya selain saat akad nikah.” (Khutbatul Hajah, hlm. 31)
Kapan Khotbah ini Diucapkan?
Hadis di atas menunjukkan bahwa pengantar khotbah ini diucapkan ketika ada hajat dan kebutuhan yang hendak disampaikan. Di antaranya adalah ketika hendak melakukan akad nikah atau menyampaikan khotbah jumat. Terdapat keterangan lain, sebagaimana disebutkan dalam riwayat berikut,
قَالَ شُعْبَة : قُلْتُ لِأَبِـي إِسحَاق : هَذِهِ فِي خُطبَةِ النِّكَاحِ أَوْ فِي غَيْرِهَا ؟ قَالَ: فِـي كُلِّ حَاجَةٍ
Syu’bah bertanya kepada gurunya, Abu Ishaq, “Apakah ini khusus untuk khotbah nikah atau boleh dibaca pada kesempatatan lain?” Jawab Abu Ishaq, “Diucapkan pada setiap acara yang penting.” (Sunan Al-Kubra, karya Al-Baihaqi, no. 13604)
Syu’bah bin Hajjaj adalah salah satu perawi hadis yang menyebutkan tentang khutbatul hajah.
Cara Baca
Untuk lafal “إن الـحَمْد لِلّهِ” ada beberapa cara baca:
  1. Huruf nun pada kata “ إن ” ditasydid dan dal pada kata “ الـحَمْد ” diberi harakat fathah, sehingga dibaca “إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ”.
  2. Huruf nun pada kata “ إن ” ditasydid dan dal pada kata “ الـحَمْد ” diberi harakat dhammah, sehingga dibaca “إنَّ الـحَمْدُ لِلّهِ”. Hal ini sebagaimana keterangan Mula Ali Qari dalam kitab Mirqah Al-Mashabih.
  3. Huruf nun pada kata “ إن ” tidak ditasydid dan dal pada kata “ الـحَمْد ” diberi harakat dhammah, sehingga dibaca “إِنِ الـحَمْدُ لِلّهِ”. Ini sebagaimana keterangan Al-Jazari dalam Tashih Al-Mashabih.
Semua keterangan di atas disarikan dari ‘Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud, 6:108.
Makna “Amma Ba’du”
Kata “أَمَّا بَعْدُ” sering kita dengarkan setiap kali seseorang menyampaikan pengantar khotbah. Bisa juga diungkapkan dengan: “وَبَعْدُ” . Keduanya bermakna sama, yaitu: “adapun selanjutnya”.
Kalimat ini disebut “فَصْلُ الخِطَابِ” (kalimat pemisah). Diriwayatkan dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiallahu ‘anhu bahwa beliau mengatakan, “Orang yang pertama kali mengucapkan ‘amma ba’du’ adalah Nabi Daud ‘alaihis salam, dan itu adalah fashlal khitab.” (Al-Awail Ibni Abi Ashim, no. 188; Al-Awail Ath-Thabrani, no. 40)
Allah berfirman,
وَشَدَدْنَا مُلْكَهُ وَآتَيْنَاهُ الْحِكْمَةَ وَفَصْلَ الْخِطَاب
“Kami kuatkan kerajaannya serta Kami berikan ilmu dan fashlul khitab.” (Q.s. Shad: 20)
Kalimat ini digunakan untuk memisahkan mukadimah dengan isi dan tema khotbah. Ini merupakan bagian dari perhatian seseorang terhadap ceramah yang disampaikan. Demikian keterangan Syekh Ibnu Utsaimin dalam Asy-Syarhul Mumthi’, 1:7.
Anjuran Para Ulama
Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi mengatakan, dalam mukadimah kitab beliau, Musykilul Atsar, “Saya mulai kitab ini dengan pembukaan ketika menyampaikan hajat, sebagaimana perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan dari berbagai jalur, yang akan kami sebutkan –insya Allah– sebagai berikut. Innal hamda lillah ….” (Musykilul Atsar, 1:3)
Syekh Muhammad Hayat As-Sindi mengatakan, “Selayaknya, seseorang menggunakan pengantar khotbah ini untuk menyampaikan kepentingannya dan semua rencana hidupnya….” (Hasyiyah untuk Sunan Nasa’i, 3:105)
Imam Asy-Syafi’i mengatakan, “Khutbatul hajah termasuk hal yang dianjurkan untuk disampaikan pada awal semua akad, seperti: jual beli, akad nikah, atau yang lainnya.” (Hasyiyah As-Sindi untuk Sunan Nasa’i, 3:105)
Setelah mengutip perkataan Imam Syafi’i di atas, Syekh Al-Albani memberi komentar, “Keterangan ulama yang menganjurkan pengucapan khotbah ini dalam jual beli atau semacamnya adalah pendapat yang lemah, karena inti akad jual beli dan semacamnya adalah ijab qabul …. Karena para sahabat yang berjumpa dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, hingga manusia zaman sekarang ini pun, sering melakukan akad tanpa diiringi dengan perkataan tertentu, namun menggunakan gerakan yang menunjukkan keinginan adanya akad …. (Khutbatul Hajah, hlm. 32)
Syekh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah, seseorang yang bergelar muhadditsul ‘ashr (ahli hadis abad ini), menulis buku khusus tentang khutbatul hajah. Beliau berharap, buku ini bisa menjadi motivasi bagi banyak orang untuk menghidupkan kembali sunah pembukaan khotbah yang hampir hilang. Di akhir buku Khutbatul Hajah, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani mengatakan, “Sesungguhnya, tujuan menulis risalah (buku kecil) ini adalah menyebarkan sunah yang hampir sudah biasa ditinggalkan banyak orang. Karenanya, aku tujukan kepada seluruh khatib, da’i, mudarris (pengajar), dan yang lainnya agar betul-betul menghafalnya, menggunakannya untuk membuka khotbah-khotbah dan ceramah mereka. Semoga Allah mewujudkan keinginan mereka dengan sebab khutbatul hajah.” (Khutbatul Hajah, hlm. 33)
Mukadimah Lainnya untuk Khotbah
Selain khutbatul hajah di atas, masih banyak bentuk mukadimah khotbah lainnya. Hanya saja, mukadimah tersebut tidak berlandaskan dalil, dan hanya merupakan kreasi dari para da’i serta penceramah ketika hendak menyampaikan khotbahnya.
Bagi Anda yang hendak menggunakan pengantar khotbah yang tidak ada dalilnya, hendaknya tidak menggunakan pengantar khotbah yang berlebihan, dipaksa-paksakan agar bersajak, dan mengandung pujian yang berlebihan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena itu, untuk lebih aman, sebaiknya kita gunakan pengantar khotbah yang pernah disampaikan oleh para ulama dalam buku-buku mereka. Berikut ini beberapa pengantar khotbah yang sering digunakan oleh da’i.
Mukadimah Singkat
Mukadimah 1:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Artinya:
Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini; dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk jikalau Allah tidak memberi petunjuk kepada kami. Sesungguhnya, telah datang rasul-rasul Tuhan kami, membawa kebenaran. Diserukan kepada mereka, “ltulah surga yang diwariskan kepadamu, disebabkan amalan yang dahulu kamu kerjakan.”
Keterangan:
Mukaddimah ini merupakan surat al-A’raf, ayat 43. Pujian disampaikan oleh penghuni surga, ketika mereka telah melihat kenikmatan yang Allah berikan kepada mereka.
Mukadimah 2:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَلَهُ الْحَمْدُ فِي الْآخِرَةِ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ
Artinya:
Segala puji bagi Allah yang memiliki segala perbendaharaan langit dan bumi, serta bagi-Nya (pula) segala puji di akhirat. Dan Dialah yang Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui.
Keterangan:
Mukadimah ini ada di surat Saba, ayat pertama.
Mukadimah 3:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَذْهَبَ عَنَّا الْحَزَنَ إِنَّ رَبَّنَا لَغَفُورٌ شَكُورٌ
Artinya:
Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami. Sesungguhnya, Tuhan kami benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.
Keterangan:
Mukadimah ini merupakan surat Fathir, ayat 34.
Mukadimah 4:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَى عَبْدِهِ الْكِتَابَ وَلَمْ يَجْعَلْ لَهُ عِوَجًا
Artinya:
Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Al-Kitab (Alquran) kepada hamba-Nya, dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya.
Keterangan:
Mukadimah ini ada di surat Al-Kahfi, ayat pertama.
Mukadimah 5:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَالنُّورَ ثُمَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ يَعْدِلُونَ
Artinya:
Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi serta mengadakan gelap dan terang, namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka.
Keterangan:
Mukadimah ini ada di ayat pertama, surat Al-An’am.
Mukadimah 6:
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُورِ الدُّنْيَا وَالدِّينِ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ أَشْرَفِ الـمُرْسَلِينَ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْـمَـعِينَ، أَمَّا بَعْدُ
Artinya:
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Dengan-Nya kita meminta pertolongan dalam segala urusan dunia dan akhirat. Salawat dan salam tercurah untuk seorang utusan yang paling mulia, keluarganya, dan semua sahabatnya …. Amma ba’du ….
Mukadimah 7:
الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ رَسُوْلِ لله وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ، أَمَّا بَعْدُ
Artinya:
Segala puji bagi Allah. Salawat dan salam tercurah untuk Rasulullah, para keluarganya, sahabatnya, dan orang-orang yang tunduk lagi taat kepada beliau. Amma ba’du ….
Mukadimah 8:
الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ أَشْرَفِ الـمُرْسَلِينَ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْـمَـعِينَ، أَمَّا بَعْدُ
Artinya:
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Salawat dan salam tercurah untuk seorang utusan yang paling mulia, keluarganya, dan semua sahabatnya …. Amma ba’du ….
Mukadimah 9:
الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ أَشْرَفِ الأَنْبِيَاءِ وَالـمُرْسَلِينَ وَعَلىَ آلِهِ وَأَصَحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ اِلَى يَومِ الدِّينِ، أَمَّا بَعْدُ
Artinya:
Segala puji bagi Allah. Salawat dan salam semoga tercurah untuk seorang nabi dan rasul yang paling mulia, keluarganya, sahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari kiamat. Amma ba’du ….
Mukadimah 10:
الْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ رَسُولِهِ الْـمُصْطَفَى، وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى، أَمَّا بَعْدُ
Artinya:
Segala puji hanya bagi Allah, dan cukup Dia. Salawat dan salam tercurah untuk seorang utusan-Nya yang terpilih, keluarganya, sahabatnya, dan setiap orang yang menempuh jalan hidayah. Amma ba’du ….
Mukadimah 11:
الْحَمْدُ للهِ الَّذِي جَعَلَ فِي كُلِّ زَمَانٍ فَتْرَةً مِنَ الرُّسُلِ بَقَايَا مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ يَدْعُونَ مَنْ ضَلَّ إِلَى الْهُدَى وَيَصْبِرُونَ مِنْهُمْ عَلَى الْأَذَى، يُـحْيَونَ بِكِتَابِ اللهِ الـمَوْتَى وَيُبَصِّرُونَ بِنُورِ اللهِ أَهْلَ الْعَمَى، فَكَمْ مِنْ قَتِيْلٍ لِإِبْلِيْسَ قَدْ أَحْيَوْهُ وَكَمْ مِنْ ضَالٍّ تَائِهٍ قَدْ هَدَوْهُ فَمَا أَحْسَنَ أَثَرِهُم عَلَى النَّاسِ وَأَقْبَحَ أَثَرِ النَّاسِ عَلَيْهِمْ. يُنْفَوْنَ عَنْ كِتَابِ اللهِ تَـحْرِيفَ الغَالِّينَ وَانْتِحَالَ الـمُبْطِلِينَ وَتَأْوِيْلَ الجَاهِلِينَ الَّذِيْنَ عَقَدُوا أُلُوِيَّةَ البِدْعَةِ وَأَطْلَقُوا عِقَالَ الفِتْنَةِ فَهُمْ مَخْتَلِفُونَ فِي الكِتَابِ مُخَالِفُونَ لِلْكِتَابِ مُجْمِعُونَ عَلَى مُفَارَقَةِ الكِتَابِ يَقُولُونَ عَلَى اللهِ وَفِي اللهِ وَفِي كِتَابِ اللهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ يَتَكَلَّمُونَ بِالـمُتَشَابِهِ مِنَ الكَلَامِ وَيُـخْدِعُونَ جُهَّالَ النَّاسِ بِمَا يُشْبِهُونَ عَلَيْهِمْ فَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ فِتَنِ الْمُضِلِّينَ، أَمَّا بَعْدُ
Artinya:
Segala puji itu hanya menjadi hak Allah. Dialah Dzat yang memunculkan para ulama yang masih saja tersisa di setiap zaman yang mengalami kekosongan rasul. Para ulama tersebut mendakwahi orang yang tersesat kepada hidayah, dan mereka bersabar atas berbagai gangguan. Dengan kitab Allah, mereka hidupkan orang-orang yang hatinya sudah mati. Mereka perlihatkan cahaya Allah kepada orang yang buta mata hatinya. Betapa banyak korban iblis yang berhasil mereka selamatkan. Betapa banyak orang yang tersesat dan bingung berhasil mereka tunjuki jalan yang benar. Betapa bagus pengaruh mereka di tengah-tengah manusia dan betapa jelek balasan manusia terhadap mereka. Para ulamalah yang mengingkari penyelewengan makna Alquran yang dilakukan oleh orang-orang yang berlebih-lebihan serta pemalsuan yang dibuat oleh para pembela kebatilan. Yaitu, orang-orang yang memasang tali bid’ah dan mengencangkan ikatan fitnah. Mereka memperdebatkan kitabullah, menyelisihi Alquran, dan sepakat untuk keluar dari aturan Alquran. Mereka berbicara atas nama Allah, tentang Allah, dan tentang kitabullah, tanpa dalil. Mereka membicarakan tentang hal yang rancu dan menipu manusia-manusia bodoh dengan kerancuan berpikir yang mereka sebarkan. Kami berlindung kepada Allah dari ujian karena orang-orang yang sesat. Amma ba’du ….
Keterangan:
Mukadimah di atas merupakan mukadimah yang disampaikan oleh Imam Ahmad dalam kitabnya, Ar-Radd ‘ala Al-Jahmiyah wa Az-Zanadiqah. Banyak ulama yang mengutip pengantar beliau untuk dijadikan pembukaan khotbah atau pun ceramah yang bertajuk “Kesesatan dan Jalan Menyimpang”

