Dinasti Saudi: Dari Mana Asal Mereka? dan Siapa Sesungguhnya Nenek-Moyangnya?
Penelitian dan pemaparan Mohammad Sakher:
Setelah menemukan fakta-fakta di bawah ini, Rejim Saudi memerintahkan untuk membunuhnya.
Setelah menemukan fakta-fakta di bawah ini, Rejim Saudi memerintahkan untuk membunuhnya.
Raja Saud-1957
Apakah anggota keluarga Saudi berasal dari Suku Anza bin Wa'il seperti pengakuannya?
Apakah agama mereka Islam?
Apakah mereka asli Bangsa Arab?
Apakah agama mereka Islam?
Apakah mereka asli Bangsa Arab?
Di
Najd, pada tahun 851 H serombongan bani Al-Masalikh, keturunan Suku
Anza, membentuk sebuah kafilah dipimpin oleh Sahmi bin Hathlul,
ditugaskan untuk membeli bahan makanan, biji-bijian gandum dan jagung ke
Iraq. Ketika sampai di Bashra, mereka langsung menuju ke sebuah toko
pakan yang pemiliknya seorang Yahudi bernama Mordakhai bin Ibrahim bin
Moshe. Ketika sedang berlangsung tawar-menawar, Yahudi si pemilik toko
bertanya kepada mereka: "Berasal dari suku manakah Anda?". Mereka
menjawab: "Kami berasal dari Bani Anza", salah satu Suku Al-Masalikh".
Mendengar nama suku itu disebut,
orang Yahudi itu memeluk mereka dengan
mesra sambil mengatakan bahwa dirinya juga berasal dari Suku
Al-Masalikh, namun menetap di Bashra, Iraq karena permusuhan keluarga
antara ayahnya dengan anggota Suku Anza lainnya.
Setelah Mordakhai bin Ibrahim bin Moshe
mengatakan kepada mereka ceritera yang direkayasa mengenai dirinya, dia
kemudian memerintahkan kepada pembantunya untuk menaikkan barang-barang
belanjaan kafilah itu ke atas Unta-unta mereka. Sikap Mordakhai bin
Ibrahim bin Moshe yang dinilai baik dan tulus itu membuat kagum
rombongan bani Masalikh dan sekaligus menimbulkan kebanggaan mereka
karena bertemu saudara sesama suku di Iraq - dimana mereka mendapatkan
bahan makanan yang sangat mereka perlukan, mereka percaya kepada setiap
kata yang diucapkan Mordakhai bin Ibrahim bin Moshe, karena dia seorang
pedagang kaya komoditi pakan, mereka menyukai Mordakhai bin Ibrahim bin
Moshe (walaupun sebenarnya dia bukan orang Arab dari suku Al-Masalikh,
tapi seorang Yahudi yang berpura-pura)
Saat kafilah sudah siap akan kembali ke
Najd, pedagang orang Yahudi itu meminta ijin menumpang dengan mereka
pergi ke tempat asalnya, Najd. Permintaan pedagang Yahudi itu diterima
dengan senang hati oleh rombongan bani Al-Masalikh.
Akhirnya Mordakhai bin Ibrahim bin Moshe
sampai di Najd. Di Najd ia mulai menyebarluaskan propaganda dirinya
dibantu beberapa orang dari bani Al-Masalikh yang baru tiba
bersama-'sama dia dari Bashra. Propagandanya berhasil, sejumlah orang
mendukungnya, tetapi ditentang oleh yang lain dipimpin oleh Shaikh Saleh
Salman Abdullah Al-Tamimi, ulama di kota Al-Qasim, yang wilayah
dakwahnya meliputi Najd, Yaman dan Hijaz. Ia mengusir Mordakhai bin
Ibrahim bin Moshe ( nenek moyang Keluarga Saudi yang saat ini berkuasa )
dari kota Al-Qasim ke kota Al-Ihsa, di sana ia mengganti namanya
menjadi Markhan bin Ibrahim Musa . Kemudian dia pindah ke daerah Dir´iya
dekat Al-Qatif. Di daerah ini dia mulai menyebarkan ceritera rekayasa
kepada penduduk mengenai Perisai Nabi Muhammad Shallalahu 'Alaihi wa
Sallam yang dirampas sebagai rampasan perang oleh orang musyrik Arab
sewaktu Perang Uhud. Perisai itu kemudian dijual oleh orang musyrik Arab
kepada Suku Yahudi Bani Qunaiqa dan menyimpannya sebagai koleksi barang
berharga. Perlahan tapi pasti, Markhan bin Ibrahim Musa menanamkan
pengaruhnya di antara orang-orang Badui melalui ceritera fiktif yang hal
ini memberitahu kita bagaimana berpengaruhnya suku-suku Yahudi di Arab
dengan menempati kedudukan terhormat. Dia menjadi orang penting diantara
suku Badui dan memutuskan untuk tetap tinggal di kota Dir´iya, dekat
Al-Qatif kemudian memutuskan menjadikannya sebagai ibukota di Teluk
Persia. Ia bercita-cita menjadikan kota itu sebagai batu loncatan untuk
membangun kerajaan Yahudi di Tanah Arab.
Dalam rangka memenuhi ambisisnya, dia
mulai mendekati dan mempengaruhi suku Arab Badui padang pasir untuk
mendukung posisinya, kemudian menobatkan dirinya sebagai raja mereka.
Pada saat yang genting ini, Suku Ajaman
bersama-sama dengan Suku Bani Khalid mencium bahaya Yahudi licik ini dan
sangat mengkhawatirkan rencana jahatnya, karena dia telah dapat
mengukuhkan identitasnya sebagai orang Arab. Mereka sepakat untuk
menghentikannya, kemudian menyerang kota Dar'iya dan berhasil
menaklukannya, tetapi sebelum menawan Markhan bin Ibrahim Musa, dia
melarikan diri.
Dalam pelariannya, Yahudi nenek moyang
Keluarga Saudi (Mordakhai) mencari perlindungan di sebuah perkebunan
Al-Malibiid-Ghusaiba dekat Al-Arid, milik orang Arab. Sekarang kota itu
bernama Al-Riyadh.
Mordakhai meminta perlindungan politik
kepada pemilik perkebunan. Pemiliknya yang ramah itu kemudian segera
memberikan tempat perlindungan. Namun belum juga sampai sebulan dia
tinggal di perkebunan itu, Mordakhai membunuh pemilik beserta anggota
keluarganya, kemudian mengarang ceritera bahwa mereka dibunuh oleh
perampok. Dia juga mengaku telah membeli real estate dari pemiliknya
sebelum kejadian tragis itu. Maka tinggallah dia disana sebagai pemilik
tanah yang baru, kemudian daerah itu diberi nama baru Al-Di'riya, nama
yang sama dengan tempat sebelumnya yang ia tinggalkan.
Yahudi nenek moyang Keluarga Saudi
(Mordakhai) segera membangun sebuah "Guest House" yang disebutnya
"Madaffa" di atas tanah yang direbut dari korbannya. Kemudian
berkumpullah disekelilinya kelompok munafik yang mulai menyebarkan
propaganda bohong bahwa Mordakhai adalah seorang Seikh Arab terkemuka.
Mereka merencanakan membunuh Sheikh Saleh Salman Abdullah Al-Tamimi,
musuh bebuyutan Mordakhai dan berhasil membunuhnya di sebuah mesjid di
kota Al-Zalafi.
Mordakhai puas telah berhasil membunuh
Sheikh Saleh Salman Abdullah Al- Tamimi, kemudian menjadikan Al-Dir'iya
sebagai tempat tinggalnya. Di Al-Dir'iya dia berpoligami dan
beranak'pinak, anak-anaknya diberi nama asli Arab.
Sejak saat itu keturunan dan kekuasaan
mereka tumbuh berkembang di bawah nama Suku Saudi, mereka juga mengikuti
jejak Mordakhai dan kegiatannya dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi
serta berkonspirasi melawan bangsa Arab. Secara ilegal mereka menguasai
daerah pedalaman dan tanah-tanah perkebunan, membunuh setiap orang yang
mencoba menghalangi rencana jahat mereka. Untuk mempengaruhi penduduk di
wilayah itu, mereka menggunakan segala macam jenis tipu daya untuk
mencapai tujuannya: mereka suap orang-orang yang tidak sefaham dengan
uang dan perempuan. Mereka suap penulis sejarah untuk menuliskan
biografi sejarah keluarganya yang bersih dari kejahatan, dibuatkannya
silsilah keluarga bersambung kepada Suku Arab terhormat seperti Rabi'?,
Anza dan Al-Masalikh.
Seorang munafik zaman kiwari bernama
Mohammad Amin Al-Tamimi - Direktur/Manager Perpustakaan Kontemporer
Kerajaan Saudi, menyusun garis keturunan (Family Tree) untuk Keluarga
Yahudi ini (Keluarga Saudi), menghubungkan garis keturunan mereka kepada
Nabi Muhammad Shallalahu 'Alaihi wa Sallam . Sebagai imbalan
pekerjaannnya itu, ia menerima imbalan sebesar 35.000 (Tiga Puluh Lima
Ribu) Pound Mesir dari Duta Besar Saudi Arabia di Kairo pada tahun 1362 H
atau 1943 M. Nama Duta Besar Saudi Arabia itu adalah Ibrahim Al-Fadel.
Seperti disebutkan di atas, Yahudi nenek
moyang Keluarga Saudi (Mordakhai), yang berpoligami dengan
wanita-wanita Arab melahirkan banyak anak, saat ini pola poligami
Mordakhai dilanjutkan oleh keturunannya, dan mereka bertaut kepada
warisan perkawinan itu.
Salah seorang anak Mordakhai bernama
Al-Maqaran, (Yahudi: Mack-Ren) mempunyai anak bernama Muhammad, dan anak
yang lainnya bernama Saud, dari keturunan Saud inilah Dinasti Saudi
saat ini.
Keturunan Saud (Keluarga Saud) memulai
melakukan kampanye pembunuhan pimpinan terkemuka suku-suku Arab dengan
dalih mereka murtad, mengkhianati agama Islam, meninggalkan
ajaran-ajaran Al-Quran, dan keluarga Saud membantai mereka atas nama
Islam.
Di dalam buku sejarah Keluarga Saudi
halaman 98-101, penulis pribadi sejarah keluarga Saudi menyatakan bahwa
Dinasti Saudi menganggap semua penduduk Najd menghina tuhan, oleh karena
itu darah mereka halal, harta-bendanya dirampas, wanita-wanitanya
dijadikan selir, tidak seorang islampun dianggap benar, kecuali pengikut
sekte Muhammad bin Abdul Wahhab (yang aslinya juga keturunan Yahudi
Turki). Doktrin Wahhabi memberikan otoritas kepada Keluarga Saudi untuk
menghancurkan perkampungan dan penduduknya, termasuk anak-anak dan
memperkosa wanitanya, menusuk perut wanita hamil, memotong tangan
anak-anak, kemudian membakarnya. Selanjutnya mereka diberikan kewenangan
dengan Ajarannya yang Kejam ( Brutal Doctrin ) untuk merampas semua
harta kekayaan milik orang yang dianggapnya telah menyimpang dari ajaran
agama karena tidak mengikuti ajaran Wahhabi.
Keluarga Yahudi yang jahat dan
mengerikan ini melakukan segala jenis kekejaman atas nama sekte agama
palsu mereka (sekte Wahhabi) yang sebenarnya diciptakan oleh seorang
Yahudi untuk menaburkan benih-benih teror di dalam hati penduduk di
kota-kota dan desa-desa. Pada tahun 1163 H, Dinasti Yahudi ini mengganti
nama Semenanjung Arabia dengan nama keluarga mereka, menjadi Saudi
Arabia, seolah-olah seluruh wilayah itu milik pribadi mereka, dan
penduduknya sebagai bujang atau budak mereka, bekerja keras siang dan
malam untuk kesenangan tuannya, yaitu Keluarga Saudi.
Mereka dengan sepenuhnya menguasai
kekayaan alam negeri itu seperti miliknya pribadi. Bila ada rakyat biasa
mengemukakan0 (sembilan pukuh) Suite rooms di Grand Hotel dengan harga
$1 juta semalamnya. Dapatkah kita memberikan komentar terhadap
pemborosan yang dilakukan keluarga kerajaan seperti itu, yang pantas
adalah: Dihukum pancung di lapangan terbuka.
- Pada tahun 1960'an, pemancar radio
"Sawt Al-Arab" di Kairo, Mesir, dan pemancar radio di Sana'a, Yaman,
membuktikan bahwa nenek moyang Keluarga Saudi adalah Yahudi.
Kesaksian bahwa nenek moyang Keluarga Saudi adalah Yahudi:
- Raja Faisal Al-Saud tidak bisa
menyanggah bahwa keluarganya adalah keluarga Yahudi ketika
memberitahukan kepada the WASHINGTON POST pada tanggal 17 September
1969, dengan menyatakan bahwa: "Kami, Keluarga Saudi, adalah keluarga
Yahudi: Kami sepenuhnya tidak setuju dengan setiap penguasa Arab atau
Islam yang memperlihatkan permusuhannya kepada Yahudi, sebaliknya kita
harus tinggal bersama mereka dengan damai. Negeri kami, Saudi Arabia
merupakan sumber awal Yahudi dan nenek-moyangnya, dari sana menyebar ke
seluruh dunia". Itulah pernyataan Raja Faisal Al-Saud bin Abdul Aziz.
Hafb, kakekku, Saud Awal, menceriterakan
saat menawez Wahbi, Penasihat Hukum Keluarga Kerajaan Saudi menyebutkan
di dalam bukunya yang berjudul "Semenanjung Arabia" bahwa Raja Abdul
Aziz yang mati tahun 1953 mengatakan: "Pesan Kami (Pesan Saudi) dalam
menghadapi oposisi dari Suku-suku Araan sejumlah Shaikh dari Suku
Mathir, dan ketika kelompok lain dari suku yang sama datang untuk
menengahi dan meminta membebaskan semua tawanannya, Saud Awal memberikan
perintah kepada orang-orangnya untuk memenggal kepala semua tawanannya,
kemudian mempermalukan dan menurunkan nyali para penengah dengan cara
mengundang mereka ke jamuan makan, makanan yang dihidangkan adalah
daging manusia yang sudah dimasak, potongan kepala tawanan diletakkannya
di atas piring. Para penengah menjadi terkejut dan menolak untuk makan
daging saudara mereka sendiri, karena mereka menolak untuk memakannya,
Saud Awal memerintahkan memenggal kepala mereka juga. Itulah kejahatan
yang sangat mengerikan yang telah dilakukan oleh orang yang mengaku
dirinya sendiri sebagai raja kepada rakyat yang tidak berdosa, kesalahan
mereka karena menentang terhadap kebengisannya dan memerintah dengan
sewenang-wenang.
Hafez Wahbi selanjutnya menyatakan
bahwa, berkaitan dengan kisah nyata berdarah yang menimpa Shaikh suku
Mathir, dan sekelompok suku Mathir yang mengunjunginya dalam rangka
meminta pembebasan pimpinan mereka yang menjadi tawanan Raja Abdul Aziz
Al-Saud bernama Faisal Al-Darwis. Diceriterakannya kisah itu kepada
utusan suku Mathir dengan maksud mencegah agar mereka tidak meminta
pembebasan pimpinan mereka, bila tidak, mereka akan diperlakukan sama.
Dia bunuh Shaikh Faisal Darwis dan darahnya dipakai untuk berwudlu
sebelum dia shalat. (melaksanakan ajaran menyimpang Wahhabi). Kesalahan
Faisal Darwis waktu itu karena dia mengkritik Raja Abul Aziz Al-Saud,
ketika raja menandatangani dokumen yang disiapkan penguasa Inggris pada
tahun 1922 sebagai pernyataan memberikan Palestina kepada Yahudi,
tandatangannya dibubuhkan dalam sebuah konferensi di Al-Qir tahun 1922.
Sistem rejim Keluarga Yahudi (Keluarga
Saudi) dulu dan sekarang masih tetap sama: Tujuan-tujuannya adalah:
merampas kekayaan negara, merampok, memalsukan, melakukan semua jenis
kekejaman, ketidakadilan, penghujatan dan penghinaan, yang kesemuanya
itu dilaksanakan sesuai dengan ajarannya Sekte Wahhabi yang membolehkan
memenggal kepala orang yang menentang ajarannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar