Abu Bakar Ba'asyir
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Artikel ini tidak memiliki referensi sumber tepercaya sehingga isinya tidak bisa diverifikasi. Bantulah memperbaiki artikel ini dengan menambahkan referensi yang layak. Artikel yang tidak dapat diverifikasikan dapat dihapus sewaktu-waktu oleh Pengurus. |
Abu Bakar Ba'asyir | |
---|---|
Lahir | 17 Agustus 1938 Jombang, Jawa Timur (masa Hindia Belanda) |
Tempat tinggal | Indonesia |
Nama panggilan | Ustadz Abu |
Pekerjaan | Pengasuh pesantren |
Dikenal karena | Ulama |
Agama | Islam |
Ba'asyir pernah menjalani pendidikan sebagai santri Pondok Pesantren Gontor, Ponorogo, Jawa Timur (1959) dan alumni Fakultas Dakwah Universitas Al-Irsyad, Solo, Jawa Tengah (1963). Perjalanan kariernya dimulai dengan menjadi aktivis Himpunan Mahasiswa Islam Solo. Selanjutnya ia menjabat Sekretaris Pemuda Al-Irsyad Solo, kemudian terpilih menjadi Ketua Gerakan Pemuda Islam Indonesia (1961), Ketua Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam, memimpin Pondok Pesantren Al Mu'min (1972) dan Ketua Organisasi Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), 2002.
Ba'asyir mendirikan Pesantren Al-Mu'min di Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah, bersama dengan Abdullah Sungkar pada 10 Maret 1972. Pada masa Orde Baru, Ba'asyir melarikan diri dan tinggal di Malaysia selama 17 tahun atas penolakannya terhadap asas tunggal Pancasila.
Daftar isi[sembunyikan] |
[sunting] Perjalanan hidup
Gaya penulisan artikel atau bagian ini tidak atau kurang cocok untuk Wikipedia. Silakan lihat halaman pembicaraan. Lihat juga panduan menulis artikel yang lebih baik. |
- 1972, Pondok Pesantren Al-Mukmin didirikan oleh Abu Bakar Ba'asyir bersama Abdullah Sungkar, Yoyo Roswadi, Abdul Qohar H. Daeng Matase dan Abdllah Baraja. Pondok Pesantren ini berlokasi di Jalan Gading Kidul 72 A, Desa Ngruki, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Menempati areal seluas 8.000 meter persegi persisnya 2,5 kilometer dari Solo. Keberadaan pondok ini semula adalah kegiatan pengajian kuliah zuhur di Masjid Agung Surakarta. Membajirnya jumlah jamaah membuat para mubalig dan ustadz kemudian bermaksud mengembangkan pengajian itu menjadi Madrasah Diniyah.
- 1983, Abu Bakar Ba'asyir ditangkap bersama dengan Abdullah Sungkar. Ia dituduh menghasut orang untuk menolak asas tunggal Pancasila. Ia juga melarang santrinya melakukan hormat bendera karena menurut dia itu perbuatan syirik. Tak hanya itu, ia bahkan dianggap merupakan bagian dari gerakan Hispran (Haji Ismail Pranoto)--salah satu tokoh Darul Islam/Tentara Islam Indonesia Jawa Tengah. Di pengadilan, keduanya divonis 9 tahun penjara.
- 11 Februari 1985, Ketika kasusnya masuk kasasi Ba'asyir dan Sungkar dikenai tahanan rumah, saat itulah Ba'asyir dan Abdullah Sungkar melarikan diri ke Malaysia. Dari Solo mereka menyebrang ke Malaysia melalui Medan. Menurut pemerintah AS, pada saat di Malaysia itulah Ba'asyir membentuk gerakan Islam radikal, Jamaah Islamiyah, yang menjalin hubungan dengan Al-Qaeda.
- 1985–1999, Aktivitas Baasyir di Singapura dan Malaysia ialah "menyampaikan Islam kepada masyarakat Islam berdasarkan Al Quran dan Hadits", yang dilakukan sebulan sekali dalam sebuah forum, yang hanya memakan waktu beberapa jam di sana. Menurutnya, ia tidak membentuk organisasi atau gerakan Islam apapun. Namun pemerintah Amerika Serikat memasukkan nama Ba'asyir sebagai salah satu teroris karena gerakan Islam yang dibentuknya yaitu Jamaah Islamiyah, terkait dengan jaringan Al-Qaeda.
- 1999, Sekembalinya dari Malaysia, Ba'asyir langsung terlibat dalam pengorganisasian Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) yang merupakan salah satu dari Organisasi Islam baru yang bergaris keras. Organisasi ini bertekad menegakkan Syariah Islam di Indonesia.
- 10 Januari 2002, Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Sukoharjo, Muljadji menyatakan bahwa pihaknya akan segera melakukan eksekusi putusan kasasi Mahkamah Agung terhadap pemimpin tertinggi Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) Abu Bakar Ba'asyir. Untuk itu, Kejari akan segera melakukan koordinasi dengan Polres dan Kodim Sukoharjo.
- 25 Januari 2002, Abu Bakar Ba'asyir memenuhi panggilan untuk melakukan klarifikasi di Mabes Polri. Abu Bakar datang ke Gedung Direktorat Intelijen di Jakarta sekitar pukul 09.30. Saat konferensi pers, pengacara Abu Bakar Ba'asyir, Achmad Michdan, mengatakan, pemanggilan Abu Bakar Ba'asyir oleh Mabes Polri bukan bagian dari upaya Interpol untuk memeriksa Abu Bakar. "Pemanggilan itu merupakan klarifikasi dan pengayoman terhadap warga negara," tegas Achmad.
- 28 Februari 2002, Menteri Senior Singapura, Lee Kuan Yew, menyatakan Indonesia, khususnya kota Solo sebagai sarang teroris. Salah satu teroris yang dimaksud adalah Abu Bakar Ba'asyir Ketua Majelis Mujahidin Indonesia, yang disebut juga sebagai anggota Jamaah Islamiyah.
- 19 April 2002, Ba'asyir menolak eksekusi atas putusan Mahkamah Agung (MA), untuk menjalani hukuman pidana selama sembilan tahun atas dirinya, dalam kasus penolakannya terhadap Pancasila sebagai azas tunggal pada tahun 1982. Ba'asyir menganggap, Amerika Serikat berada di balik eksekusi atas putusan yang sudah kadaluwarsa itu.
- 20 April 2002, Ba'asyir meminta perlindungan hukum kepada pemerintah kalau dipaksa menjalani hukuman sesuai putusan kasasi MA tahun 1985. Sebab, dasar hukum untuk penghukuman Ba'asyir, yakni Undang-Undang Nomor 11/PNPS/1963 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Subversi kini tak berlaku lagi dan pemerintah pun sudah memberi amnesti serta abolisi kepada tahanan dan narapidana politik (tapol/napol).
- April 2002, Pemerintah masih mempertimbangkan akan memberikan amnesti kepada tokoh Majelis Mujahidin Indonesia KH Abu Bakar Ba'asyir, yang tahun 1985 dihukum selama sembilan tahun oleh Mahkamah Agung (MA) karena dinilai melakukan tindak pidana subversi menolak asas tunggal Pancasila. Dari pengecekan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (Menkeh dan HAM) Yusril Ihza Mahendra, ternyata Ba'asyir memang belum termasuk tahanan politik/narapidana politik (tapol/napol) yang memperoleh amnesti dan abolisi dalam masa pemerintahan Presiden Habibie maupun Abdurrahman Wahid.
- 8 Mei 2002, Kejaksaan Agung (Kejagung) akhirnya memutuskan tidak akan melaksanakan eksekusi terhadap Abu Bakar Ba'asyir atas putusan Mahkamah Agung (MA) untuk menjalani hukuman pidana selama sembilan tahun penjara. Alasannya, dasar eksekusi tersebut, yakni Undang-Undang (UU) Nomor 11/ PNPS/1963 mengenai tindak pidana subversi sudah dicabut dan melanggar hak asasi manusia (HAM). Sebaliknya, Kejagung menyarankan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Sukoharjo (Jawa Tengah) untuk meminta amnesti bagi Ba'asyir kepada Presiden Megawati Soekarnoputri.
- 8 Agustus 2002, Organisasi Majelis Mujahidin Indonesia mengadakan kongres I di Yogyakarta untuk membentuk pimpinan Mujahidin. Terpilihlah Ustad Abu Bakar Ba'asyir sebagai ketua Mujahidin sementara.
- 19 September 2002, Ba'asyir terbang ke Medan dan Banjarmasin untuk berceramah. Dari sana, ia kembali ke Ngruki untuk mengajar di pesantrennya.
- 23 September 2002, Majalah TIME menulis berita dengan judul Confessions of an Al Qaeda Terrorist dimana ditulis bahwa Abu Bakar Ba'asyir disebut-sebut sebagai perencana peledakan di Mesjid Istiqlal. Time menduga Ba'asyir sebagai bagian dari jaringan terorisme internasional yang beroperasi di Indonesia. TIME mengutip dari dokumen CIA, menuliskan bahwa pemimpin spiritual Jamaah Islamiyah Abu Bakar Ba'asyir "terlibat dalam berbagai plot." Ini menurut pengakuan Umar Al-Faruq, seorang pemuda warga Yaman berusia 31 tahun yang ditangkap di Bogor pada Juni lalu dan dikirim ke pangkalan udara di Bagram, Afganistan, yang diduduki AS. Setelah beberapa bulan bungkam, akhirnya Al-Faruq mengeluarkan pengakuan--kepada CIA--yang mengguncang. Tak hanya mengaku sebagai operator Al-Qaeda di Asia Tenggara, dia mengaku memiliki hubungan dekat dengan Abu Bakar Ba'asyir. Menurut berbagai laporan intelijen yang dikombinasikan dengan investigasi majalah Time, bahkan Ba'asyir adalah pemimpin spiritual kelompok Jamaah Islamiyah yang bercita-cita membentuk negara Islam di Asia Tenggara. Ba'asyir pulalah yang dituding menyuplai orang untuk mendukung gerakan Faruq. Ba'asyir disebut sebagai orang yang berada di belakang peledakan bom di Masjid Istiqlal tahun 1999. Dalam majalah edisi 23 September tersebut, Al-Farouq juga mengakui keterlibatannya sebagai otak rangkaian peledakan bom, 24 Desember 2000.
- 25 September 2002, Dalam wawancara khusus dengan wartawan TEMPO, Ba'asyir mengatakan bahwa selama di Malaysia ia tidak membentuk organisasi atau gerakan Islam apapun. Selama di sana ia dan Abdullah Sungkar hanya mengajarkan pengajian dan mengajarkan sunah Nabi. "Saya tidak ikut-ikut politik. Sebulan atau dua bulan sekali saya juga datang ke Singapura. Kami memang mengajarkan jihad dan ada di antara mereka yang berjihad ke Filipina atau Afganistan. Semua sifatnya perorangan." Ungkapnya.
- 1 Oktober 2002, Abu Bakar Ba'asyir mengadukan Majalah TIME sehubungan dengan berita yang ditulis dalam majalah tersebut tertanggal 23 September 2002 yang menurut Ba'asyir berita itu masuk dalam trial by the press dan berakibat pada pencemaran nama baiknya. Ba'asyir membantah semua tudingan yang diberitakan Majalah TIME. Ia juga mengaku tidak kenal dengan Al-Farouq.
- 11 Oktober 2002, Ketua Majelis Mujahidin Indonesia Abu Bakar Ba`asyir meminta pemerintah membawa Omar Al-Faruq ke Indonesia berkaitan dengan pengakuannya yang mengatakan bahwa ia mengenal Ba'asyir. Atas dasar tuduhan AS yang mengatakan keterlibatan Al-Farouq dengan jaringan Al-Qaeda dan aksi-aksi teroris yang menurut CIA dilakukannya di Indonesia, Ba'asyir mengatakan bahwa sudah sepantasnya Al-Farouq dibawa dan diperiksa di Indonesia.
- 14 Oktober 2002, Ba'asyir mengadakan konferensi pers di Pondok Al-Islam, Solo. Dalam jumpa pers itu ia mengatakan peristiwa ledakan di Bali merupakan usaha Amerika Serikat untuk membuktikan tudingannya selama ini bahwa Indonesia adalah sarang teroris.
- 17 Oktober 2002, Markas Besar Polri telah melayangkan surat panggilan sebagai tersangka kepada Pemimpin Majelis Mujahidin Indonesia Abu Bakar Ba`asyir. Namun Ba'asyir tidak memenuhi panggilan Mabes Polri untuk memberi keterangan mengenai pencemaran nama baiknya yang dilakukan oleh majalah TIME.
- 18 Oktober 2002, Ba'asyir ditetapkan tersangka oleh Kepolisian RI menyusul pengakuan Omar Al Faruq kepada Tim Mabes Polri di Afganistan juga sebagai salah seorang tersangka pelaku pengeboman di Bali.
- 3 Maret 2005, Ba'asyir dinyatakan bersalah atas konspirasi serangan bom 2002, tetapi tidak bersalah atas tuduhan terkait dengan bom 2003. Dia divonis 2,6 tahun penjara.
- 17 Agustus 2005, masa tahanan Ba'asyir dikurangi 4 bulan dan 15 hari. Hal ini merupakan suatu tradisi pada peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia. Ia dibebaskan pada 14 Juni 2006.
- 9 Agustus 2010 Abu Bakar Ba'asyir kembali ditahan oleh Kepolisian RI di Banjar Patroman atas tuduhan membidani satu cabang Al Qaida di Aceh[4][5].
- 16 Juni 2011, Ba'asyir dijatuhi hukuman penjara 15 tahun oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan setelah dinyatakan terlibat dalam pendanaan latihan teroris di Aceh dan mendukung terorisme di Indonesia, walaupun banyak kontroversi yang terjadi selama masa persidangan.[6][7]
[sunting] Rujukan
- ^ Abu Bakar Ba’asyir: Vonis Tak Terlibat Bom Bali. TokohIndonesia.com. Diakses 3 April 2010
- ^ The hunt for the Bali bombers | Economist.com
- ^ Challenge to the US: prove JI exists, Sydney Morning Herald, 9 September 2003
- ^ Warga Banjar Kaget Mendengar Ba'asyir Ditangkap. TempoInteraktif Daring. Edisi 9 Agustus 2010.
- ^ Ba'asyir Disebut Restui Operasi Sonata di Aceh. TempoInteraktif Daring. Edisi 9 Agustus 2010.
- ^ http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2011/03/110325_teleconference.shtml
- ^ http://www.detiknews.com/read/2011/03/15/211830/1592661/10/bom-ditujukan-ke-ulil-tapi-baasyir-yang-diserang
[sunting] Lihat pula
- Majelis Mujahidin Indonesia (MMI)
- Jamaah Islamiyah (JI)
[sunting] Pranala luar
- (Indonesia) Berita di Tempo Interaktif
- (Inggris) Berita di Majalah Time tentang Pengakuan Umar al-Faruq
Pondok Pesantren Al Mu'min
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Al Mu'min)
Pondok Pesantren Al Mu'min adalah sebuah pesantren di Ngruki, Solo yang didirikan oleh "enam serangkai": Abdullah Sungkar, Abu Bakar Ba'asyir, Yoyok Rosywadi, Abdullah Baradja, Abdul Qohar H. Daeng Matase, dan Hasan Basri.Pondok ini berdiri sejak tahun 1974 di lokasinya hingga sekarang, di selatan terminal angkutan dalam kota Surakarta, Terminal Tipes, namun berada di wilayah administrasi Desa Cemani, Grogol, Sukoharjo. Setahun sebelumnya ia merupakan sebuah kelompok pengajian kekeluargaan (usrah). Unit dakwah awalnya adalah sebuah siaran radio non-komersial.[1] Pondok ini sejak awal menjapada masalah bagi rezim Orde Baru karena menentang berbagai usaha politik Orde Baru untuk menentang perluasan ideologi Islamisme dengan melancarkan program "Asas tunggal Pancasila". Banyak di antara simpatisannya adalah orang-orang yang terlibat dalam gerakan Darul Islam pada masa tahun 1950-an.
Abu Bakar Ba'asyir sering dikaitkan dengan sejumlah kegiatan terorisme dan Islamisme. Namun demikian pengadilan tak pernah bisa membuktikan keterlibatannya.
Majelis Mujahidin Indonesia
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Artikel atau beberapa bagian di dalam artikel ini membingungkan atau bergaya propaganda dan/atau indoktrinasi kepada pembaca. Tolong bantu memperbaiki artikel ini, dengan memberikan sumber referensi yang terpercaya. |
Artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia Merapikan artikel bisa berupa membagi artikel ke dalam paragraf atau wikifikasi artikel. Setelah dirapikan, tolong hapus pesan ini. |
Daftar isi[sembunyikan] |
[sunting] Sejarah
Majelis Mujahidin lahir berawal dari keprihatinan para tokoh gerakan Islam yang pernah digembleng di “pesantren Orde Baru” seperti Irfan Suryahardi, Deliar Noer, Syahirul Alim, Mursalin Dahlan, Mawardi Noor dan lain-lain. Mereka terdorong untuk mengadakan forum kecil, berdiskusi yang ujungnya menggagas lahirnya suatu lembaga yang bisa menyatukan visi kaum muslimin yang hendak memperjuangkan tegaknya syariat Islam, yaitu Majelis Mujahidin.(Awwas,2001:331).Untuk menandai lahirnya institusi tersebut diadakan kongres I Majelis Mujahidin di Yogyakarta tanggal 5-7 Agustus 2000. Saat itu hadir kira-kira 1500 orang dari berbagai gerakan di seluruh tanah air, bahkan hadir pula beberapa perwakilan dari negara sahabat, seperti Moro, Malaysia, dan Arab Saudi.(Awwas,2001;336).
=
[sunting] Keanggotaan
Dilihat dari kacamata ekonomi, kader-kader Mujahidin adalah kaum yang masuk dalam strata ekonomi menengah kebawah. Jika dilihat dari jenis pekerjaan, maka memiliki variasi yang sangat banyak, ada pedagang, buruh bangunan, pedagang kaki lima dll.[sunting] Aktivitas
[sunting] Aliansi Gerakan
Pada Kongres I di Yogyakarta, diputuskan bahwa Majelis Mujahidin merupakan organisasi aliansi gerakan (tansiq amal) yang bersifat universal, tidak dibatasi suku, bangsa maupun negara.Memang format tansiq ini memang masih menjadi bahan perdebatan yang cukup panjang di antara aktivis Majelis Mujahidin. Namun yang pasti, tansiq ini bisa saja diikuti oleh organisasi maupun personal. Meskipun tidak atau belum ada aturan tertulis mengenai syarat menjadi anggota Majelis Mujahidin, namun cukup dimaklumi bahwa anggota Majelis Mujahidin adalah muslim yang taat.
Konsekuensi lain dari format aliansi adalah adanya kesiapan anggota-anggotanya untuk berbeda pendapat dengan anggota yang lainnya. Inilah barangkali yang menjadi ciri khusus Majelis Mujahidin, dibandingkan dengan kelompok muslim “fundamentalis” yang pada umumnya tertutup tetapi justru di sini kader-kadernya harus siap menghadapi perbedaan-perbedaan. Namun ternyata jika diselami lebih jauh, aliansi Mujahidin ini masih mempersyaratkan, yaitu keshahihan aqidah, dalam timbangan mujadihin, yaitu dalam prespektif aqidah salaf. Dengan mereka yang sama-sama beraqidah salaf bisa melakukan aliansi lebih terbuka, sedangkan dengan mereka yang tidak beraqidah salaf, aliansinya dilakukan hanya dalam wilayah perjuangan penegakan syariah. Jadi di sini semacam ada kaidah “kita beramal dalam masalah yang kita sepakati” (Qardlawi,1997;141)
Selain konsekuensi tersebut, format keanggotaan seperti ini cukup rawan menghadapi penyusupan pihak luar yang tidak merasa nyaman dengan kehadiran majelis Mujahidin. Tahun 2000 – 2002 di Majelis Mujahidin bahkan telah disusupi pihak intelijen nasional, dan menjadi pengurus Lajnah Tanfidziyah bidang hubungan antar Mujahid. Diketahuinya satu orang telah menyusup ke tubuh Majelis Mujahidin berkaitan dengan hilangnya “pengurus” ini tanpa sebab setelah kasus bom Bali. Setelah diusut, dicari-cari, akhirnya diketahuilah bahwa Mr. X, tersebut aslinya adalah seorang perwira militer. Namun karena majelis Mujahidin tidak pernah memiliki niat untuk melakukan bughat (memberontak) maka penyusupan itupun tak ada gunanya. Kalau yang ditemukan hanya aktivitas kajian-kajian, di luar Mujahidin banyak juga kajian, bahkan yang radikal dibandingkan dengan Mujahidin.
[sunting] Kajian
Kajian-kajian untuk kader Majelis Mujahidin, umumnya metekankan pemahaman tauhid. Hal ini sesuai dengan prinsip dasar Majelis Mujahidin, yang menjadikan tauhid sebagai dasar visi dan misinya. Selain materi tauhid disampaikan pula materi tafsir, hadis dan ahkam syar’iyyah. Materi-materi kajian umumnya cukup berbobot, mengingat aktivis Majelis Mujahidin rata-rata cukup berpendidikan dan memiliki semangat religiusitas tinggi. Kebanyakan di antara aktivisnya adalah sarjana, meskipun demikian ada juga yang hanya lulus tingkat SLTA.[sunting] Dakwah
Tuntutan formalisasi syari’ah di Indonesia bagi Majelis Mujahidin adalah final. Dalam sejarah perjuangan umat Islam, usaha menegakkan syariah ini telah ditempuh beberapa metode. Pertama adalah metode konstitusional yaitu perjuangan dengan masuk ke dalam lembaga seperti MPR dan DPR. Kedua dilakukan dengan da’wah, seperti yang dilakukan oleh DDII. Ketiga dengan pendidikan, seperti yang dilakukan oleh Muhammadiyah. Keempat, dengan bersenjata seperti yangn dilakukan oleh Kartosuwiryo.Sejauh ini Majelis Mujahidin berusaha mewujudkan cita citanya melalui da’wah, baik da’wah secara politik, ataupun dakwah kemasyarakatan. Da’wah politik dilakukan dengan mengirimkan surat kepada pejabat-pejabat dan lembaga-lembaga tinggi negara. Beberapa jenis surat yang dikirim kepada pejabat dan instansi bisa dilihad dalam buku Da’wah dan jihad Abu Bakar Ba’asyir. Selain mengirim surat, Mujahidin juga mengadakan audiens dengan pejabat tinggi, DPR atau organisasi massa untuk merealisasikan visi dan misinya itu.
[sunting] Demonstrasi Damai
Kenetralan sebagian atau keseluruhan artikel ini dipertentangkan. Silakan melihat pembicaraan di halaman diskusi artikel ini. |
Realitas ini menegaskan bahwa meskipun Mujahidin dalam beberapa prisipnya bisa disebut sebagai kelompok muslim fundamentalis, namun dalam bertindak tetap dalam koridor konstitusi. Hal ini jauh dari anggapan sementara pihak yang selalu mengaitkan Mujahidin dengan jama’ah Islamiyah, seperti yang dilakukan oleh Maftuh Abegebriel di dalam tulisannya yang dimuat dalam buku Negara Tuhan, “...maka sebenarnya Al-Jama’ah al-Islamiyah ini bukan tidak mungkin sudah “nikah” dengan Majelis Mujahidin yang berpusat di Jogjakarta lewat sebuah khithbah yang berlabel “tansiq baina al-jama a’ah” (2004;864).
Lebih dalam lagi, setelah membandingkan bebarapa prinsip organisasi maka Abegebriel menyatakan “Tidak begitu salah jika disimpulkan bahwa JI dan MM adalah Muhtalifah al-Asma’ wa al-Lughat Muttahidah al-Asykal wa al-Aghrad ( مختلفة الأسماء واللغة متحدة الأشكال والأغراض )–berbeda dalam nama dan bahasa tetapi sama dalam bentuk dan tujuan. (899).
Abegebriel ini berlebih-lebihan dalam menyimpulkan adanya persamaan antara MM dengan JI, padahal hanya melihat beberapa kesamaan saja. Kenyataan di lapangan, meskipun Majelis Mujahidin membuka diri untuk aliansi dengan siapapun, selama memiliki sens untuk menegakkan syari’ah, dan tetap dalam kerangka ahlus sunnah wal jama’ah tetapi beberapa organisasi Islam dengan tegas menolak. Di antara mereka yang menolak kehadiran Majelis Mujahidin adalah PKS dan mereka yang diindikasikan sebagai anggota Jama’ah Islamiyah. Sejak koordinasi awal pra kongres Mujahidin I di antara mereka yang ditangkap polisi karena terindikasi sebagai anggota Jamaah Islamiyah ini telah menolak Majelis Mujahidin. Bahkan dalam pengajian mereka ustadz Abu Bakar Ba’asyir sering menjadi sasaran lontaran caci maki mereka. Maka jika para tahanan Bom Bali dalam kesaksiannya tentang keterlibatan ustadz Abu mereka nyatakan tidak tahu, itu adalah pengakuan yang apa adanya.
Adapun PKS menolak bergabung dengan MM agaknya karena menjaga soliditas organisasi dalam rangka pemenangan pemilu tahun 2004. Karena dalam pemilu 1999 PK sudah terdegradasi. Hal ini dikuatkan dengan sikap Majelis Mujahidin yang menolak untuk terlibat aktif ke dalam politik praktis. Adapun sikap Majelis Mujahidin ini didasari oleh dua pertimbangan, pertama Indonesia menggunakan system politik demokrasi yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, dimana dalam demokrasi suara terbanyak menjadi pemenangnya. Padahal di sisi lain secara kuantitas, jumlah mereka yang memperjuangkan syariat Islam sangat kecil. Kedua, keikutsertaan Majelis Mujahidin di suatu partai tertentu akan menyebabkan terpecahnya umat Islam, sementara di sisi lain hasil yang bisa diperoleh dari keterlibatan aktif ke dalam politik praktis belum tentu signifikan. Karena itulah Majelis Mujahidin tidak pernah melarang aktivisnya aktif di suatu partai, tetapi secara organisatoris tidak akan melibatkan diri dalam suatu partai pula.
Selain program-program penegakan syari’ah secara langsung di atas, Majelis Mujahidin memiliki program sosial. Program sosial ini yang paling akhir dilakukan adalah pengiriman relawan ke Aceh dalam upaya pembinaan rohani. Di sini ada dua tugas yang dilakukan pertama mengembalikan mental dan gairah hidup masyarakat aceh yang sedang tertimpa musibah dan kedua, memompakan semangat untuk hidup di bawah naungan syari’at. Terlebih Aceh adalah satu-satunya wilayah yang sudah mendapatkan izin memberlakukan syariat Islam.
Mereka yang dikirim ke aceh ini kebanyakan adalah dari anggota laskar Mujahidin. Dan di sinilah peran lascar dalam majelis Mujahidin bisa disamakan dengan peran barisan Anshar di NU. Laskar Mujahidin menjadi barisan serba bisa, bisa difungsikan sebagai pengamanan kegiatan, bantuan social, ataupun pembinaan masyarakat.
Adanya tuduhan bahwa Laskar Mujahidin berlatih perang seperti yang pernah terjadi di Tawangmangu, menurut Salman al-Farisi, komandan Laskar Mujahidin Solo adalah tidak benar. Peristiwa itu sebenarnya terjadi karena perijinan yang belum beres tetapi kemudian informasi keluar dipelintir oleh pihak-pihak yang tidak senang terhadap Majelis Mujahidin. Sebenarnya, kegiatan itu adalah kegiatan latihan kepemimpinan yang dikemas dalam bentuk out-bond, seperti yang biasa dilakukan dalam kepramukaan.
23,324 KB |
Ditambahkan: 10 bulan yang lalu Komentar | 15 dilihat | |||||
19,422 KB | Ditambahkan: 2 tahun yang lalu Komentar | 11 dilihat | |||||
8,682 KB | Ditambahkan: 1 tahun yang lalu Komentar | 4 dilihat | |||||
23,096 KB | Ditambahkan: 1 tahun yang lalu Komentar | 2 dilihat | |||||
16,389 KB | http://ashhabul-kahfi.blogspot.com/ Ditambahkan: 3 tahun yang lalu Komentar | 0 dilihat | |||||
85 KB | Ditambahkan: 9 bulan yang lalu Komentar | 0 dilihat | |||||
Tidak ada komentar:
Posting Komentar