Doa Khutbah Jumat

1. Berdoa untuk kaum muslimin ketika khotbah kedua
Ulama berselisih pendapat tentang hukum berdoa bagi kaum muslimin ketika khotbah kedua.
  • Pendapat pertama, hukum berdoa ketika khotbah adalah sunah. Ini adalah pendapat Hanafiyah, Syafi’iyah –dalam salah satu pendapat mereka–, dan pendapat Hanabilah.
  • Pendapat kedua, berdoa ketika khotbah merupakan rukun khotbah kedua. Karena itu, wajib untuk berdoa pada khotbah kedua. Ini adalah pendapat yang dijadikan acuan dalam Mazhab Syafi’iyah.
Insya Allah, pendapat yang lebih kuat dalam hal ini adalah pendapat pertama, yang menyatakan bahwa berdoa saat khotbah kedua itu hukumnya dianjurkan, bukan termasuk rukun. Semua ulama sepakat bahwa mendoakan kebaikan kepada kaum muslimin termasuk sesuatu yang disyariatkan.
Syekh Muhammad bin Ibrahim mengatakan, “Hendaknya doa ketika khotbah adalah doa yang penting bagi kaum muslimim, seperti: kemenangan untuk Islam dan kaum muslimin, serta kekalahan bagi orang kafir.” (Fatawa wa Rasail Syaikh Muhammad bin Ibrahim, 3:21)
Di antara dalil bahwa berdoa pada kesempatan ini hukumnya dianjurkan adalah:
  • Hadis dari Samurah bin Jundab radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta ampunan untuk kaum mukminin-mukminat dan muslimin-muslimat setiap hari Jumat. (H.r. Al-Bazzar dan Thabrani. Ibnu Hajar berkata, “Sanadnya layyin karena dalam sanadnya ada Yusuf bin Khalid As-Samti, dan dia termasuk perawi dhaif)
  • Waktu berkhotbah termasuk waktu yang mustajab, sehingga dianjurkan untuk memanfaatkan waktu ini untuk berdoa.
Teks doa
Doa pertama:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ
Ya Allah, ampunilah kaum mukminin laki-laki dan wanita, kaum muslimin laki-laki dan wanita, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Sesungguhnya, Engkau adalah Dzat yang Maha Mendengar, Mahadekat, Dzat yang mengabulkan doa.”
Keterangan:
Teks doa ini tidak ada dalilnya dalam Alquran maupun hadis. Karena itu, boleh divariasikan. Yang penting, mengandung doa permohonan ampunan untuk kaum mukminin laki-laki dan wanita.
Doa kedua:
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْإِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِلَّذِيْنَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

Ya Rabb kami, berilah ampunan kepada kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu sebelum kami, dan janganlah Engkau membiarkan ada kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.”
Keterangan:
Teks doa ini merupakan firman Allah di surat Al-Hasyr, ayat 10.
2. Mendoakan kebaikan untuk pemimpin secara umum
Mendoakan kebaikan bagi penguasa kaum muslimin secara umum dalam khotbah Jumat termasuk amalan yang dianjurkan. Imam An-Nawawi mengatakan, “Mendoakan kebaikan untuk penguasa kaum muslimin dan pemimpin mereka, agar mendapatkan kebaikan, kemudahan dalam menegakkan kebenaran serta keadilan, dan semacamnya termasuk doa yang dianjurkan menurut kesepakatan ulama.” (Al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 4:521)
Imam Ahmad bin Hanbal pernah mengatakan, “Andaikan saya memiliki satu doa yang pasti dikabulkan, niscaya saya berikan doa itu untuk kebaikan pemimpin yang adil, karena ketika pemimpin baik maka itu akan memberikan kebaikan kepada kaum muslimin.” (Al-Furu’, 2:120). Beliau juga mengatakan, “Aku doakan pemimpin agar mendapatkan taufik dan petunjuk menuju jalan yang lurus.” (Al-Furu’, 2:120)
Imam Al-Barbahari mengatakan, “Apabila engkau melihat seseorang mendoakan keburukan untuk pemimpinnya, ketahuilah, dia adalah pengikut hawa nafsu (ahli bid’ah). Sebaliknya, jika engkau mendengar seseorang mendoakan kebaikan bagi penguasanya, ketahuilah, dia termasuk ahlus sunnah, insya Allah.” (Syarhus Sunnah, no. 107)
Kemudian, beliau mengutip perkataan Fudhail bin ‘Iyadh; beliau mengatakan, “Andaikan aku memiliki satu doa yang pasti dikabulkan, aku tidak akan menggunakan doa itu kecuali untuk kebaikan penguasa.” Beliau ditanya, “Wahai Abu Ali (kun-yah Fudhail), mohon jelaskan kepada kami perkataan Anda.” Beliau menjawab, “Jika aku gunakan doa yang baik ini untuk kepentingan diriku maka manfaatnya tidak meluas. Namun, jika aku gunakan untuk kebaikan penguasa, kemudian dia menjadi baik, seluruh masyarakat dan negara akan menjadi baik.” Karena itu, kita diperintah untuk mendoakan kebaikan bagi penguasa, dan kita tidak boleh mendoakan keburukan bagi mereka, meskipun mereka berbuat jahat dan zalim, karena kejahatan dan kezaliman mereka akan menimpa diri mereka sendiri, sedangkan kebaikan mereka akan memberikan dampak baik untuk dirinya dan kaum muslimin. (Syarhus Sunnah, no. 107)
Teks doa
Doa pertama:
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا، اَللَّهُمَّ وَفِّقْهُمْ لِمَا فِيْهِ صَلَاحُهُمْ وَصَلَاحُ اْلإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِنْهُمْ عَلَى الْقِيَامِ بِمَهَامِهِمْ كَمَا أَمَرْتَهُمْ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ أَبْعِدْ عَنْهُمْ بِطَانَةَ السُّوْءِ وَالْمُفْسِدِيْنَ وَقَرِّبْ إِلَيْهِمْ أَهْلَ الْخَيْرِ وَالنَّاصِحِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِ الْمُسْلِمِيْنَ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ

Ya Allah, jadikanlah pemimpin kami orang yang baik. Berikanlah taufik kepada mereka untuk melaksanakan perkara terbaik bagi diri mereka, bagi Islam, dan kaum muslimin. Ya Allah, bantulah mereka untuk menunaikan tugasnya, sebagaimana yang Engkau perintahkan, wahai Rabb semesta alam. Ya Allah, jauhkanlah mereka dari teman dekat yang jelek dan teman yang merusak. Juga dekatkanlah orang-orang yang baik dan pemberi nasihat yang baik kepada mereka, wahai Rabb semesta alam. Ya Allah, jadikanlah pemimpin kaum muslimin sebagai orang yang baik, di mana pun mereka berada.”
Keterangan:
Doa ini merupakan doa Syekh Shaleh Al-Fauzan dalam khotbah beliau.
Doa kedua:
اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا لِمَا تُحِبُّهُ وَتَرْضَاهُ، اَللَّهُمَّ أَعِنْهُمْ عَلَى طَاعَتِكَ وَاهْدِهِمْ سَوَاءَ السَّبِيْلِ، اَللَّهُمَّ جَنِّبْهُمْ الْفِتَنَ مَاظَهَرَ مِنْهَا وَمَابَطَنَ، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Ya Allah, berikanlah taufik kepada pemimpin kami untuk menempuh jalan yang Engkau cintai dan Engkau ridhai. Ya Allah, bantulah meraka dalam melakukan ketaatan kepada-Mu dan berilah mereka petunjuk ke jalan yang lurus. Ya Allah, jauhkanlah mereka dari setiap fitnah dan masalah, baik yang tampak jelas maupun yang tersembunyi. Sesungguhnya, Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.”
Doa ketiga:
اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِيْ أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْ مَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِيْ رِضَاكَ، وَارْزُقْهُ الْبِطَانَةَ الصَّالِحَةَ النَاصِحَةَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Ya Allah, berilah kami keamanan di negeri kami, jadikanlah pemimpin kami dan penguasa kami orang yang baik. Jadikanlah loyalitas kami untuk orang yang takut kepada-Mu, bertakwa kepada-Mu, dan mengikuti ridha-Mu, yaa Rabbal ‘alamin. Ya Allah, berikanlah taufik kepada pemimpin kami untuk menempuh jalan petunjuk-Mu, jadikanlah sikap dan perbuatan mereka sesuai ridha-Mu, dan berikanlah teman dekat yang baik untuk mereka, yaa Rabbal ‘alamin.”
Keterangan:
Doa ini termasuk salah satu doa Syekh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin pada salah satu khotbah Jumat beliau.
Selain doa-doa di atas, khatib juga bisa menambahkan doa-doa yang lainnya, baik yang ada dalam Alquran maupun As-Sunnah. Di antaranya:
a. Doa agar mendapatkan keturunan yang baik
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا
Wahai Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”
b. Doa untuk kebaikan dunia dan akhirat
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Wahai Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta lindungilah kami dari siksa neraka.”
c. Doa mohon ampunan atas sikap yang melampui batas
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِيْ أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ
Wahai Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan segala tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami, teguhkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami atas kaum yang kafir.”
d. Doa memohon ampunan untuk orang tua dan seluruh kaum muslimin
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِنَا مُؤْمِنًا وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
Wahai Rabb kami, ampunilah kami, orang tua kami, dan setiap orang yang masuk ke rumah kami dengan beriman, juga semua laki-laki yang beriman dan perempuan yang beriman.”
Catatan:
Doa khatib ketika berkhotbah adalah doa jama’i, yang diaminkan oleh sebagian makmum. Karena itu, hindari penggunaan kata ganti “aku” atau “-ku”, karena doa dengan kata ganti “aku” berarti doa untuk kepentingan pribadi, padahal makmum mengaminkannya. Sebagian ulama menganggap tindakan ini sebagai bentuk pengkhianatan kepada makmum.
Contoh yang sering terjadi, doa memohonkan ampunan untuk diri sendiri dan orang tua:
رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِيْ صَغِيْرًا
Ya Allah, ampunilah aku dan kedua orang tuaku, serta berilah rahmat kepada keduanya, sebagaimana mereka mendidikku di waktu kecil.”
Doa ini tidak boleh dibaca pada saat doa jemaah, termasuk ketika khotbah. Karena doa ini kembali untuk kepentingan khatib sendiri. Yang benar, kata ganti “aku” diubah menjadi “kami”, sehingga teks doanya adalah:
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا
Ya Allah, ampunilah kami dan kedua orang tua kami, serta berilah rahmat kepada keduanya, sebagaimana mereka mendidik kami di waktu kecil.”
Allahu a’lam.




Fatwa Ulama: Jika Anda Tertinggal Sholat Jumat

tertinggal shalat jumat fatwa ulama

Jika Anda Tertinggal Sholat Jumat

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah ditanya:
Fadhilatusy Syaikh rahimahullah ditanya : Apa yang harus dilakukan oleh seseorang saat datang hari Jumat sedangkan imam sudah duduk tasyahud dalam sholat Jumat ?

Fadhilatusy Syaikh menjawab : Jika seseorang datang untuk melaksanakan sholat Jumat kemudian dia mendapati imam sedang duduk tasyahud saat sh0lat Jumat, maka dia telah kehilangan sh0lat Jumat. Hendaknya dia langsung mengikuti imam (duduk tasyahud) kemudian dia shalat zhuhur 4 rakaat. Karena dia telah kehilangan dari shalat Jumat, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Barangsiapa yang mendapati satu rakaat shalat berarti dia telah mendapati shalat tersebut.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Mafhum dari hadits ini adalah bahwa orang yang mendapati kurang dari satu rakaat berarti dia tidak mendapati shalat itu.
Dan telah diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda,

“Barangsiapa yang mendapati satu rakaat dari shalat Jumat maka dia telah mendapati sholat Jumat tersebut.” (HR. Ibnu Majah) yaitu dia telah mendapatkan shalat Jumat jika dia datang pada rakaat kedua.
***

Info Fatwa Ulama Seputar Sholat Jumat

Majmuu’  Fataawa wa Rasaail, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, jilid 16, hal. 78
Penerjemah:
Ustadz Abu Karimah Didik Suyadi dengan beberapa penyuntingan oleh redaksi KhotbahJumat.com
Artikel www.KhotbahJumat.com


