Analisis: Permainan Amerika Dalam Revolusi Suriah
Konsep-konsep seperti dawlah madaniyah (negara madani) dan al-Islam al-Mu’tadil (Islam moderat) menjaga jargon-jargon baru untuk menutupi ide pokok yang sebenarnya, yaitu Kapitalisme dengan asas sekularismenya. Visi ini juga cukup sukses, paling tidak hingga saat ini, dalam menyesatkan sebagian umat Islam yang tidak sadar yang menganggap ide-ide demokrasi dan sekular itu sejalan dengan Islam. Apalagi dalam rangka memperkuat visi sekularisme berbalut Islam ini Amerika menggunakan kelompok-kelompok Islam atau tokoh-tokoh Islam.
Di Tunisia, Amerika dan negara sekutu Baratnya bisa tetap mengontrol perubahan melalui militer Tunisia yang masih menunjukkan loyalitasnya kepada Barat. Menguasai militer tentu sangat penting sebagai robot penjaga dan mesin pemukul dan siapapun yang berseberangan dengan Amerika atau mengancam kepentingan mereka.
Amerika pun bisa bernapas lebih lega karena visi demokratisasi yang dia tawarkan berjalan mulus. Kekuatan-kekuatan politik di negeri itu memilih membangun Tunisia yang demokratis dan sekular namun berbalut baju Islam. Amerika dan sekutunya juga berhasil memanfaatkan keberadaan kelompok Islam seperti an-Nahdhah sebagai pemain utamanya. Kelompok ini pun sibuk berkampanye dan membela diri untuk menunjukkan bahwa mereka bukan kelompok Islam fundamentalis, puritan. Secara terbuka mereka juga bukan menolak dikatakan memperjuangkan syariah Islam, apalagi Khilafah. Semua ini mereka lakukakan untuk mendapatkan kepercayaan dari Amerika dan sekutu Baratnya sebagai pemain politik baru.
An-Nahdhah, yang muncul sebagai partai terbesar dalam Pemilu demokratis pertama di Tunisia, telah menyatakan pihaknya akan terus menjaga pasal pertama Konstitusi 1956 dalam hukum konstitusi baru yang sedang dirancang. Ayat ini mengabadikan pemisahan agama dan negara, saat dinyatakan bahwa: Tunisia adalah negara yang merdeka dan berdaulat, agama adalah Islam, bahasanya adalah bahasa Arab dan merupakan sebuah republik.
“Kami tidak akan menggunakan hukum untuk memaksakan agama,” kata pemimpin an-Nahdhah, Rachid Ghannouchi, kepada wartawan setelah komite konstituen partai memilih mempertahankan ayat konstitusi.
Dia menambahkan, ”Ayat tersebut merupakan obyek konsensus di antara semua elemen masyarakat yang melestarikan identitas Tunisia sebagai negara Arab-Muslim serta menjamin prinsip-prinsip negara demokratis dan sekuler.”
Hal yang lebih kurang sama juga terjadi di Mesir. Hingga saat ini Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata (SCAF) yang dipenuhi oleh para jenderal warisan Mubarak masih berkuasa penuh mengontrol Mesir. Untuk mengokohkan kedudukannya Dewan Militer ini membubarkan Parlemen Mesir dan mengarahkan Dewan Konstituante yang akan membuat UU baru Mesir untuk tetap menjadikan Mesir sebagai negara sekular bukan Negara Islam. Dewan Militer ini juga masih memberikan loyalitasnya kepada Amerika dan sekutunya.
Visi perubahan Amerika—sekularisme berbalut Islam—dengan pas bisa diwujudkan oleh partai yang berasal dari gerakan Islam Ikhwanul Muslimun. Presiden Mursi dengan sigap menampilkan dirinya sebagai pemimpin yang pluralis. Untuk memperkuat citra itu, partai ini pun menolak mentah-mentah hendak menjadikan Mesir menjadi Negara Islam yang akan menerapkan syariah Islam secara sempurna. Mesir tetap menjalin hubungan diplomatik dengan entitas penjajah Zionis Israel dan mempertahankan perjanjian damai Camp David.
Kerjasama dengan IMF dan Bank Dunia yang merupakan organ penjajahan ekonomi Kapitalisme pun tetap berjalan. Untuk menyelesaikan persoalan ekonomi Mesir, Mursi memilih untuk meminjam dana dari IMF. Padahal semua tahu, meminta bantuan dari IMF bukan saja akan menghancurkan ekonomi negara, tetapi juga merupakan jebakan politik yang mematikan. Apalagi pinjaman itu mengandung riba yang jelas-jelas diharamkan dalam Islam. IMF secara resmi memberikan pinjaman 4,9 miliar dolar. Perdana Menteri Mesir Hesham Qandil menyatakan pinjaman ini harus dibayar dalam waktu 5 tahun dengan suku bunga 1,1 persen.
Di Libya, Amerika mendapatkan jaminan—meskipun tidak sempurna—terhadap kepentingannya melalui Dewan Transisi Nasional Libya (NTC). Dewan ini secara umum bisa dikontrol oleh ‘orang-orangnya’ Amerika, meskipun terdapat juga kelompok Islam di dalamnya.
Amerika dan sekutu Baratnya pun menjadi lebih lega karena dalam Pemilu pertama Libya pasca tumbangnya Khadafi partai nasionalis menang. Aliansi Kekuatan Nasional (NFA) yang dipimpin mantan Perdana Menteri sementara Mahmoud Jibril mendapatkan 39 dari 80 kursi Majelis Nasional Libya yang disediakan untuk partai politik.
Namun, berbeda dengan Mesir, Libya tidak memiliki tentara yang sepenuhnya mapan. Pasca jatuhnya Gaddafi dan rezimnya, Libya tidak memiliki otoritas politik terpusat. Kekuatan tetap di tangan milisi bersenjata, dan tidak satu pun dari mereka yang cukup kuat untuk mulai bertindak sebagai kekuatan militer nasional. Libya masih dikendalikan oleh jaringan milisi bersenjata. Banyak di antara mereka mewakili suku-suku yang kuat. Untuk lebih mengamankan kedudukannya saat ini, agenda Amerika berusaha membentuk militer nasional Libya yang terpusat namun dikendalikan oleh pemimpin yang sekular.
Terbunuhnya Dubes AS Christopher Stevens dan tiga staf Konsulat Jenderal AS di Benghazi dalam aksi pembelaan terhadap Rasulullah saw., digunakan oleh Amerika melalui kaki-tangannya untuk menghabisi milisi-milisi bersenjata yang berideologi Islam. Koran New York Times edisi Senin (15/10) melaporkan pemerintahan Barrack Obama pada bulan lalu telah mendapatkan persetujuan Kongres AS memberikan dana sebesar US $8 juta dari anggaran operasi Pentagon dan bantuan kontra terorisme yang semula diberikan kepada Pakistan kepada Libya. Dana tersebut digunakan untuk membantu Pemerintah Libya membentuk pasukan komando Libya berkekuatan 500 personil pada tahun depan. Pasukan operasi khusus AS akan melatih pasukan komando Libya tersebut guna memerangi “teroris Islam” di Libya.
Kekhawatiran yang lain dari Barat sekarang ini terhadap situasi Suriah adalah menguatnya kelompok revolusioner yang menginginkan penerapan syariah Islam dan Khilafah di negeri Syam itu. Para revolusioner ini pun secara terbuka menentang visi Arab Spring ala Amerika—sekularisme berbalut Islam. Medan jihad di bumi Syam juga telah mengundang kaum Muslim di seluruh dunia untuk berjihad fi sabilillah untuk menenteng rezim thaghut Ba’ats, Bashar Assad.
Seperti biasa, Barat melalui medianya melakukan penyesatan politik, dengan mengaitkan kelompok yang berjihad ini dengan terorisme dengan tudingan memiliki agenda radikal. Dalam laporannya, Komisi PBB yang melakukan penyelidikan di negara tersebut mengatakan kehadiran para militan asing, Islam radikal atau para jihadi, membuat Barat khawatir. Kepala Komisi Sergio Pinheiro kepada wartawan hari Selasa (17/10) memperkirakan ada ratusan kombatan asing yang ikut bertempur di Suriah. Pinheiro menambahkan bahwa komisi itu khawatir para kombatan asing ini tidak berjuang untuk “membangun negara demokratis di Suriah”, tetapi “untuk agenda mereka sendiri.”
Exit Strategi Model Yaman
Bagi Amerika dan sekutu Baratnya, cara yang paling aman untuk menyelesaikan krisis Suriah adalah dengan menggunakan model Yaman. Pasalnya, intervensi militer langsung seperti yang dilakukan terhadap Libya membutuhkan dana yang besar dan sulit diduga hasilnya.
Berdasarkan model Yaman, Barat mempersiapkan orang lingkaran dalam Presiden Yaman sendiri, yaitu Wapres Abd a-rRab Mansur Hadi menjadi pejabat presiden baru. Transisi ini dibantu oleh negara-negara sekitarnya seperti Saudi Arabia. Setelah itu diadakan Pemilu yang dikesankan demokratis pada Februari 2012 yang dimenangkan secara telak oleh Hadi.
Rencana non-militer model Yaman ini membutuhkan satu unsur kunci: diplomasi harus dipimpin oleh aktor-aktor regional, bukan PBB atau Barat. Transisi bergaya Yaman kemudian akan bisa mempertahankan struktur negara Suriah yang pro-Barat termasuk elit korup yang lama tidak merasa terancam. Dengan model Yaman ini mereka berharap, Assad bisa mengundurkan diri, stabilitas muncul, dan Pemilu demokratis yang sejalan dengan Barat bisa dilakukan.
Untuk merealisasikan model Yaman ini, Amerika Serikat menggunakan jaringan regional pendukungnya, seperti Arab Saudi, Mesir dan Turki. Melalui Menteri luar negeri Turki Ahmed Davutoglu, Amerika datang dengan membawa usulan lama yang diperbarui agar Wakil Presiden Suriah Farouk as-Sharaa menggantikan presiden antek Amerika Bashar sebagai kepala pemerintahan transisi untuk menghentikan perang sipil yang terjadi di Suriah.
Oglu mengatakan, ash-Shara adalah seorang yang punya pikiran dan hati nurani. Ia tidak turut serta dalam pembantaian di Suriah dan tidak ada seorang pun yang lebih mengetahui sistem di Suriah dari dia. Oglu beranggapan bahwa oposisi cenderung menerima ash-Shara untuk memimpin administrasi Suriah pada masa depan. Belum selesai Oglu dengan penyesatan-penyesatan ini, sudah muncul pernyataan dukungan pihak oposisi yang menyatakan diri mereka sebagai Dewan Nasional yang menjadi alat Amerika.
Usulan ini adalah usulan Amerika yang dilontarkan oleh Amerika melalui mulut Oglu maupun selain dia. Padahal sangat jelas Farouk ash-Shara ini adalah seorang pengikut Ba’ats, sekular dan selama ini dipelihara dan dibesarkan oleh Hafezh Asad si bapak dan diwarisi oleh Bashar Asad si anak. Ash-Shara ini telah bekerja sebagai menteri luar negeri pada zaman Hafezh Asad selama 15 tahun. Kemudian ia menjabat Wakil Presiden Bashar Asad pada masa pemerintahannya.
Hal itu jelas-jelas memberikan deskripsi yang gamblang tentang keridhaan penjahat Bashar dan bapaknya kepada ash-Shara. Baik Hafezh maupun Bashar sama sekali tidak membiarkan orang yang menyalahi keduanya meski sekecil apapun. Walhasil, kalau model Yaman ini terealisasi, Suriah akan tetap dalam kendali dan kontrol negara-negara imperialis. Ini jelas merupakan pengkhianatan terhadap darah para syuhada yang telah tertumpah! [Farid Wadjdi]
Seruan Hizbut Tahrir Wilayah Suriah
Untuk mewaspadai ancaman model Yaman ini terhadap tujuan mulia Revolusi Suriah, Utsman Bakhasy Direktur Maktab I’lami Pusat Hizbut Tahrir (23 Dzulqa’dah 1433 H/09 Oktober 2012 M) memberikan nasihat dan peringatan. Berikut kutipannya:
Hati-hati dan waspadalah! Dia antek Amerika di kawasan ini. Oglu tampil berbicara mengatas-namakan Anda. Dia berkata, “Oposisi Suriah cenderung menerima ash-Shara untuk memimpin tahapan transisi.”
Jika yang dia maksudkan adalah Anda, maka dia itu adalah orang yang melakukan konspirasi yang ingin menjerumuskan Anda ke dalam rencana jahat yang melanggengkan Anda dalam pertempuran dan situasi yang membuat para wanita Anda menjadi janda, tanpa ada perubahan sedikitpun.…Jika yang dia maksudkan adalah Dewan Nasional maka Dewan ini bukan bagian dari Anda. Pihak yang mendirikan Dewan itu adalah Amerika. Keinginan mereka tidak lain adalah melaksanakan rencana-rencana Amerika dalam mengaborsi revolusi Anda dan merealisasi negara sipil yang tunduk kepada Amerika, meminggirkan agama Anda yang lurus dari urusan apapun di antara urusan dunia dan akhirat Anda!
Siapa saja yang beranggapan bahwa Amerika menginginkan kebaikan di dalam revolusi Anda maka hendaknya dia segera sadar diri sebelum terlambat. Perdana Menteri Erdogan telah membuat kita kenyang dengan ucapannya. Dia menawarkan kepada Anda untuk menerima rezim penjahat ini seperti sedia kala, dengan seluruh kejahatan dan kebrutalannya, dengan disertai penggantian deskriptif yang menjaga rezim penjahat dengan disertai pemaafan terhadap presiden rezim jagal Damaskus, berdasarkan apa yang sudah berlagsung di Yaman!
Wahai orang-orang yang melakukan revolusi di negeri Syam. Anda harus menyatukan segenap upaya Anda dan waspada terhadap konspirasi musuh-musuh dari sekeliling Anda. Anda harus bertawakal kepada Allah dengan menjadikan revolusi Anda menjadi revolusi yang ikhlas untuk Allah SWT, tidak disekutui oleh siapapun. Di dalamnya tidak ada bagian sedikit pun untuk Barat. Potonglah tangan-tangan Barat dari sekeliling Anda. Campakkan Barat dan alat-alat lokalnya yang memiliki nama yang sama dengan kita, dan berasal dari generasi kita. Akan tetapi, mereka mempromosikan racun Barat penjajah, terutama Amerika yang melindungi rezim bapak dan anak di Suriah. Menjungkalkan rezim itu bukan berarti menggulingkan kepala rezim saja, tetapi adalah dengan mencabut rezim itu dari akarnya hingga ujung daunnya.
Berjuanglah sungguh-sungguh dan dengan penuh kesungguhan bersama Hizbut Tahrir untuk menegakkan agama Allah di tengah-tengah Anda dengan mewujudkan Daulah Islam, Daulah Khilafah ar-Rasyidah…Tidak ada yang menyelamatkan kami dan Anda kecuali Allah. Tidak ada kemuliaan untuk kami dan Anda kecuali dengan agama-Nya. Tidak ada keamanan kecuali dengan Daulah Islam yang akan melindungi kehormatan, darah dan harta kita serta membuat Rabb kita ridha kepada kita.
Mereka memikirkan tipudaya dan Allah menggagalkan tipu aya itu. Allah sebaik-baik Pembalas tipudaya (QS al-Anfal [8]: 30)
Analisis : Tujuan Strategis Washington dan Ankara di Suriah
Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton dan rekannya dari Turki Ahmad Dawud Oglu telah melakukan pembicaraan di Turki terkait krisis di Suriah.
Clinton mengatakan bahwa tujuan strategis bersama untuk Washington dan Ankara adalah menghentikan pertumpahan darah di Suriah dan mengakhiri pemerintahan Assad.
*** *** ***
Tujuan strategis Amerika yang sesungguhnya di Suriah adalah mempertahankan Suriah tetap tunduk pada dominasi politik Amerika, dan memastikan Suriah tidak lepas dan bebas dari ikatan-ikatan kolonial Amerika, yang diwarisi Basyar yang tolol dari ayahnya yang terkapar Hafidz Assad, dimama Amerika yang membuatnya berkuasa, memperluas dominasi dan pengaruhnya di Suriah, dengan memberikan loyalitasnya secara mutlak untuk Gedung Putih, serta mengikatkan politik luar negeri Suriah dengan kepentingan Amerika di kawasan Timur Tengah, khususnya perlindungan atas entitas kanker Yahudi, menjaga perbatasannya di wilayah utara dengan kedok perlawanan dan pembelaan, menjamin pengembalian hak, serta mewujudkan keseimbangan strategis.
Karena kerasnya revolusi Suriah yang diberkati, dan ketekunannya dalam menuntut penggulingan rezim Assad, serta mengambil Islam sebagai mesin penggerak, landasan dan asas dalam menjalankan aktivitas revolusioner yang diberkati, bahkan tanda-tanda revolusi Suriah menjadi jelas dan berbeda dengan karakter keislamannya, tidak terpengaruh dengan upaya-upaya penyesatan dari segala arah untuk membunuh, memalingkan dan mengkerdilkan revolusi. Amerika benar-benar takut akan kebebasan yang hakiki bagi rakyat Suriah dari penindasan penjajahannya, hilangnya pengaruh kolonialisme Barat, pembebasan Suriah, dan pembentukan negara merdeka yang dengan tulus mengemban Islam sebagai cahaya dunia, serta membentuk titik api yang akan menarik rakyat di kawasan Timur Tengah, dan menyatukannya di bawah satu bendera, yang asasnya adalah pembebasan dan pelepasan dari Barat dan kebijakan-kebijakan imperialismenya, dan kemudian itu menjadi senjata untuk menghancurkan alat-alat hegemoni dan kolonialisme, serta menyapu bersih negara-negara besar dari kawasan Timur Tengah, dan melenyapkan semua pangkalan militernya, terutama entitas kanker ganas Yahudi.
Oleh karena itu, Amerika bekerja dengan semua kemampuan diplomatik dan politiknya, serta melalui instrumen internasional, regional dan lokalnya untuk mencegah munculnya negara Islam di Syam sebagai kekuatan internasional yang lahir sebagai pesaingnya dalam pengambilan keputusan, merebut kendali inisiatif darinya, mengusirnya dari kawasan Timur Tengah, dan menghilangkan pengaruhnya. Sehingga, koordinasi yang dilakukannya dengan Ankara, tidak lain adalah dalam konteks itu. Sebab, kepemimpinan politik Turki mengikuti langkah kaki Amerika, dan bekerja sesuai dengan agenda dan visi Amerika untuk solusi Suriah. Sungguh, bukan darah rakyat Suriah yang menghantui para penguasa Amerika dan Ankara sekiranya Basyar yang tolol mampu mengalahkan kekuatan revolusi. Namun, darah yang mengalir di pembuluh darah dan tenggorokan kekuatan revolusi yang terus meminta pertolongan kepada Allah dan para tentara-Nya itulah yang menghantui Amerika, serta melemahkan kepercayaannya terhadap kemampuan Assad dalam menghentikan kekuatan revolusi. Itulah sebabnya, mereka mencari alternatif yang akan menjamin pengaruhnya di Syam.
Ingat! Amerika dan para bonekanya semuanya pasti akan terusir. “Dan orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali.” (TQS. Asy-Syu’arâ [26] : 227). (Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 16/8/2012)
Pertemuan HT dengan Revolusioner Suriah : Revolusi akan Kembalikan Suriah jadi Khilafah
Mediaumat.com. Suriah. Kepala Kantor Media Hizbut Tahrir Suriah Hisyam Al Baba menyatakan revolusi Suriah akan mengembalikan Suriah menjadi Khilafah Islam, saat kunjungannya ke kantung-kantung kaum Revolusioner, baru-baru ini, di berbagai tempat di Suriah.
“Revolusi ini akan mengembalikan negeri Al Syam sebagai sebuah negara, dan sebagai bagian dari Daulah Khilafah mendatang, Insya Allah, yang akan menjadi negara terkemuka di dunia dalam satu dekade,” tegasnya ketika pidato di hadapan para Revolusioner yang memadati Masjid Ansharu Rasul di I’zaaz.
Di samping meminta agar tetap teguh dan tabah dalam berjuang menumbangkan rezim diktator Al Assad, Hisyam pun meminta kaum Revolusioner mengambil pelajaran berharga dari kegagalan revolusi di Tunisia, Mesir dan Libya.
“Kami mendorong Anda dan mengundang Anda untuk mengambil pelajaran dari revolusi-revolusi sebelumnya, sehingga Anda tidak jatuh ke dalam perangkap sebuah negara sekuler sipil seperti yang telah mereka lakukan!” pekiknya.
Maka, Hisyam pun mewanti-wanti agar kaum Revolusioner waspada terhadap tipu daya Barat dan para kaki tangannya di dalam negeri serta harus tetap menyatukan visi misi perjuangan hingga tumbangnya Al Assad sehingga kondusifnya diangkat seorang lelaki mulia menjadi khalifah.
“Kita akan bertemu di Masjid Umayyah dekat Damaskus, Insya Allah, untuk memberikan baiat (janji setia terhadap seseorang yang diangkat menjadi khalifah, red) kepada seorang imam yang akan memerintah kita dengan Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya SAW, dan memang hal itu bukanlah sebuah hal yang sulit bagi Allah!” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Hisyam pun tak lupa menunjukan dan menjelaskan peta jalan yang dikeluarkan HT Suriah yang bertanggal 28 Ramadhan 1433 H untuk membawa perubahan di Suriah yang mengarah kepada Daulah Khilafah, yang berjudul: Manifesto Hizbut Tahrir tentang Revolusi Al Syam: Menjelang Kelahiran Khilafah Rasyidah yang Kedua.
Mendapat Sambutan
Selain ke I’zaaz, Hisyam pun berkeliling ke kantong-kantong kaum Revolusioner termasuk ke Soran di pedesaan Aleppo. Di berbagai tempat, ceramahnya mendapat sambutan yang sangat baik dan positif, dan terdapat interaksi yang baik dari para hadirin.
Ceramah itu diselingi dengan pertanyaan-pertanyaan dari kaum muda yang rindu akan kekuasaan Islam. Ceramah kemudian dilanjutkan dengan dibagi-bagikannya draft Konstitusi Daulah Khilafah kepada para hadirin, Manifesto HT dan pernyataan tentang konspirasi Lakhdar Brahimi.
Terlihat sukacita yang sangat besar dari wajah Hisyam maupun kaum Revolusioner selama kunjungan dan pertemuan-pertemuan tersebut. Banyak orang yang melihat hal itu sebagai tanda-tanda yang baik atas kemenangan yang muncul di negeri Al Syam.
“Anda, para pahlawan telah mengajarkan kepada seluruh umat semua abjad revolusi dan menantang taghut. Jika kita meninggalkan Anda dan kembali ke Damaskus itu akan merupakan harapan menunggu waktu menjadi nol, saat deklarasi Khilafah, saat Anda akan mendengar pekikan Allahu Akbar,” puji Hisyam di setiap akhir kunjungannya.
Dengan demikian, rakyat Al-Syam yang bebas kemudian akan melangkah dengan kaki mereka di era para penguasa yang menindas (hukm jabri), dan menyatakan dimulainya Era Khilafah Rasyidah yang mengikuti petunjuk Kenabian
Inilah yang ditakuti oleh kaum Kafir imperialis. Mereka telah membuat skenario:
(1) Mempertahankan Assad, dan membiarkan pembantaian rakyat lebih massif, termasuk dengan diutuskan Kofi Annas, delegasi khusus PBB. Dia pun mundur, kemudian digantikan Lakhdar Brahimi;
(2) Mempersiapkan opisi “boneka” untuk melawan Assad, yang sebenarnya sama-sama pro Barat, khususnya Amerika. Tujuannya, jika Assad terguling, merekalah yang akan naik. Mereka inilah yang mewakili pertemuan-pertemuan di luar, seperti di Makkah, dll.
(3) Intervensi militer, tetapi ini membutuhkan justifikasi, selain itu juga dibutuhkan biaya dan harganya sangat mahal. Amerika sengaja tidak mengambil langkah ini, karena pelajaran berharga di Irak dan Afganistan;
(4) Melalui OKI, menyuarakan intervensi negara-negara Arab, tetapi ini juga membutuhkan justifkasi. Ini juga tidak mudah, selain dampaknya bisa menyebabkan terjadinya peperangan yang lebih besar di Timur Tengah;
(5) Melalui Turki, dengan memanfaatkan konflik perbatasan Suriah-Turki. Targetnya, mendelegitamasi serangan Mujahidin terhadap Assad, dan beralih menghadapi musuh bersama, Turki. Jika Assad kalah dan terguling juga, maka Turkilah yang mentake over kekuasaan di Suriah, dan tentu Amerikalah yang menikmati kekuasaan tersebut. Dengan kata lain, Amerika tetap bisa memastikan siapa yang kelak akan berkuasa di Suriah, agar Suriah tidak jatuh ke tangan kaum Mujahidin yang menginginkan Khilafah.
Namun, justru skenario yang terkahir ini membuktikan, justru kekuasaan Assad dan posisi Suriah sekarang di ujung tanduk. Kemenangan Islam dan kaum Muslim semakin dekat. Kita berdo’a, semoha Khilafah cepat berdiri, dan Khalifah kaum Muslim segera bisa dibai’at di Masjid Jami’ al-Amawi, di Damaskus..
Inilah revolusi yang sangat mengkhawatirkan Amerika
Serikat dan Sekutu Baratnya: Revolusi Syam. Kekhawatiran terutama muncul
karena hingga saat ini Amerika belum menemukan pengganti yang pas dari
Bashar Assad dan rezimnya. Berbeda dengan Arab Spring di kawasan lain,
Amerika relatif lebih mudah mencari pengganti kompradornya sehingga
kepentingan penjajahannya di kawasan itu menjadi relatif lebih terjaga
dan aman.
Padahal melalui penguasa baru yang menjadi komprador Amerika ini
berbagai kebijakan Amerika untuk membajak perubahan hingga sejalan
dengan kepentingan Amerika bisa direalisasikan. Visi perubahan Amerika
untuk Arab Spring—berupa sekularisme berbalut Islam—dengan mengiring
perubahan ke arah demokratisasi (negara demokrasi sekuler) bisa
diwujudkan.Konsep-konsep seperti dawlah madaniyah (negara madani) dan al-Islam al-Mu’tadil (Islam moderat) menjaga jargon-jargon baru untuk menutupi ide pokok yang sebenarnya, yaitu Kapitalisme dengan asas sekularismenya. Visi ini juga cukup sukses, paling tidak hingga saat ini, dalam menyesatkan sebagian umat Islam yang tidak sadar yang menganggap ide-ide demokrasi dan sekular itu sejalan dengan Islam. Apalagi dalam rangka memperkuat visi sekularisme berbalut Islam ini Amerika menggunakan kelompok-kelompok Islam atau tokoh-tokoh Islam.
Di Tunisia, Amerika dan negara sekutu Baratnya bisa tetap mengontrol perubahan melalui militer Tunisia yang masih menunjukkan loyalitasnya kepada Barat. Menguasai militer tentu sangat penting sebagai robot penjaga dan mesin pemukul dan siapapun yang berseberangan dengan Amerika atau mengancam kepentingan mereka.
Amerika pun bisa bernapas lebih lega karena visi demokratisasi yang dia tawarkan berjalan mulus. Kekuatan-kekuatan politik di negeri itu memilih membangun Tunisia yang demokratis dan sekular namun berbalut baju Islam. Amerika dan sekutunya juga berhasil memanfaatkan keberadaan kelompok Islam seperti an-Nahdhah sebagai pemain utamanya. Kelompok ini pun sibuk berkampanye dan membela diri untuk menunjukkan bahwa mereka bukan kelompok Islam fundamentalis, puritan. Secara terbuka mereka juga bukan menolak dikatakan memperjuangkan syariah Islam, apalagi Khilafah. Semua ini mereka lakukakan untuk mendapatkan kepercayaan dari Amerika dan sekutu Baratnya sebagai pemain politik baru.
An-Nahdhah, yang muncul sebagai partai terbesar dalam Pemilu demokratis pertama di Tunisia, telah menyatakan pihaknya akan terus menjaga pasal pertama Konstitusi 1956 dalam hukum konstitusi baru yang sedang dirancang. Ayat ini mengabadikan pemisahan agama dan negara, saat dinyatakan bahwa: Tunisia adalah negara yang merdeka dan berdaulat, agama adalah Islam, bahasanya adalah bahasa Arab dan merupakan sebuah republik.
“Kami tidak akan menggunakan hukum untuk memaksakan agama,” kata pemimpin an-Nahdhah, Rachid Ghannouchi, kepada wartawan setelah komite konstituen partai memilih mempertahankan ayat konstitusi.
Dia menambahkan, ”Ayat tersebut merupakan obyek konsensus di antara semua elemen masyarakat yang melestarikan identitas Tunisia sebagai negara Arab-Muslim serta menjamin prinsip-prinsip negara demokratis dan sekuler.”
Hal yang lebih kurang sama juga terjadi di Mesir. Hingga saat ini Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata (SCAF) yang dipenuhi oleh para jenderal warisan Mubarak masih berkuasa penuh mengontrol Mesir. Untuk mengokohkan kedudukannya Dewan Militer ini membubarkan Parlemen Mesir dan mengarahkan Dewan Konstituante yang akan membuat UU baru Mesir untuk tetap menjadikan Mesir sebagai negara sekular bukan Negara Islam. Dewan Militer ini juga masih memberikan loyalitasnya kepada Amerika dan sekutunya.
Visi perubahan Amerika—sekularisme berbalut Islam—dengan pas bisa diwujudkan oleh partai yang berasal dari gerakan Islam Ikhwanul Muslimun. Presiden Mursi dengan sigap menampilkan dirinya sebagai pemimpin yang pluralis. Untuk memperkuat citra itu, partai ini pun menolak mentah-mentah hendak menjadikan Mesir menjadi Negara Islam yang akan menerapkan syariah Islam secara sempurna. Mesir tetap menjalin hubungan diplomatik dengan entitas penjajah Zionis Israel dan mempertahankan perjanjian damai Camp David.
Kerjasama dengan IMF dan Bank Dunia yang merupakan organ penjajahan ekonomi Kapitalisme pun tetap berjalan. Untuk menyelesaikan persoalan ekonomi Mesir, Mursi memilih untuk meminjam dana dari IMF. Padahal semua tahu, meminta bantuan dari IMF bukan saja akan menghancurkan ekonomi negara, tetapi juga merupakan jebakan politik yang mematikan. Apalagi pinjaman itu mengandung riba yang jelas-jelas diharamkan dalam Islam. IMF secara resmi memberikan pinjaman 4,9 miliar dolar. Perdana Menteri Mesir Hesham Qandil menyatakan pinjaman ini harus dibayar dalam waktu 5 tahun dengan suku bunga 1,1 persen.
Di Libya, Amerika mendapatkan jaminan—meskipun tidak sempurna—terhadap kepentingannya melalui Dewan Transisi Nasional Libya (NTC). Dewan ini secara umum bisa dikontrol oleh ‘orang-orangnya’ Amerika, meskipun terdapat juga kelompok Islam di dalamnya.
Amerika dan sekutu Baratnya pun menjadi lebih lega karena dalam Pemilu pertama Libya pasca tumbangnya Khadafi partai nasionalis menang. Aliansi Kekuatan Nasional (NFA) yang dipimpin mantan Perdana Menteri sementara Mahmoud Jibril mendapatkan 39 dari 80 kursi Majelis Nasional Libya yang disediakan untuk partai politik.
Namun, berbeda dengan Mesir, Libya tidak memiliki tentara yang sepenuhnya mapan. Pasca jatuhnya Gaddafi dan rezimnya, Libya tidak memiliki otoritas politik terpusat. Kekuatan tetap di tangan milisi bersenjata, dan tidak satu pun dari mereka yang cukup kuat untuk mulai bertindak sebagai kekuatan militer nasional. Libya masih dikendalikan oleh jaringan milisi bersenjata. Banyak di antara mereka mewakili suku-suku yang kuat. Untuk lebih mengamankan kedudukannya saat ini, agenda Amerika berusaha membentuk militer nasional Libya yang terpusat namun dikendalikan oleh pemimpin yang sekular.
Terbunuhnya Dubes AS Christopher Stevens dan tiga staf Konsulat Jenderal AS di Benghazi dalam aksi pembelaan terhadap Rasulullah saw., digunakan oleh Amerika melalui kaki-tangannya untuk menghabisi milisi-milisi bersenjata yang berideologi Islam. Koran New York Times edisi Senin (15/10) melaporkan pemerintahan Barrack Obama pada bulan lalu telah mendapatkan persetujuan Kongres AS memberikan dana sebesar US $8 juta dari anggaran operasi Pentagon dan bantuan kontra terorisme yang semula diberikan kepada Pakistan kepada Libya. Dana tersebut digunakan untuk membantu Pemerintah Libya membentuk pasukan komando Libya berkekuatan 500 personil pada tahun depan. Pasukan operasi khusus AS akan melatih pasukan komando Libya tersebut guna memerangi “teroris Islam” di Libya.
Kekhawatiran yang lain dari Barat sekarang ini terhadap situasi Suriah adalah menguatnya kelompok revolusioner yang menginginkan penerapan syariah Islam dan Khilafah di negeri Syam itu. Para revolusioner ini pun secara terbuka menentang visi Arab Spring ala Amerika—sekularisme berbalut Islam. Medan jihad di bumi Syam juga telah mengundang kaum Muslim di seluruh dunia untuk berjihad fi sabilillah untuk menenteng rezim thaghut Ba’ats, Bashar Assad.
Seperti biasa, Barat melalui medianya melakukan penyesatan politik, dengan mengaitkan kelompok yang berjihad ini dengan terorisme dengan tudingan memiliki agenda radikal. Dalam laporannya, Komisi PBB yang melakukan penyelidikan di negara tersebut mengatakan kehadiran para militan asing, Islam radikal atau para jihadi, membuat Barat khawatir. Kepala Komisi Sergio Pinheiro kepada wartawan hari Selasa (17/10) memperkirakan ada ratusan kombatan asing yang ikut bertempur di Suriah. Pinheiro menambahkan bahwa komisi itu khawatir para kombatan asing ini tidak berjuang untuk “membangun negara demokratis di Suriah”, tetapi “untuk agenda mereka sendiri.”
Exit Strategi Model Yaman
Bagi Amerika dan sekutu Baratnya, cara yang paling aman untuk menyelesaikan krisis Suriah adalah dengan menggunakan model Yaman. Pasalnya, intervensi militer langsung seperti yang dilakukan terhadap Libya membutuhkan dana yang besar dan sulit diduga hasilnya.
Berdasarkan model Yaman, Barat mempersiapkan orang lingkaran dalam Presiden Yaman sendiri, yaitu Wapres Abd a-rRab Mansur Hadi menjadi pejabat presiden baru. Transisi ini dibantu oleh negara-negara sekitarnya seperti Saudi Arabia. Setelah itu diadakan Pemilu yang dikesankan demokratis pada Februari 2012 yang dimenangkan secara telak oleh Hadi.
Rencana non-militer model Yaman ini membutuhkan satu unsur kunci: diplomasi harus dipimpin oleh aktor-aktor regional, bukan PBB atau Barat. Transisi bergaya Yaman kemudian akan bisa mempertahankan struktur negara Suriah yang pro-Barat termasuk elit korup yang lama tidak merasa terancam. Dengan model Yaman ini mereka berharap, Assad bisa mengundurkan diri, stabilitas muncul, dan Pemilu demokratis yang sejalan dengan Barat bisa dilakukan.
Untuk merealisasikan model Yaman ini, Amerika Serikat menggunakan jaringan regional pendukungnya, seperti Arab Saudi, Mesir dan Turki. Melalui Menteri luar negeri Turki Ahmed Davutoglu, Amerika datang dengan membawa usulan lama yang diperbarui agar Wakil Presiden Suriah Farouk as-Sharaa menggantikan presiden antek Amerika Bashar sebagai kepala pemerintahan transisi untuk menghentikan perang sipil yang terjadi di Suriah.
Oglu mengatakan, ash-Shara adalah seorang yang punya pikiran dan hati nurani. Ia tidak turut serta dalam pembantaian di Suriah dan tidak ada seorang pun yang lebih mengetahui sistem di Suriah dari dia. Oglu beranggapan bahwa oposisi cenderung menerima ash-Shara untuk memimpin administrasi Suriah pada masa depan. Belum selesai Oglu dengan penyesatan-penyesatan ini, sudah muncul pernyataan dukungan pihak oposisi yang menyatakan diri mereka sebagai Dewan Nasional yang menjadi alat Amerika.
Usulan ini adalah usulan Amerika yang dilontarkan oleh Amerika melalui mulut Oglu maupun selain dia. Padahal sangat jelas Farouk ash-Shara ini adalah seorang pengikut Ba’ats, sekular dan selama ini dipelihara dan dibesarkan oleh Hafezh Asad si bapak dan diwarisi oleh Bashar Asad si anak. Ash-Shara ini telah bekerja sebagai menteri luar negeri pada zaman Hafezh Asad selama 15 tahun. Kemudian ia menjabat Wakil Presiden Bashar Asad pada masa pemerintahannya.
Hal itu jelas-jelas memberikan deskripsi yang gamblang tentang keridhaan penjahat Bashar dan bapaknya kepada ash-Shara. Baik Hafezh maupun Bashar sama sekali tidak membiarkan orang yang menyalahi keduanya meski sekecil apapun. Walhasil, kalau model Yaman ini terealisasi, Suriah akan tetap dalam kendali dan kontrol negara-negara imperialis. Ini jelas merupakan pengkhianatan terhadap darah para syuhada yang telah tertumpah! [Farid Wadjdi]
Seruan Hizbut Tahrir Wilayah Suriah
Untuk mewaspadai ancaman model Yaman ini terhadap tujuan mulia Revolusi Suriah, Utsman Bakhasy Direktur Maktab I’lami Pusat Hizbut Tahrir (23 Dzulqa’dah 1433 H/09 Oktober 2012 M) memberikan nasihat dan peringatan. Berikut kutipannya:
Hati-hati dan waspadalah! Dia antek Amerika di kawasan ini. Oglu tampil berbicara mengatas-namakan Anda. Dia berkata, “Oposisi Suriah cenderung menerima ash-Shara untuk memimpin tahapan transisi.”
Jika yang dia maksudkan adalah Anda, maka dia itu adalah orang yang melakukan konspirasi yang ingin menjerumuskan Anda ke dalam rencana jahat yang melanggengkan Anda dalam pertempuran dan situasi yang membuat para wanita Anda menjadi janda, tanpa ada perubahan sedikitpun.…Jika yang dia maksudkan adalah Dewan Nasional maka Dewan ini bukan bagian dari Anda. Pihak yang mendirikan Dewan itu adalah Amerika. Keinginan mereka tidak lain adalah melaksanakan rencana-rencana Amerika dalam mengaborsi revolusi Anda dan merealisasi negara sipil yang tunduk kepada Amerika, meminggirkan agama Anda yang lurus dari urusan apapun di antara urusan dunia dan akhirat Anda!
Siapa saja yang beranggapan bahwa Amerika menginginkan kebaikan di dalam revolusi Anda maka hendaknya dia segera sadar diri sebelum terlambat. Perdana Menteri Erdogan telah membuat kita kenyang dengan ucapannya. Dia menawarkan kepada Anda untuk menerima rezim penjahat ini seperti sedia kala, dengan seluruh kejahatan dan kebrutalannya, dengan disertai penggantian deskriptif yang menjaga rezim penjahat dengan disertai pemaafan terhadap presiden rezim jagal Damaskus, berdasarkan apa yang sudah berlagsung di Yaman!
Wahai orang-orang yang melakukan revolusi di negeri Syam. Anda harus menyatukan segenap upaya Anda dan waspada terhadap konspirasi musuh-musuh dari sekeliling Anda. Anda harus bertawakal kepada Allah dengan menjadikan revolusi Anda menjadi revolusi yang ikhlas untuk Allah SWT, tidak disekutui oleh siapapun. Di dalamnya tidak ada bagian sedikit pun untuk Barat. Potonglah tangan-tangan Barat dari sekeliling Anda. Campakkan Barat dan alat-alat lokalnya yang memiliki nama yang sama dengan kita, dan berasal dari generasi kita. Akan tetapi, mereka mempromosikan racun Barat penjajah, terutama Amerika yang melindungi rezim bapak dan anak di Suriah. Menjungkalkan rezim itu bukan berarti menggulingkan kepala rezim saja, tetapi adalah dengan mencabut rezim itu dari akarnya hingga ujung daunnya.
Berjuanglah sungguh-sungguh dan dengan penuh kesungguhan bersama Hizbut Tahrir untuk menegakkan agama Allah di tengah-tengah Anda dengan mewujudkan Daulah Islam, Daulah Khilafah ar-Rasyidah…Tidak ada yang menyelamatkan kami dan Anda kecuali Allah. Tidak ada kemuliaan untuk kami dan Anda kecuali dengan agama-Nya. Tidak ada keamanan kecuali dengan Daulah Islam yang akan melindungi kehormatan, darah dan harta kita serta membuat Rabb kita ridha kepada kita.
Mereka memikirkan tipudaya dan Allah menggagalkan tipu aya itu. Allah sebaik-baik Pembalas tipudaya (QS al-Anfal [8]: 30)
Analisis : Tujuan Strategis Washington dan Ankara di Suriah
Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton dan rekannya dari Turki Ahmad Dawud Oglu telah melakukan pembicaraan di Turki terkait krisis di Suriah.
Clinton mengatakan bahwa tujuan strategis bersama untuk Washington dan Ankara adalah menghentikan pertumpahan darah di Suriah dan mengakhiri pemerintahan Assad.
*** *** ***
Tujuan strategis Amerika yang sesungguhnya di Suriah adalah mempertahankan Suriah tetap tunduk pada dominasi politik Amerika, dan memastikan Suriah tidak lepas dan bebas dari ikatan-ikatan kolonial Amerika, yang diwarisi Basyar yang tolol dari ayahnya yang terkapar Hafidz Assad, dimama Amerika yang membuatnya berkuasa, memperluas dominasi dan pengaruhnya di Suriah, dengan memberikan loyalitasnya secara mutlak untuk Gedung Putih, serta mengikatkan politik luar negeri Suriah dengan kepentingan Amerika di kawasan Timur Tengah, khususnya perlindungan atas entitas kanker Yahudi, menjaga perbatasannya di wilayah utara dengan kedok perlawanan dan pembelaan, menjamin pengembalian hak, serta mewujudkan keseimbangan strategis.
Karena kerasnya revolusi Suriah yang diberkati, dan ketekunannya dalam menuntut penggulingan rezim Assad, serta mengambil Islam sebagai mesin penggerak, landasan dan asas dalam menjalankan aktivitas revolusioner yang diberkati, bahkan tanda-tanda revolusi Suriah menjadi jelas dan berbeda dengan karakter keislamannya, tidak terpengaruh dengan upaya-upaya penyesatan dari segala arah untuk membunuh, memalingkan dan mengkerdilkan revolusi. Amerika benar-benar takut akan kebebasan yang hakiki bagi rakyat Suriah dari penindasan penjajahannya, hilangnya pengaruh kolonialisme Barat, pembebasan Suriah, dan pembentukan negara merdeka yang dengan tulus mengemban Islam sebagai cahaya dunia, serta membentuk titik api yang akan menarik rakyat di kawasan Timur Tengah, dan menyatukannya di bawah satu bendera, yang asasnya adalah pembebasan dan pelepasan dari Barat dan kebijakan-kebijakan imperialismenya, dan kemudian itu menjadi senjata untuk menghancurkan alat-alat hegemoni dan kolonialisme, serta menyapu bersih negara-negara besar dari kawasan Timur Tengah, dan melenyapkan semua pangkalan militernya, terutama entitas kanker ganas Yahudi.
Oleh karena itu, Amerika bekerja dengan semua kemampuan diplomatik dan politiknya, serta melalui instrumen internasional, regional dan lokalnya untuk mencegah munculnya negara Islam di Syam sebagai kekuatan internasional yang lahir sebagai pesaingnya dalam pengambilan keputusan, merebut kendali inisiatif darinya, mengusirnya dari kawasan Timur Tengah, dan menghilangkan pengaruhnya. Sehingga, koordinasi yang dilakukannya dengan Ankara, tidak lain adalah dalam konteks itu. Sebab, kepemimpinan politik Turki mengikuti langkah kaki Amerika, dan bekerja sesuai dengan agenda dan visi Amerika untuk solusi Suriah. Sungguh, bukan darah rakyat Suriah yang menghantui para penguasa Amerika dan Ankara sekiranya Basyar yang tolol mampu mengalahkan kekuatan revolusi. Namun, darah yang mengalir di pembuluh darah dan tenggorokan kekuatan revolusi yang terus meminta pertolongan kepada Allah dan para tentara-Nya itulah yang menghantui Amerika, serta melemahkan kepercayaannya terhadap kemampuan Assad dalam menghentikan kekuatan revolusi. Itulah sebabnya, mereka mencari alternatif yang akan menjamin pengaruhnya di Syam.
Ingat! Amerika dan para bonekanya semuanya pasti akan terusir. “Dan orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali.” (TQS. Asy-Syu’arâ [26] : 227). (Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 16/8/2012)
Pertemuan HT dengan Revolusioner Suriah : Revolusi akan Kembalikan Suriah jadi Khilafah
Mediaumat.com. Suriah. Kepala Kantor Media Hizbut Tahrir Suriah Hisyam Al Baba menyatakan revolusi Suriah akan mengembalikan Suriah menjadi Khilafah Islam, saat kunjungannya ke kantung-kantung kaum Revolusioner, baru-baru ini, di berbagai tempat di Suriah.
“Revolusi ini akan mengembalikan negeri Al Syam sebagai sebuah negara, dan sebagai bagian dari Daulah Khilafah mendatang, Insya Allah, yang akan menjadi negara terkemuka di dunia dalam satu dekade,” tegasnya ketika pidato di hadapan para Revolusioner yang memadati Masjid Ansharu Rasul di I’zaaz.
Di samping meminta agar tetap teguh dan tabah dalam berjuang menumbangkan rezim diktator Al Assad, Hisyam pun meminta kaum Revolusioner mengambil pelajaran berharga dari kegagalan revolusi di Tunisia, Mesir dan Libya.
“Kami mendorong Anda dan mengundang Anda untuk mengambil pelajaran dari revolusi-revolusi sebelumnya, sehingga Anda tidak jatuh ke dalam perangkap sebuah negara sekuler sipil seperti yang telah mereka lakukan!” pekiknya.
Maka, Hisyam pun mewanti-wanti agar kaum Revolusioner waspada terhadap tipu daya Barat dan para kaki tangannya di dalam negeri serta harus tetap menyatukan visi misi perjuangan hingga tumbangnya Al Assad sehingga kondusifnya diangkat seorang lelaki mulia menjadi khalifah.
“Kita akan bertemu di Masjid Umayyah dekat Damaskus, Insya Allah, untuk memberikan baiat (janji setia terhadap seseorang yang diangkat menjadi khalifah, red) kepada seorang imam yang akan memerintah kita dengan Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya SAW, dan memang hal itu bukanlah sebuah hal yang sulit bagi Allah!” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Hisyam pun tak lupa menunjukan dan menjelaskan peta jalan yang dikeluarkan HT Suriah yang bertanggal 28 Ramadhan 1433 H untuk membawa perubahan di Suriah yang mengarah kepada Daulah Khilafah, yang berjudul: Manifesto Hizbut Tahrir tentang Revolusi Al Syam: Menjelang Kelahiran Khilafah Rasyidah yang Kedua.
Mendapat Sambutan
Selain ke I’zaaz, Hisyam pun berkeliling ke kantong-kantong kaum Revolusioner termasuk ke Soran di pedesaan Aleppo. Di berbagai tempat, ceramahnya mendapat sambutan yang sangat baik dan positif, dan terdapat interaksi yang baik dari para hadirin.
Ceramah itu diselingi dengan pertanyaan-pertanyaan dari kaum muda yang rindu akan kekuasaan Islam. Ceramah kemudian dilanjutkan dengan dibagi-bagikannya draft Konstitusi Daulah Khilafah kepada para hadirin, Manifesto HT dan pernyataan tentang konspirasi Lakhdar Brahimi.
Terlihat sukacita yang sangat besar dari wajah Hisyam maupun kaum Revolusioner selama kunjungan dan pertemuan-pertemuan tersebut. Banyak orang yang melihat hal itu sebagai tanda-tanda yang baik atas kemenangan yang muncul di negeri Al Syam.
“Anda, para pahlawan telah mengajarkan kepada seluruh umat semua abjad revolusi dan menantang taghut. Jika kita meninggalkan Anda dan kembali ke Damaskus itu akan merupakan harapan menunggu waktu menjadi nol, saat deklarasi Khilafah, saat Anda akan mendengar pekikan Allahu Akbar,” puji Hisyam di setiap akhir kunjungannya.
Dengan demikian, rakyat Al-Syam yang bebas kemudian akan melangkah dengan kaki mereka di era para penguasa yang menindas (hukm jabri), dan menyatakan dimulainya Era Khilafah Rasyidah yang mengikuti petunjuk Kenabian
Inilah yang ditakuti oleh kaum Kafir imperialis. Mereka telah membuat skenario:
(1) Mempertahankan Assad, dan membiarkan pembantaian rakyat lebih massif, termasuk dengan diutuskan Kofi Annas, delegasi khusus PBB. Dia pun mundur, kemudian digantikan Lakhdar Brahimi;
(2) Mempersiapkan opisi “boneka” untuk melawan Assad, yang sebenarnya sama-sama pro Barat, khususnya Amerika. Tujuannya, jika Assad terguling, merekalah yang akan naik. Mereka inilah yang mewakili pertemuan-pertemuan di luar, seperti di Makkah, dll.
(3) Intervensi militer, tetapi ini membutuhkan justifikasi, selain itu juga dibutuhkan biaya dan harganya sangat mahal. Amerika sengaja tidak mengambil langkah ini, karena pelajaran berharga di Irak dan Afganistan;
(4) Melalui OKI, menyuarakan intervensi negara-negara Arab, tetapi ini juga membutuhkan justifkasi. Ini juga tidak mudah, selain dampaknya bisa menyebabkan terjadinya peperangan yang lebih besar di Timur Tengah;
(5) Melalui Turki, dengan memanfaatkan konflik perbatasan Suriah-Turki. Targetnya, mendelegitamasi serangan Mujahidin terhadap Assad, dan beralih menghadapi musuh bersama, Turki. Jika Assad kalah dan terguling juga, maka Turkilah yang mentake over kekuasaan di Suriah, dan tentu Amerikalah yang menikmati kekuasaan tersebut. Dengan kata lain, Amerika tetap bisa memastikan siapa yang kelak akan berkuasa di Suriah, agar Suriah tidak jatuh ke tangan kaum Mujahidin yang menginginkan Khilafah.
Namun, justru skenario yang terkahir ini membuktikan, justru kekuasaan Assad dan posisi Suriah sekarang di ujung tanduk. Kemenangan Islam dan kaum Muslim semakin dekat. Kita berdo’a, semoha Khilafah cepat berdiri, dan Khalifah kaum Muslim segera bisa dibai’at di Masjid Jami’ al-Amawi, di Damaskus..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar