Pernyataan Imarah Islam Afghanistan terkait tragedi berdarah Muslim Burma (Myanmar)
AFGHANISTAN Kekejaman terhadap Muslim Muslim di Arakan, Burma (Myanmar), yang
meningkat akhir-akhir ini, telah menyita perhatian orang-orang yang
masih memiliki hati nurani. Kutukan terhadap otoritas dan warga Buddhis
Burma terlontar dari seluruh dunia dan seruan untuk membantu Muslim
Burma juga datang dari berbagai kalangan, demikian pula Mujahidin -yang
sedang sibuk melawan penjajah asing- turut mengutuk tindakan tidak
manusiawi yang terjadi di Burma.Berikut adalah terjemahan pernyataan resmi Imarah Islam Afghanistan terkait tragedi berdarah Muslim Myanmar, Mujahidin menyeru masyarakat internasional untuk melakukan sesuatu untuk menghentikan kekejaman yang terjadi.
***
Kaum Muslimin Burma telah menghadapi (peningkatan) penindasan dan
kebiadaban demikian selama dua bulan terakhir yang belum pernah
disaksikan oleh sejarah umat manusia.
Membakar anak-anak, wanita dan laki-laki tanpa ampun seperti domba
yang dipanggang di atas api, yang bukan hanya melanggar hukum, tetapi
sesuatu yang manusia tidak akan pernah bisa menerimanya, tetapi sungguh
menyedihkan Muslim Burma mejadi target kejahatan biadab itu.
Tidak hanya itu, tetapi mereka juga diusir
dari tanah mereka, dipaksa keluar dari rumah-rumah mereka, kekayaan
mereka dirampok! dan kehormatan mereka dirampas! sementara seluruh dunia
(negara-negara 'berdaulat' -red) telah menutup mata akan penderitaan
mereka.
Imarah Islam Afghanistan, disamping mengangap kejahatan ini sebagai
luka hitam dalam sejarah manusia, menyeru kepada pemerintahan Burma
untuk segera menghentikan kekejaman dan kebiadaban ini dan menghentikan
kekerasan yang menyayat hati terhadap manusia dan kemanusiaan. Mereka
harus menyadari bahwa ini bukan hanya kejahatan terhadap Muslim Burma
tetapi kejahatan terhadap seluruh umat manusia dan terutama kejahatan
yang tak termaafkan terhadap seluruh dunia Muslim.
Sementara itu, Imarah Islam menyeru kepada masyarakat internasional,
terutama seluruh organisasi hak asasi manusia dan kelompok-kelompok
kemanusiaan dan seluruh pemerintahan serta bangsa di dunia terutama
pemerintahan dan orang-orang di dunia Islam, terkhusus negara-negara
Arab untuk mengambil langkah secepatnya terhadap tragedi ini. Sangat
menyesalkan ribuan manusia, kebanyakan wanita dan akan-anak, dengan
kejam dibakar di depan umum tanpa ada yang memperhatikan (dibiarkan
begitu saja -red).
Imarah Islam juga menyeru kepada seluruh media internasional terutama Al-Jazeera network
(salah satu media internasional paling terkemuka) untuk memenuhi
kewajiban moral mereka dan kewajiban kemanusiaan dengan mengekspos
kebiadaban ini dan memberitakan kepada orang-orang tentang realitas ini.
Demikian juga dengan pusat-pusat pendidikan internasional terutama
dari komunitas Islam, para ulama, politisi, intelektual, para penulis
dan sebenarnya semua orang harus memenuhi kewajiban mereka melawan
kekejaman dan teror yang berada pada tingkat yang tak sebanding (kaum
Muslimin ditindas dengan kekuatan tak sebanding -red).
Imarah Islam Afghanistan
1 Ramadhan 1433
(20/7/2012)
Otoritas Maungdaw menargetkan para ulama Muslim Rohingya
- Pasukan intelijen militer Burma dan pasukan keamanan perbatasan
(Nasaka) telah menargetkan para ulama Muslim sejak kemarin (21/7/2012),
seorang guru di Maungdaw, Arakan melaporkan, dilansir Kaladan News.Para petugas Nasaka, memanggil semua pegawai desa dengan lima pemuka agama (Muslim) di kantor Nasaka daerah no.6 hari ini (22/7) sekitar pukul 9:30 waktu setempat, Nasaka memerintahkan para pegawai Muslim dan para ustadz atau syaikh untuk tidak melaksanakan shalat berjama'ah di Masjid atau di rumah, jika diketahui shalat jama'ah digelar Nasaka akan menangkap siapa saja yang mengikuti shalat berjama'ah itu. Nasaka juga memperingatkan para ulama Muslim untuk tidak 'menyulut konflik' antara Muslim Rohingya dan Buddhis Rakhine, papar seorang pegawai desa tersebut.
Setelah pertemuan itu, para petugas (Nasaka) menangkap lima ustadz, Maulana Abu Siddique (45), dari desa Hla Poe Khuang, Maulana Yusuf Ali (40) dari desa Zin Paung Nyar , Maulana Muhammad Alam (40) dari desa Poungzarr, Moulan Kawlim (40) dari desa Hlabawzar dan Moulana Dil Muhammad (40) dari desa Hlabawzar.
Selain itu, seorang warga desa mengatakan bahwa Nasaka dan intelijen militer menangkap 4 Muslim Rohingya dari Masjid Jami desa Thayai Gonetan (Knonena Para) pada saat mereka sedang shalat di beranda Masjid.
Mereka yang ditangkap bernama Maulana Fazal Haque (50), Butu (31), Amir Abdul Gaffur (42) dan Maulana. Mereka semua ditahan di markas Nasaka di daerah no.7.