 Contoh KHUTBAH JUM'AT LENGKAP

Pengaruh Dosa dan Maksiat Terhadap Umat

dosa-maksiat
Khotbah Jumat berikut ini menjelaskan tentang pengaruh dosa dan maksiat terhadap kehidupan umat, baik di dunia maupun di akhirat. Semoga nasihat dalam Khotbah Jumat ini bermanfaat bagi kaum muslimin. [Redaksi Khotbahjumat.com]
***
إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَلاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أَمَّا بَعْدُ
Wahai hamba-hamba Allah, bertakwalah kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Taatlah kepada-Nya, selalu rasakanlah pengawasan-Nya, dan jangan durhaka kepada-Nya.
Wahai hamba-hamba Allah, Allah telah memberikan anugerah yang luar biasa kepada umat ini. Allah subhanahu wa ta’ala menjadikannya sebagai umat pembimbing dan pemimpin. Allah memilihnya untuk mengemban risalah dan menurunkan kitab suci-Nya yang paling agung kepada umat ini. Allah berjanji memberikan pertolongan jika umat ini mau menolong agama-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala berjanji memberikan kemuliaan dan kejayaan jika umat ini mau berpegang teguh pada kitab Allah dan sunah Nabi-Nya.
Umat ini pernah memimpin dan mengendalikan dunia selama berabad-abad. Kemudian, kepemimpinannya dicabut dan keadaannya berubah dengan mencolok. Musuh-musuhnya mengepungnya, berbagai musibah menimpanya, beragam cobaan dan bencana menderanya secara bertubi-tubi. Realita yang mengenaskan dan kondisi yang memilukan ini telah menggugah hati anak-anak umat ini, yang ingin menyongsong masa depan yang cerah, insya Allah.
Pertanyaannya adalah: Apa yang menimpa kita, umat Islam? Apa yang mendera umat kita sehingga terpuruk dan terhina? Apa faktor-faktor yang membuat umat kita sampai ke titik nadir setelah berada di puncak kejayaan? Apa yang menyeret umat ini ke jurang yang dalam dan menjerumuskannya ke dasar kenyataan yang sangat dalam?
Jawaban yang disepakati semua orang ialah: Penyebab semua itu adalah perbuatan dosa dan maksiat. Satu hal yang tidak terbantahkan ialah bahwa Allah subhanahu wa ta’ala telah menetapkan sunnatullah (hukum alam) yang berlaku di jagat raya ini dan tidak bisa diganti. Sunnatullah itu berlaku di dalam kehidupan pribadi, umat, dan bangsa tanpa bisa diubah. Oleh karena itu, umat yang berjalan menurut syariat Allah dan mengikuti jejak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pasti akan sampai ke tujuan dan berhasil menggapai cita-cita, karena Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa membimbingnya, menolongnya, dan memerhatikannya.
Di dunia ini, tidak ada seorang pun yang memiliki hubungan nasab atau kekerabatan dengan Allah subhanahu wa ta’ala. Sebaliknya, jika umat ini mengabaikan perintah Allah, melanggar hukum-hukum agama-Nya, dan mencampakkan sunah Rasul-Nya, pasti Allah akan membuatnya menanjak di jalur yang berat dan hidup dalam kesengsaraan, sampai mereka mau kembali kepada agamanya. Betapa hinanya makhluk di mata Allah jika mereka menyia-nyiakan perintah-Nya, durhaka kepada-Nya secara terbuka, dan meremehkan hukum-hukum agama-Nya. Setiap azab yang menimpa suatu kaum dulu maupun kini penyebabnya tidak lain adalah perbuatan dosa yang mereka lakukan.
إِنَّ اللهَ لاَيُغَيِّرُ مَابِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَابِأَنفُسِهِمْ
“Sesungguhnya, Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (Q.s. Ar-Ra’d:11)
وَمَآأَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا عَن كَثِيرٍ
“Dan apa pun musibah yang menimpamu maka itu disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri; dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Q.s. Asy-Syura’:30)
Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Sesungguhnya, Allah merasa cemburu, dan kecemburuan Allah itu terjadi manakala seorang mukmin melakukan perbuatan yang diharamkan oleh Allah.” (Shahih Al-Bukhari, no. 5223; Shahih Muslim, no. 2761)
Aku melihat dosa membuat hati mati
Dan kecanduannya mewariskan kehinaan
Meninggalkan dosa adalah hidupnya hati
Dan menjauhinya amat baik bagi jiwamu
Wahai umat Islam, sesungguhnya perbuatan dosa dan maksiat itu memiliki pengaruh yang kuat terhadap kesehatan badan dan hati, juga memberikan kesialan yang nyata dalam hidup umat dan bangsa.
Al-Imam Al-’Allamah Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah menyatakan, “Perlu diketahui bahwa perbuatan dosa dan maksiat itu memiliki dampak yang buruk. Tentu saja, dampak buruknya terasa di dalam hati, sebagaimana racun berdampak buruk terhadap tubuh. Bukankah setiap keburukan dan penyakit yang ada di dunia dan akhirat disebabkan oleh perbuatan dosa dan maksiat?
Apa yang membuat Adam dan Hawa harus keluar dari surga? Apa yang membuat iblis diusir dari kerajaan langit, dikutuk, diubah wujud lahir dan batinnya, dan diganti kedudukannya: dari dekat menjadi jauh, dari rahmat menjadi laknat, dari elok menjadi jelek, dan dari surga menjadi neraka yang menyala-nyala?
Apa yang membuat seluruh penduduk bumi tenggelam, bahkan air menutupi puncak-puncak gunung? Apa yang membuat angin topan menghantam kaum ‘Ad dan membuat mereka mati bergelimpangan di atas tanah laksana batang-batang pohon kurma yang tumbang, serta meluluh-lantakkan bangunan, tanaman, pepohonan dan binatang ternak mereka, sehingga mereka menjadi pelajaran berharga bagi umat-umat lainnya sampai hari kiamat?
Apa yang mengirimkan teriakan keras kepada kaum Tsamud hingga memotong-motong jantung yang ada di dalam dada mereka dan membuat mereka mati seketika?
Apa yang membuat kampung yang dihuni kaum homoseks diangkat ke atas lalu dibalik 180 derajat dan dihunjamkan kembali ke dalam bumi, kemudian diikuti dengan hujan batu panas yang menimpa mereka, dan itu tidak terlalu jauh dari orang-orang yang zalim?
Apa yang membuat kaum Syu’aib dikirimi awan azab layaknya naungan, kemudian setelah berada tepat di atas kepala mereka, tiba-tiba awan itu menghujani mereka dengan api yang menyala-nyala?
Apa yang membuat Fir’aun dan kaumnya tenggelam di lautan, kemudian ruhnya dibawa ke neraka jahanam; sehingga tubuhnya tenggelam sedangkan ruhnya dibakar di neraka jahanam?
Apa yang membuat kaum-kaum sesudah Nuh ‘alaihissalam dibinasakan dengan aneka hukuman dan dihancur-leburkan?
Apa yang membuat Bani Israil diserang oleh orang-orang yang memiliki kekuatan besar, lalu mereka merajalela di tengah-tengah kampung, membunuh para lelaki, menawan anak-anak dan wanita, membakar rumah-rumah, dan menjarah harta benda, kemudian mereka menyerang kembali dan menghancurkan segala sesuatu yang mereka hancurkan?
Apa yang membuat Bani Israil ditimpa bermacam azab dan hukuman; mulai dari pembunuhan, penawanan, penghancuran negeri, kekejaman penguasa, hingga pengubahan wujud mereka menjadi kera dan babi? Pada akhirnya, Allah subhanahu wa ta’ala bersumpah dengan firman-Nya,
لَيَبْعَثَنَّ عَلَيْهِمْ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ مَن يَسُومُهُمْ سُوءَ الْعَذَابِ
Sesungguhnya, Dia (Allah) akan mengirim kepada mereka (orang-orang Yahudi) –sampai hari kiamat– orang-orang yang akan menimpakan kepada mereka azab yang seburuk-buruknya.‘ (Q.s. Al-A’raf :167)”
Ibnul Qayyim terus menyebut hukuman-hukuman atas perbuatan dosa dan maksiat serta pengaruhnya terhadap hati dan badan, di dunia dan akhirat. Seraya beliau menyitir nash-nash Alquran dan hadis, beliau menelusuri kejadian-kejadian yang menimpa berbagai umat dan masa, serta sejarah orang-orang yang mendustakan dan mengingkari firman Allah.
Hukuman-hukuman yang bisa menimpa orang-orang yang berbuat maksiat antara lain: terhalang dari ilmu dan rezeki; merasakan kesepian; kesulitan dan kegelapan; lemah hati dan badan; terhalang dari ketaatan; terhapusnya berkah; hina di mata Allah; rusaknya akal; lemahnya tekad; terkuncinya hati; padamnya cahaya cemburu; hilangnya rasa malu; lenyapnya nikmat; datangnya petaka, rasa takut, gentar, gelisah, buta hati; serta datangnya bermacam-macam azab, bencana, hukuman, dan penderitaan hidup di dunia, di dalam kubur dan di hari kiamat.
Pendek kata, segala macam keburukan dan kerusakan di air, udara, tanam-tanaman, buah-buahan, tempat tinggal, manusia, negara, darat, angkasa, laut, dunia, dan akhirat, penyebabnya tidak lain adalah perbuatan dosa dan maksiat. Sunnatullah ini telah ditegaskan di dalam Alquran Al-Karim, terutama ketika menceritakan tentang umat-umat terdahulu yang mendustakan firman Tuhan. Ini dimaksudkan agar menjadi pelajaran dan peringatan bagi orang yang punya hati, mau mendengar dan menyaksikan segala yang terjadi.
كُلاًّ أَخَذْنَا بِذَنبِهِ فَمِنْهُم مَّنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا وَمِنْهُم مَّنْ أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ وَمِنْهُم مَّنْ خَسَفْنَا بِهِ اْلأَرْضَ وَمِنْهُم مَّنْ أَغْرَقْنَا وَمَاكَانَ اللهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا أَنفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang menguntur, di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan; Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (Q.s. Al-Ankabut:40)
Kalau Anda berada di dalam nikmat maka peliharalah
Karena perbuatan maksiat bisa melenyapkan nikmat
Pertahankan nikmat itu dengan syukur kepada Tuhan
Karena syukur kepada Tuhan bisa melenyapkan bencana
Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu berkata, “Sesungguhnya, kebajikan itu menyisakan sinar di wajah, cahaya di hati, kelapangan di dalam rezeki, kekuatan di badan, dan kecintaan di hati makhluk (manusia). Sesungguhnya, kejahatan itu menampakkan kesuraman di wajah, kegelapan di dalam hati dan kubur, kelemahan di badan, kekurangan di dalam rezeki, dan kebencian di hati makhluk (manusia).”
Hasan Al-Bashri berkata, “Walaupun orang-orang yang suka berbuat maksiat itu belagak terhormat, namun kenistaan maksiat tidak bisa lepas dari hati mereka. Allah senantiasa menistakan orang-orang yang durhaka kepada-Nya.”
Saudara-saudara seiman dan seakidah, belum tibakah saatnya bagi umat Islam untuk menyadari bahwa kelemahan, pertikaian, perpecahan, dan penindasan musuh yang mereka alami saat ini sesungguhnya disebabkan oleh kemaksiatan mereka kepada Allah? Tidakkah sepatutnya umat Islam –yang tengah didera beragam hukuman dalam kehidupan keagamaan maupun keduniawian, secara konkrit maupun secara abstrak, akibat pelanggaran terhadap hal-hal yang diharamkan– kembali kepada agamanya yang benar? Kemudian mereka menyadari bahwa semua kekacauan yang terjadi di segenap bidang kehidupan, perang dahsyat yang terjadi di berbagai belahan bumi, penyakit-penyakit ganas, kelaparan yang mengerikan, banjir yang hebat, gempa bumi, letusan gunung berapi, dan kejadian-kejadian lain yang mengerikan sesungguhnya disebabkan dosa-dosa manusia dan keengganan mereka untuk mengikuti firman Allah?
وَمَن يُعْرِضْ عَن ذِكْرِ رَبِّهِ يَسْلُكْهُ عَذَابًا صَعَدًا
Dan barang siapa yang berpaling dari peringatan Rabb-nya, niscaya Dia akan memasukkan-nya ke dalam azab yang amat berat.” (Q.s. Al-Jin:17)
أَفَأَمِنَ الَّذِينَ مَكَرُوا السَّيِّئَاتِ أَن يَخْسِفَ اللهُ بِهِمُ اْلأَرْضَ أَوْ يَأْتِيَهُمُ الْعَذَابُ مِنْ حَيْثُ لاَيَشْعُرُونَ أَوْيَأْخُذَهُمْ فِي تَقَلُّبِهِمْ فَمَاهُمْ بِمُعْجِزِينَ أَوْيَأْخُذَهُمْ عَلَى تَخَوُّفٍ فَإِنَّ رَبَّكُمْ لَرَءُوفٌ رَّحِيمٌ
Maka apakah orang-orang yang membuat makar yang jahat itu merasa aman (dari bencana) ditenggelamkannya bumi oleh Allah bersama mereka, datangnya azab kepada mereka dari tempat yang tidak mereka sadari, atau Allah mengazab mereka di waktu mereka dalam perjalanan? Maka sekali-kali mereka tidak dapat menolak (azab itu), atau Allah mengazab mereka dengan berangsur-angsur (sampai binasa). Maka sesungguhnya Rabb-mu itu Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.” (Q.s. An-Nahl:47)
Wahai segenap kaum muslimin, tidakkah Anda melihat penderitaan dan hukuman yang menimpa berbagai umat dan bangsa di sekitar Anda? bukankah hal itu terjadi akibat perbuatan dosa dan maksiat? Sesungguhnya, perbuatan dosa dan maksiat itu telah merusak banyak negara. Banyak sekali masyarakat yang tenggelam dalam kehidupan jahiliah, baik dalam bidang akidah, pemikiran, maupun akhlak putra-putrinya. Praktik syirik merajalela dan banyak ditemukan pelanggaran terhadap sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam bentuk praktik bid’ah. Larangan-larangan Allah dilanggar, dosa-dosa besar yang mengundang murka Allah dikerjakan, kefasikan berkembang pesat, kerusakan menyebar di rumah-rumah, jalan-jalan dan pasar-pasar. Semua itu berlangsung tanpa ada yang menegur dan mengubahnya!
Siapa pun tahu, seberapa parah kerusakan dan keserba-bolehan (permisif) yang disiarkan oleh stasiun-stasiun televisi. Allahul Musta’an! Kini, bahkan ada perbuatan dosa yang dibangga-banggakan oleh sebagian orang. La haula wa la quwwata illa billah! Sungguh, umat Islam kini benar-benar hidup pada era keterasingan dari Islam, di tengah-tengah para penyeru jahanam. Na’udzu billah! Betapa luas kebesaran Allah terhadap hamba-hamba-Nya! Tidak cukupkah peringatan-peringatan itu bagi Anda, wahai hamba-hamba Allah? Tidak bergunakah pelajaran-pelajaran yang bisa kita petik dari kejadian-kejadian masa lalu maupun masa kini?
إِنَّ رَبَّكَ لَبِالْمِرْصَادِ
Sesungguhnya, Rabb-mu benar-benar mengawasi.” (Q.s. Al-Fajr:14)
Masalah ini sangat krusial dan perlu dikaji secara serius oleh umat Islam sekarang, pada level pemimpin, ulama, intelektual, dan aktivitas dakwah, dalam rangka menghentikan kemunduran besar-besaran yang membuat umat ini rentan terhadap murka Allah di dunia sebelum di akhirat.
Inilah kenyataan yang sebenarnya. Sesungguhnya, orang-orang yang prihatin terhadap kondisi umat ini benar-benar menggantungkan harapan pada kebangkitan Islam yang baru, gairah keimanan yang benar, dan gerakan dakwah yang terpuji yang sedang marak di berbagai kawasan dunia Islam, agar generasi muda Islam mau kembali kepada sumber kejayaan dan kebahagiaan mereka, baik di dunia maupun di akhirat. Itu tidaklah sulit bagi Allah.
بارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ
Semoga Allah melimpahkan berkah bagi saya dan Anda sekalian dengan keberadaan Alquran Al-Karim, serta menjadikannya bermanfaat bagi saya dan Anda semua dengan ayat-ayat dan peringatan yang bijaksana di dalamnya. Demikianlah yang dapat saya sampaikan. Saya beristigfar kepada Allah agar Dia berkenan mengampuni segala dosa saya dan Anda sekalian, kaum muslimin.
اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اللهم بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اللهم اغْـفِـرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْـفِـرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. اللهم إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى. اللهم إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيْعِ سَخَطِكَ. وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Ya Allah, limpahkanlah salawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau melimpahkan salawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya, Engkau Maha Terpuji lagi Mahamulia. Ya Allah, limpahkanlah berkah kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau limpahkan berkah kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya, Engkau Maha Terpuji lagi Mahamulia. Ya Allah, ampunilah kaum muslimin dan muslimat. Wahai Rabb kami, kami telah bersikap zalim terhadap diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan mengasihi kami, betapa kami sungguh akan merugi. Ya Allah, sungguh kami memohon kepada-Mu, karuniakanlah petunjuk, ketakwaan, keselamatan, dan kekayaan (lahir dan batin) kepada kami. Ya Allah, sungguh kami berlindung dengan-Mu dari lenyapnya nikmat-Mu, dari berbaliknya keselamatan di kehidupan kami, dari sergapaan siksaan-Mu yang menyerang tiba-tiba, dan dari seluruh murka-Mu. Akhir doa kami adalah segala puji hanya bagi Allah Rabb semesta alam.”

 Contoh KHUTBAH JUM'AT LENGKAP

Antara Dahsyatnya Bahaya Miras dan Nekatnya Manusia dalam Menentang Allah


oleh Hartono Ahmad Jaiz

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah, marilah kita bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah berkenan memberikan berbagai keni’matan bahkan hidayah kepada kita.
Shalawat dan salam semoga Allah tetapkan untuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya yang setia dengan baik sampai akhir zaman.
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah, mari kita senantiasa bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa, menjalani perintah-perintah Allah sekuat kemampuan kita, dan menjauhi larangan-laranganNya.
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah, dalam kesempatan yang mulia ini akan kami kemukakan tentang “Antara Dahsyatnya Bahaya Miras dan Nekatnya Manusia dalam Menentang Allah”.
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah, Allah Ta’ala telah memperingatkan:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (96) أَفَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا بَيَاتًا وَهُمْ نَائِمُونَ (97) أَوَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى وَهُمْ يَلْعَبُونَ (98) أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ (99) [الأعراف/96-99]
"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain? Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiada yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi." (QS. Al-A’raaf [7] : 96-99)
Penduduk negeri-negeri zaman dahulu yang mendustakan ayat-ayat Allah Ta’ala maka mereka ditimpa adzab karena lakon mereka.
Sedang penduduk negeri-negeri zaman sekarang yang mereka itu mendustakan ayat-ayat Allah, apakah mereka mengambil pelajaran apa yang diderita oleh penduduk negeri-negeri yang terdahulu lalu mereka kini beriman, bertauhid dan taat, ataukah mereka kini terus-terusan melakukan kemusyrikan, mendustakan ayat-ayat Allah lalu mereka ditimpa apa yang menimpa orang-orang dahulu berupa adzab dan kehancuran.
Itulah yang ditunjukkan dalam ayat 96 Surat Al-A’raaf, menurut Syaikh Abu Bakar Al-Jazairi dalam Aisarut Tafasirnya juz 1 halaman 486.
Di antara tanda pendustaan ayat-ayat Allah adalah menciptakan aturan yang melanggar atau bertentangan dengan ayat-ayat Allah. Dalam pembicaraan ini mengenai miras, minuman keras atau khamr atau minuman beralkohol yang jelas haram, dan sangat dahsyat bahayanya.
Secara kenyataan, miras (minuman keras, khamr, atau minuman beralkohol) bukan hanya mengakibatkan korbannya rusak akalnya, badannya, ataupun tewas, namun penenggak miras bisa berbuat jahat yang sejahat-jahatnya. Contohnya berita ini:
Dengan membobol atap, sang oknum masuk ke dalam kamar kos dan menyelinap ke dapur untuk mengambil sebilah pisau. Dengan pisau inilah, sang Oknum yang kala itu mengenakan cadar menodong sang remaja putri hingga akhirnya terjadi perkosaan.
Usai memperkosa, sang Oknum menjarah TV, DVD, dan barang elektronik kemudian meninggalkan lokasi dengan sebuah mobil taxi ke kediaman teman wanitanya di Karang Medain, Mataram. (Lombok Post pagi edisi 6 Februari 2009)
Begitu dahsyatnya pengaruh miras terhadap diri seseorang (seperti kasus-kasus sangat merisaukan masyarakat), maka tidak ada alasan untuk membiarkan berbagai miras beredar. Korban miras jauh lebih besar dari korban terorisme. Oleh karena itu, sudah sepantasnya operasi pemberantasan miras dilakukan secara lebih seru sebagaimana operasi melawan terorisme. Bukan malah sebaliknya, ada gejala untuk melindungi peredarannya.
Seharusnya, kalau ada tanda-tanda menenggak miras atau mengedarkan, memproduksi, menyimpan, menjajakan dan membantu pengadaannya; maka perlu ditangkap, sebagaimana menguber teroris.
Miras bukan sekadar merusak raga, otak, jiwa pelakunya belaka, tetapi merusak orang-orang yang dijadikan korbannya. Entah itu perkosaan, pembunuhan, ataupun pencurian dan kejahatan lainnya.
Dalam Islam minuman keras atau khamr itu telah dinyatakan sebagai induk kekejian.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan dengan tegas:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « الْخَمْرُ أُمُّ الْخَبَائِثِ وَمَنْ شَرِبَهَا لَمْ يَقْبَلِ اللَّهُ مِنْهُ صَلاَةً أَرْبَعِينَ يَوْمًا فَإِنْ مَاتَ وَهِىَ فِى بَطْنِهِ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً ». وَاللَّفْظُ لأَبِى عُمَرَ الْقَاضِى.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Khamr itu adalah induk keburukan (ummul khobaits) dan barangsiapa meminumnya maka Allah tidak menerima sholatnya 40 hari. Maka apabila ia mati sedang khamr itu ada di dalam perutnya maka ia mati dalam keadaan bangkai jahiliyah." (HR At-Thabrani, Ad-Daraquthni dan lainnya, dihasankan oleh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ hadits nomor 3344)
Allah Ta’ala telah melarang keras khamr dengan firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (90) إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ [المائدة/90، 91]090.
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.091. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)." (QS. Al-Maaidah [5] : 90-91)
Secara terinci, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan dilaknatnya orang-orang yang berkaitan dengan khamr:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- :« لَعَنَ اللَّهُ الْخَمْرَ وَشَارِبَهَا وَسَاقِيَهَا وَبَائِعَهَا وَمُبْتَاعَهَا وَعَاصِرَهَا وَمُعْتَصِرَهَا وَحَامِلَهَا وَالْمَحْمُولَ إِلَيْهِ ». زَادَ جَعْفَرٌ فِى رِوَايَتِهِ :« وَآكِلَ ثَمَنِهَا ». حديث ابن عمر : أخرجه أبو داود (3/326 ، رقم 3674) ، والحاكم (4/160 ، رقم 7228) وقال : صحيح الإسناد . والبيهقى (6/12 ، رقم 10828) .
Dari Ibnu Umar, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Allah melaknat khamr (minuman keras) , peminumnya, penuangnya (pengedarnya), penjualnya, pembelinya, pemerasnya (pemroses membuatnya), orang yang minta diperaskannya (minta dibuatkannya), pembawanya, dan orang yang dibawakan kepadanya.” Ja’far dalam riwayatnya menambahkan: “dan pemakan harganya.” (Hadits Ibnu Umar dikeluarkan oleh Abu Dawud no. 3674 —dishahihkan oleh Al-Albani—, Al-Hakim no. 7228, ia berkata sanadnya shahih, dan Al-Baihaqi no. 10828, lafal ini bagi Al-Baihaqi)
Lebih dari itu, peminum miras diancam haram masuk Surga. Dalam hadits:
عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّهُ سَمِعَهُ يَقُولُ حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ثَلَاثَةٌ قَدْ حَرَّمَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى عَلَيْهِمْ الْجَنَّةَ مُدْمِنُ الْخَمْرِ وَالْعَاقُّ وَالدَّيُّوثُ الَّذِي يُقِرُّ فِي أَهْلِهِ الْخُبْثَ
Dari Salim bin Abdillah bin Umar bahwa dia mendengar (bapak)nya berkata, telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Tiga golongan yang Allah mengharamkan surga atas mereka: pecandu khamer, anak yang durhaka kepada orang tua, dan Dayyuts, yaitu seorang yang merelakan keluarganya berbuat kekejian.” (HR. Ahmad, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih al-Jami’ nomor 3052, dalam Al-Jami’ As-Shaghir wa ziyadatuh nomor 5363)
Dari kerasnya ancaman dalam Islam dan juga bahaya yang nyata itu, maka wajar ketika negeri Mesir kini melarang penjualan miras, demikian pula jauh sebelumnya negeri lain seperti Saudi Arabia dan Brunei Darussalam telah lama melarang penjualan minuman beralkohol.
Ada berita yang kontras sekarang ini. Larangan jual miras di Mesir sebaliknya Indonesia.
Kementerian Keuangan Mesir memerintahkan Perusahaan Penjual Miras (EFSCO) menghentikan dan menutup penjualan alkohol dan rokok di seluruh cabangnya di Mesir, selain di bandara Mesir, ujar sebuah sumber mengatakan kepada Al-Masry Al-Youm.
Alkohol dan rokok hanya akan tersedia untuk pembeli di toko EFSCO resmi pada saat kedatangan mereka di bandara, kata sumber itu. (http://nahimunkar.com/10364/mesir-melarang-minuman-keras/, Mesir Melarang Minuman Keras, 26 December 2011 Posted by: nahimunkar.com)
Di Indonesia, ada gejala pelancaran peredaran minuman haram itu. Perda Nomor 7 Tahun 2005 tentang Pelarangan Minumal Beralkohol di Kabupaten Indramayu melarang peredaran semua jenis miras, bahkan hingga nol persen.
Perda tersebut kemudian disempurnakan menjadi Perda Nomor 15 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Indramayu Nomor 7 Tahun 2005 tentang Pelarangan Minuman Beralkohol di Kabupaten Indramayu. Dalam perda tersebut, yang menjadi sasaran bukan hanya penjual miras, melainkan semua pihak yang terlibat.
Perda tersebut sempat digugat oleh kalangan pengusaha mihol dan miras namun gugatan tersebut dimentahkan di tingkat MA.
Akan tetapi, melalui surat dengan nomor: 188.34/4561/SJ tertanggal 16 November 2011, Menteri Dalam Negeri meminta perda tersebut segera dicabut dalam waktu 15 hari (sejak 16 November).
Alasannya, berdasarkan hasil kajian tim Kemendagri, perda tersebut dianggap bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi yakni pengawasan dan pengendalian peredaran minuman beralkohol merupakan kewenangan pusat sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 38 tahun 2007.
Selain itu, mihol golongan A tidak termasuk sebagai barang dalam pengawasan dan diatur dalam keputusan presiden nomor 3 tahun 1997. (Menteri Dalam Negeri Indonesia Memerintahkan untuk Merusak Masyarakat dengan Membebaskan Minuman Keras? 9 December 2011, http://nahimunkar.com/9982/menteri-dalam-negeri-indonesia-memerintahkan-untuk-merusak-masyarakat-dengan-membebaskan-minuman-keras/)
Yang nasibnya sama dengan Perda Miras Indramayu itu ada 9 daerah. kesembilan daerah kota/kabupaten yang perda tentang minuman keras-nya diklarifikasi Kemdagri adalah Bandung, Banjarmasin, Balikpapan, Tangerang, Pamekasan, Maros, Manokwari, Penajam Paser Utara dan Bali.
"Sejauh ini prosesnya adalah klarifikasi dan meminta daerah terkait untuk menghentikan pemberlakuan perda yang bertentangan dengan peraturan pemerintah, kemudian baru nanti DPRD setempat merumuskan perda baru," kata Donny Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri.
"Kita akan ikuti terus prosesnya, sehingga bukan tidak mungkin diajukan pembatalan ke presiden bila belum ada penyesuaian dalam waktu 60 hari," katanya. (Ant/BEY) (Metrotvnews.com, Selasa, 10 Januari 2012 19:55 WIB) Rujukan Mendagri berupa Keppres nomor 3 tahun 1997 itu pada dasarnya juga hanya untuk menambah pendapatan (yang haram) lewat penjualan miras.
Pada tanggal 12 Februari 1997 secara serempak dimuat di koran-koran tentang Keppres Miras (Keputusan Presiden No 3/1997 tentang Pengendalian Minuman Beralkohol). Dalam Keppres itu disebutkan, peredaran miras/minuman keras kategori B dan C (lebih dari 5% alkoholnya) hanya di hotel, restoran, bar dan tempat tertentu. Tempat tertentu ini akan ditentukan oleh Perda (peraturan daerah), sedang menurut petunjuk MUI (Majelis Ulama Indonesia), tempat tertentu itu adalah yang biasa dikunjungi warga asing.
Keppres Miras itu dinilai oleh Wagub DKI Idroes dan Ketua Umum Al-Irsyad Geys Ammar, pada dasarnya sama saja dengan Perda Miras yang dinilai kontroversial (Republika, 13/2 1997).
Perlu diketahui, umat Islam kompak memprotes Perda Miras di mana-mana beberapa waktu lalu, karena Perda Miras itu dinilai hanya untuk memantapkan peredaran minuman keras, dan menambah pendapatan daerah. Buktinya, yang dicantumkan sebagai pengawas dalam Perda Miras itu adalah Dinas Pendapatan Daerah, yang memang tugasnya mengumpulkan uang untuk Daerah.
Kalau Keppres yang sekarang ini (1997) agak berbeda dengan Perda. Dalam Keppres, yang berhak menetapkan nilai cukai, bea masuk, dan pajak lain atas miras adalah Menteri Keuangan, sedangkan dalam Perda bisa juga Pemda mengutip pungutan atas miras.
Dengan demikian, arah Keppres itu sama juga dengan arah Perda Miras. Sedang essensi yang diinginkan umat Islam belum terpenuhi dalam Keppres, karena ternyata hanya mengatur masalah bea masuk, cukai dan pungutan lainnya. Adapun penunjukan penjualannya di hotel, bar, restoran, dan tempat-tempat tertentu itu tidak bisa diartikan mengurangi beredarnya miras, karena orang dapat saja dengan mudah beli miras ke bar, hotel, restoran dan lainnya untuk dibuat pesta minuman keras atau diminum sendiri di rumah pun bisa-bisa saja.
Yang diinginkan masyarakat adalah bebasnya negeri ini dari minuman beralkohol sebagaimana hal itu bisa ditempuh seperti di negeri jiran Brunei Darus Salam dan negara-negara lainnya seperti Saudi Arabia dan lainnya. Karena bahaya miras telah nyata di masyarakat.
Pembahasan miras secara nasional pernah dilakukan MUI. Bahkan pada seminar MUI 5 tahun lalu (1992-an), Ketua IDI (Ikatan Dokter Indonesia) dr Kartono Mohammad menyatakan, sebenarnya sudah saatnya kita bebas dari alkohol, karena dalam obat-obatan pun alkohol itu bisa diganti dengan yang lain yang tidak haram.
Jama’ah Jum’ah rahimakumullah, Petunjuk yang paling baik adalah petunjuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam kasus adanya pemimpin yang menyuruh kepada kemaksiatan atau pelanggaran, maka hadits berikut ini cukup jelas lagi tegas.
Pemimpinan menyuruh masuk ke api
عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ عَلِيٍّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ جَيْشًا وَأَمَّرَ عَلَيْهِمْ رَجُلًا فَأَوْقَدَ نَارًا وَقَالَ ادْخُلُوهَا فَأَرَادَ نَاسٌ أَنْ يَدْخُلُوهَا وَقَالَ الْآخَرُونَ إِنَّا قَدْ فَرَرْنَا مِنْهَا فَذُكِرَ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لِلَّذِينَ أَرَادُوا أَنْ يَدْخُلُوهَا لَوْ دَخَلْتُمُوهَا لَمْ تَزَالُوا فِيهَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَقَالَ لِلْآخَرِينَ قَوْلًا حَسَنًا وَقَالَ لَا طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ
Riwayat dari Abu Abdurrahman dari Ali, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah mengirim suatu pasukan dan mengangkat seorang laki-laki menjadi komandannya. Kemudian ia menyalakan api (unggun) seraya berkata, "Masuklah kalian ke dalam api tersebut." Maka sebagian anak buahnya hendak masuk ke dalam api tersebut, sedangkan sebagian anak buahnya yang lain mengatakan, "Kita harus menjauhi api tersebut." Kemudian peristiwa tersebut dilaporkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, lantas beliau bersabda kepada orang-orang yang hendak melompat ke dalam api tersebut, "Sekiranya kalian masuk ke dalam api tersebut, maka kalian akan senantiasa di dalamnya hingga hari Kiamat." Kemudian beliau berkata pula kepada yang lain dengan lemah lembut, sabdanya, "Tidak ada ketaatan dalam kemaksiatan kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu hanyalah di dalam kebajikan." (HR al-Bukhari, Muslim 3424 , An-Nasaai dan Ahmad)
Hadits itu menjelaskan bahwa ketaatan kepada penguasa itu adalah dibatasi, sesuai atau tidak dengan aturan Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Bila tidak sesuai maka tidak boleh ditaati. Karena ketaatan mutlak hanyalah kepada Allah dan Rasul-Nya.
Orang yang berkuasa itu sendiri, sejatinya adalah hamba Allah, yang mereka sendiri wajib tunduk kepada Allah Ta’ala. Maka ketika mereka membuat aturan yang melanggar ketentuan Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, itu tidak lain justru menipu diri mereka sendiri, karena mereka adalah hamba-hamba Allah yang seharusnya mentaati Allah pula. Oleh karena itu benarlah firman Allah Ta’ala:
يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ آَمَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلَّا أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ (9) فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ (10) وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ (11) أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَكِنْ لَا يَشْعُرُونَ [البقرة/9-12]
Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta. Dan bila dikatakan kepada mereka, “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi.” Mereka menjawab, “Sesungguhnya Kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.” Ingatlah, sesungguhnya mereka Itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. (QS. Al-Baqarah [2] : 9-12)
Ketika Ummat Islam menghadapi masalah seperti itu, maka penting sekali mengingat Allah dan merujuk kepada ayat-ayat-Nya, di antaranya yang telah disebutkan di atas yaitu:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS. Al-A’raaf [7] : 96)
Semoga Ummat Islam di negeri ini memahami betapa bahaya apa yang telah diharamkan Allah Ta’ala itu dan menolak upaya-upaya siapa saja yang ingin melariskan minuman haram itu, karena pada dasarnya itu adalah rekayasa syetan yang bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara Ummat Islam.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (90) إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ [المائدة/90، 91]
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)." (QS. Al-Maaidah [5] : 90-91)
Semoga Allah Ta’ala melindungi Ummat Islam dari aneka bahaya yang mengancam iman dan akhlaq ummat ini. Dan semoga keluarga kita diselamatkan, jangan sampai ikut-ikutan kepada orang-orang yang memalukan baik di dunia maupun di akherat, yakni menjual agamanya kepada orang kafir untuk sekadar meni’mati kehidupan dunia yang fana’ ini. Hanya kepada Allah lah kami menyembah, dan hanya kepada-Nya kami minta pertolongan. Semoga iman, taqwa, dan akhlaq Ummat Islam ini dijaga dari bahaya perusak-perusak yang jahat lagi tega itu. Amien ya Rabbal ‘alamien.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ.
Khutbah Kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا} وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا}
ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا}.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. وَأَقِمِ الصَّلاَةَ.


 ISLAMIC BOOK FAIR   9 -18 MARET 2012 / 1433  H - ISTORA SENAYAN

Khutbah Jumat [ Arsip ]

 

 

Contoh Khutbah Idul Fitri: Meraih Kemenangan dengan Ketaatan

SONY DSC
 
Khutbah Idul Fitri berikut ini menjelaskan tentang wasiat ketakwaan bagi setiap muslim dan muslimah yaitu senantiasa istiqamah dalam ketaatan setelah meninggalkan bulan Ramadhan. Semoga nasihat dalam Khutbah Idul Fitri ini bermanfaat bagi seluruh kaum muslimin. [Redaksi KhotbahJumat.com]
***
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا, وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأََرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا.
أَمَّا بَعْدُ
فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ, وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ, وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا, وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ, وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ, وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ
Allahu Akbar…Allahu Akbar… Allahu Akbar…
Jama’ah shalat ‘Idul-Fithri yang berbahagia,
Pertama-tama, kami berwasiat kepada diri sendiri, kemudian kepada para jama’ah, hendaklah kita tetap bertakwa kepada Allah Ta’ala dan bersyukur kepada-Nya atas nikmat yang telah dianugerahkan kepada kita. Allah Ta’ala telah menganugerahkan kepada kita dîn (agama) yang mulia ini, yaitu al-Islam. Allah telah menyempurnakan dan ridha Islam menjadi agama kita, dan sungguh, Allah Ta’ala telah menyempurnakan nikmat-Nya kepada kita.
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِينًا
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu. (Qs al-Mâidah/5:3).
Pada hari yang berbahagia ini, kaum Muslimin di seluruh pelosok dunia, hingga pojok-pojok kota-kota, bahkan sampai ke pelosok desa dan gunung-gunung, semua membesarkan asma Allah Ta’ala, mengumandangkan takbir, tahlil dan tahmid. Kita dengar, lantunan kalimat ini menggetarkan angkasa dan merasuk ke dalam hati kita. Subhanallah, kaum Muslimin seluruhnya melantunkan syukur atas kenikmatan yang dianugerahkan Allah Ta’ala, setelah sebelumnya melaksanakan ibadah di bulan yang dimuliakan, yaitu ibadah di bulan Ramadhan. Kemenangan ini, insya Allah kita raih, yang tidak lain dengan meningkatkan takwa dan amal shalih. Dan jadilah diri kita sebagai insan yang benar dalam keimanan. Maka, hendaklah kita juga bersyukur, karena Allah Ta’ala telah memberikan hidayah kepada kita berupa akidah yang benar, sementara itu masih banyak orang yang tidak mendapatkannya.
Ketahuilah! Akidah kita merupakan akidah yang paling kuat, amalan kita merupakan amalan yan paling sempurna, dan tujuan hidup kita merupakan tujuan yang paling mulia. Akidah kita, yaitu beriman kepada Allah Ta’ala, kepada para malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada para rasul-Nya, kepada hari akhir dan beriman terhadap takdir Allah, takdir yang buruk maupun takdir baik.
Kita beriman kepada Allah Ta’ala, nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya. Karena kita dapat menyaksikan tanda-tanda-Nya pada segala sesuatu yang menunjukkan bahwa Allah itu Ahad. Hanya satu.
Pada diri manusia terdapat tanda, di langit, di bumi, pada perputaran siang dan malam, pada tiupan angin, pada arak-arakan awan yang diterbangkan antara langit dan bumi, dan pada semua makhluk, sungguh terdapat tanda-tanda yang menunjukkan keesaan Allah Ta’ala, menunjukkan kemahakuasaan-Nya, rububiyah-Nya, keluasan ilmu, hikmah, dan menunjukkan kemahamurahan Allah Ta’ala. Karena alam raya ini tidak mungkin ada dengan sendirinya atau ada dengan tiba-tiba. Alam raya ini pasti ada yang menciptakan dan mengaturnya. Dia-lah Allah Rabbul-’Âlamin yang tidak sekutu bagi-Nya.
Jama’ah shalat ‘Idul-Fithri yang berbahagia,
Amalan kita, juga merupakan amalan yang paling sempurna, karena kita beramal di bawah bimbingan cahaya Allah Ta’ala dan dengan pedoman yang jelas, mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para khulafa`ur-rasyidin yang telah mendapatkan petunjuk. Oleh karena itu, hendaklah kita berjalan sebagaimana mestinya. Tegakkan dan jagalah shalat, karena shalat merupakan tiang agama! Seseorang yang meninggalkan shalat, maka dia tidak mendapatkan kebaikan apapun dalam Islam. Jagalah shalat, dan jangan mengabaikannya. Barangsiapa meninggalkan dan mengabaikan shalat, berarti ia termasuk yang disebutkan firman Allah Ta’ala,
فَخَلَفَ مِن بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلاَةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا . إلا من تاب وءامن وعمل صالحا فأولائك يدخلون الجنة ولايظلمون شيئا
Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui kesesatan. Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan beramal shalih, maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun. (Q.s. Maryam/19: 59-60).
Jama’ah shalat ‘Idul-Fithri yang berbahagia,
Begitu pula, hendaklah kita tunaikan zakat sebagaimana mestinya, jangan mengurangi. Berikan zakat itu kepada yang berhak menerimanya. Ingatlah, zakat ini sangat penting untuk kita tunaikan.  Karena dalam banyak ayat, perintah menunaikan zakat disandingkan dengan perintah melaksanakan shalat. Oleh karena itu, kita jangan bakhil dalam memberikan zakat. Jika berbuat bakhil, maka pada hari Kiamat nanti, harta itu akan dipikulkan di pundak sebagai balasan bagi orang orang yang bakhil.
Sebagai kaum Muslimin, kita juga diperintahkan untuk berpuasa dan menunaikan haji. Maka, hendaklah kita jalankan sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala.
Dan semua ini merupakan rukun Islam. Seseorang yang mengamalkan dan menjaga rukun-rukun ini, ia akan diberi kemudahan oleh Allah Ta’ala dalam melakukan amalan-amalan lainnya yang merupakan bagian dari rukun-rukun itu. Dia akan merasa lapang dadanya manakala harus menjalankan perintah Allah Ta’ala ataupun jika harus menjauhi larangan-Nya. Akan tetapi, sebaliknya seseorang yang tidak melaksanakan dan tidak menjaga rukun-rukun ini, maka jiwanya akan sesak. Dia akan merasa berat dan sulit dalam melakukan amalan-amalan lainnya. Oleh karena itu, kita berdoa, semoga Allah Ta’ala menjadikan diri kita termasuk orang-orang yang diberi kemudahan untuk menjalani perintah Allah Ta’ala dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Dengan demikian, kita akan mendapatkan akhir yang menggembirakan. Yaitu berupa ridha Allah Ta’ala dan kebahagiaan abadi di akhirat.
Allah Ta’ala berfirman,
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَاكَانُوا يَعْمَلُونَ
Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (Qs an-Nahl/16: 97).
Jama’ah shalat ‘Idul-Fithri yang berbahagia,
Jika kita bertanya kepada seseorang tentang harapannya, maka tentu ia mengatakan ingin mendapatkan kehidupan yang bahagia, dan meninggal dengan membawa nama yang harum. Kemudian, jika dibangkitkan oleh Allah, ia berharap agar dibangkitkan dalam keadaan selamat dari siksa. Harapan ini, pasti akan didapatkan orang-orang yang beriman kepada Allah, yang beramal shalih dengan ikhlas. Hal itu sangat mudah dicapai oleh orang-orang yang diberi kemudahan oleh Allah Ta’ala. Maka janganlah kita menunda untuk menggapainya. Segeralah melangkah, dengan selalu berpegang teguh dengan agama kita yang mulia ini. Karena sesungguhnya, berpegang teguh dengan agama, akan menjamin kehidupan yang baik dan pahala yang besar. Sebuah kehidupan penuh kemenangan, kemuliaan dan kesejahteraan.
Satu bukti yang paling besar dan telah nyata, yaitu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus di tengah-tengah sebuah kaum yang ummi dan terbelakang. Namun tatkala kaum ini berpegang teguh dengan agama ini, tidak lama kemudian, mereka berubah menjadi yang terdepan dalam ilmu, perilaku dan peradabannya. Setelah sebelumnya menjadi kaum yang hina, kemudian mereka memimpin manusia dengan penuh kemuliaan. Mereka menjadi yang terdepan setelah sebelumnya terbelakang. Dan agama yang dipegangi pemimpin itu senantiasa terjaga dalam Kitab Allah Ta’ala dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Oleh karena itu, jika saat ini kaum Muslimin berpegang teguh dengan dinul-Islam dengan benar, mengamalkannya dalam segala bidang kehidupan, niscaya kaum Muslimin akan pemimpin di bumi ini, sebagaimana para pendahulu mereka.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَيَنصُرَنَّ اللهُ مَن يَنصُرُهُ إِنَّ اللهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ.  الَّذِينَ إِن مَّكَّنَّاهُمْ فِي اْلأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلاَةَ وَءَاتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنكَرِ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ اْلأُمُورِ
Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuat lagi Mahaperkasa. (Yaitu)orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. (Qs al-Hajj/22:40-41).
Akan tetapi, yang sangat menyesalkan, banyak kandungan syariat Islam yang diremehkan kaum Muslimin. Banyak kaum Muslimin yang menyimpang dan berpaling dari ajaran Islam, kemudian lebih memilih pedoman-pedoman yang bukan milik Allah Ta’ala. Akibatnya, banyak yang kemudian tersesat, dan bahkan menyesatkan. Tersesat dari kebenaran, sehingga umat tercerai-berai. Simpul persatuannya mulai terlepas satu per satu. Kaum Muslimin menjadi sasaran para musuh, dan menjadi kaum yang hina setelah sebelumnya mulia. Kaum Muslimin menjadi kaum yang lemah setelah sebelumnya kuat. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Maka menjadi kewajiban kita untuk mengembalikan kemuliaan Islam dan kaum Muslimin. Yaitu membulatkan tekad untuk berpegang teguh dengan syariat yang telah ditetapkan Allah Ta’ala, mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan mengikuti jalan para khulafa`ur-rasyidin. Karena dari sanalah kita akan mendapatkan kembali dinul-Islam dengan segala kebaikannya.
Di antara kebaikan agama ini, yaitu adanya hari raya yang membahagiakan. Hari yang menjadi penutup puasa dan sebagai permulaan bulan haji. Hari, saat kaum Muslimin di seluruh penjuru dunia keluar dari rumahnya menuju tanah lapang untuk melaksanakan shalat ‘Idul-Fithri. Dengan hati gembira, penuh suka cita mengumandangkan takbir, tahlil dan tahmid, disebabkan anugerah nikmat yang diterimanya dari Allah Ta’ala. Anugerah besar, berupa keberhasilan melaksanakan puasa saat siang hari bulan Ramadhan dan shalat pada malam harinya. Dan kini, saat berbahagia itu datang. Seluruh kaum Muslimin mengagungkan Allah Ta’ala, berdzikir memuji-Nya, dan membuktikan rasa cinta dan rasa syukurnya kepada Allah yang bergelora dalam dadanya. Kaum Muslimin erbaik sangka kepada Allah Ta’ala, karena Allah Ta’ala itu sesuai dengan persangkaan hamba-Nya. Dengan berharap bisa mendapatkan semua kebaikan dari Allah Ta’ala, karena Allah Ta’ala pemilik semua kebaikan. Mereka pun memohon kepada Allah yang telah memberikan kekuatan kepada mereka beramal, agar Allah berkenan menerima amalan yang telah mereka perbuat, dan berharap agar dimasukkan ke dalam golongan orang-orang beruntung.
Jama’ah shalat ‘Idul-Fithri yang berbahagia,
Sebelum mengakhiri khutbah ini, kami ingin memberikan nasihat kepada kaum wanita, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberikan nasihat kepada para wanita.
Hendaklah kaum wanita bertakwa kepada Allah Ta’ala pada urusan wanita itu sendiri. Hendaklah kaum wanita menjaga aturan-aturan Allah, memelihara hak-hak para suami dan anak-anaknya.
Ingatlah! Wanita shalihah itu, ialah wanita yang taat dan menjaga apa yang harus dijaganya saat suami tidak ada. Seorang wanita jangan silau dan terpedaya dengan perilaku sebagian wanita yang senang keluar rumah (misal ke pasar, atau ke tempat lainnya) dengan dandanan norak, bau semerbak menusuk hidung, pamer kecantikan, atau dengan mengenakan pakaian tipis transparan.
Ingatlah! Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا (وَذَكَرَ) وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مَائِلَاتٌ مُمِيلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا
Ada dua kelompok penduduk neraka yang belum pernah aku lihat (lalu beliau n menyebutkan) wanita berpakaian tetapi telanjang, berjalan dengan lenggak-lenggok, kepala mereka bagaikan leher unta meliuk-liuk. Mereka tidak masuk surga dan tidak mendapatkan aroma surga. (H.R. Muslim).
Sehingga, jika seorang wanita terpaksa harus pergi ke pasar, maka berjalanlah dengan tenang, jangan berdesakan dengan kaum lelaki, jangan bersuara keras, dan jangan pula mengenakan pakaian yang dibenci pada anakmu, dan begitu pula jangan meniru pakaian kaum lelaki. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat perempuan yang meniru kaum laki-laki, dan juga kaum laki-laki yang meniru gaya kaum perempuan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan kaum wanita,
رَأَيْتُكُنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ ِلأَنَّكُنَّ تُكْثِرْنَ اللَّعْنَ وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ
Aku melihat kebanyakan penghuni neraka itu adalah kalian. Kalian sering melaknat dan kufur terhadap suami. (H.R. al Bukhari Muslim).
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ بِأَنَّا نَشْهَدُ أَنَّكَ أَنْتَ
اللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ الأَحَدُ الصَّمَدُ
الَّذِي لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ ,
يَامَنَّانُ يَابَدِيْعَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ
يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ يَا ذَاالْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ
أَنْ تَمُنَّ عَلَيْنَا بِمَحَبَّتِكَ وَالإِخْلاَصِ لَكَ
وَمَحَبَّةِ رَسُوْلِكَ وَالاِتِّبَاعِ لَهُ
وَمَحَبَّةِ شَرْعِكَ وَالتَّمَسُّكِ بِهِ
اللَّهُمَّ يَامُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ ثَبِّتْ قُلُوْبَنَا عَلَى دِيْنِكَ ,
يَامُصَرِِّفَ الْقُلُوْبِ صَرِّفْ قُلُوْبَنَا إِلَى طَاعَتِكَ
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ  أَمْرِنَا
وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتِي فِيْهَا مَعَاشُنَا
وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِيْ إِلَيْهَا مَعَادُنُا
وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلّ خَيْرٍ
وَالْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ
اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا صِيَامَنَا وَقِيَامَنَا وَأَعِدْ عَلَيْنَا مِنْ بَرَكَاتِ هَذَا الْيَوْمِ
وَأَعِدْ أَمْثَالَهُ عَلَيْنَا وَنَحْنُ نَتَمَتَّعُ بِاْلإِيْمَانِ وَالأَمْنِ وَالْعَافِيَةِ


Related Posts by Categories

Tidak ada komentar:

Posting Komentar