Di sisi lain, Nasaka dan intelijen militer juga menangkap 6 Muslim Rohingya dari Pa Nyaung Pingyi dan 3 lainnya dari desa Du Nyaung Pingyi Sabtu pagi ini, kata seorang warga desa dari selatan Maungdaw.
Menurut laporan, akhir-akhir ini kebanyakan Muslim yang ditangkap adalah para ulama atau muridnya.
Ramadhan di Arakan, kaum Muslimin dilarang shalat di Masjid dan sulit mendapat makanan
- Kaum Muslimin di seluruh dunia telah melaksanakan ibadah shaum pada bulan Ramadhan 1433 H ini, begitupun dengan Muslim di Arakan (Rakhine), Burma (Myanmar). Meskipun Muslim Rohingya sedang dalam penindasan berlanjut, tetap menyambut Ramadhan dengan suka cita. Tetapi keadaan mereka masih memilukan hati.
"Ramadhan di Arakan kondisinya sangat mengerikan, tidak ada shalat di Masjid," kata seorang koresponden Kaladan News Network, media yang dikelola oleh Muslim Rohingya.
Lebih parah lagi, hampir tak ada makanan untuk berbuka, dan makanan yang biasa ada pun berkurang.
"Tidak ada makanan untuk berbuka, bahkan makanan yang biasa ada berkurang, tidak diizinkan untuk ke luar rumah untuk membeli bahan pangan," tambah koresponden itu.
Contohnya saja di Maungdaw, pihak berwenang setempat, petugas pemerintahan kabupaten U Aung Myint Soe dan petugas pemerintahan kota U Kyi San, memerintahkan semua warga desa, petugas desa, dan petugas keamanan Muslim untuk tidak memasuki Masjid-masjid untuk shalat berjama'ah sejak pertengahan bulan lalu hingga saat ini, berdasarkan laporan seorang pemuka agama Islam dari Maungdaw.
"Otoritas, terutama U Aung Myint Soe, petugas pemerintahan kabupaten, menyuruh untuk mengunci semua Masjid dan tidak ada satupun yang diizinkan untuk memasukinya untuk melaksanakan shalat," katanya.
"Tidak ada shalat berjama'ah di Masjid untuk shalat lima kali dalam sehari (shalat wajib), terutama pada hari Jum'at dan terkhusus shalat Ramadhan (Tarawih)," tambahnya.
Mendatangi Masjid terancam ditangkap
Kaum Muslimin yang mencoba mendatangi Masjid terancam ditangkap, seperti Hafez Jafor dari Masjid Ali Para dan Maulana Muhammad Yunus dari Masjid Kanree di kota itu ditangkap oleh polisi Musyrik pada saat mereka berada di halaman Masjid sekitar pukul 12:00, menurut laporan seorang tetua suku dari salah satu daerah di Maungdaw.
Selain itu, Maulana Muhammad Amin dan Maulana Sami Uddin dari Masjid di desa Maung Ni ditangkap oleh polisi yang sama sekitar 12:30, pada hari Sabtu (21/7/2012).
Di sisi lain, seorang saksi di desa Maung Ni mengatakan bahwa petugas polisi Musyrik juga menyiksa empat ustadz di jalanan, memukuli mereka dan menarik janggut mereka. Ketika mereka sedang disiksa, mereka berdo'a kepada Allah untuk memberi pertolongan, namun ketika mereka mengucapkan do'a mulut mereka dijejali sandal oleh para polisi biadab itu. (siraaj/arrahmah.com)
Pembantaian Rohingya cermin hidup di bawah rezim kafir yang mengidap Islamophobia
"Foto-foto itu (hoax) tidak menjadi alasan untuk menolak adanya pembantaian. Sebab fakta-fakta yang ada menunjukkan adanya pembantaian dan pengusiran," kata pengamat hubungan internasional, Farid Wadjdi kepada arrahmah.com, Rabu (18/07/2012).
Lebih dari itu, menurut Farid, kasus Rohingya merupakan satu kasus bagaimana cerminan ketika umat Islam hidup di bawah rezim selain Islam yang mengidap Islamophobia (penyakit jiwa yang benci kepada Islam). Di Barat, yang dipimpin Nasrani, mereka juga dinilai menerapkan kebijakan Islamophobia. Begitu juga di India berkembang pula Islamophobia dengan rezim hindunya.
"Sedangkan Myanmar cerminan dari Islamophobia pemerintahan Budha," ujarnya.
Lanjut alumnus FISIP Universitas Padjadjaran ini, pembantaian tersebut mempunyai hubungan erat dengan kebijakan kolonial sejak penjajahan Inggris. Genosida dan pengusiran umat Muslim Rohingya sudah dilakukan sejak kesultanan Islam yang mana masyarakat Rohingya dikenal telah memeluk Islam sejak masa pemerintahan Islam Umar bin Abdul Aziz.
"Maka cara Inggris menekan orang-orang Islam adalah dengan memakai orang-orang Budha," lontarnya.
Kebijakan kolonial ini kemudian dilanjutkan oleh rezim militer yang berkuasa di Myanmar. Mereka menyerukan sikap anti Islam untuk menyatukan masyarakat Budha.
"Selama ini rezim militer menjadikan Islam sebagai musuh bersama," jelas Farid
Itulah sebabnya kenapa Aung Sang Su Kyi yang dikenal sebagai pejuang HAM memilih diam dalam kasus Rohingya. Ini adalah sebuah jebakan rezim militer.
"Karena kalau berpihak, dia tidak akan mendapat dukungan dari masyarakat," tutur Farid.
Aung Sang Su Kyi sendiri menurutnya tidak bisa dijadikan tumpuan harapan untuk memprotes junta militer Myanmar, sebab Aung sendiri merupakan kaki tangan barat. "Dia masih antek Inggris," tandas Farid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar